in ,

Kelompok Objek Pajak Penghasilan Badan

Kelompok Objek Pajak Penghasilan Badan
FOTO: IST

Kelompok Objek Pajak Penghasilan Badan

Kelompok Objek Pajak Penghasilan Badan. Secara garis besar, PPh dikenakan kepada Subjek Pajak badan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh selama satu tahun pajak. Kelompok objek pajak penghasilan badan, Penghasilan yang diterima Wajib Pajak menurut UU PPh dikelompokkan menjadi 3 yaitu:

a. Jenis Penghasilan yang merupakan objek pajak dan dikenakan PPh bersifat tidak Final (pasal 4 ayat (1)).

b. Penghasilan yang merupakan objek pajak dan dikenakan PPh bersifat Final (pasal 4 ayat (2)).

c. Penghasilan yang bukan objek pajak sehingga berapapun nilainya tidak dikenakan PPh (pasal 4 ayat (3)).

Secara umum, UU PPh mengatur pengertian penghasilan secara luas, tetapi untuk memudahkan, kita hanya perlu memahami jenis penghasilan yang dikenakan PPh bersifat final dan penghasilan yang masuk kelompok bukan objek pajak. Selain itu, seluruh penghasilan yang tidak dicantumkan pada kedua kelompok tersebut wajib dikenakan PPh bersifat tidak final. Sangat penting memahami jenis penghasilan untuk dapat melakukan penghitungan PPh secara tepat.

1. Penghasilan yang Bukan Objek Pajak (pasal 4 ayat (3)).

Berikut penghasilan bukan objek pajak, yang dapat diterima oleh Subjek Pajak Badan:

a. Bantuan, sumbangan, zakat dan hibah:

1) Bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima zakat yang berhak atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang berhak, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah; dan

2) Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus derajat, badan keagamaan, badan pendidikan,badan sosial termasuk yayasan, koperasi atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan; (kata-kata “sepanjang tidak ada hubungan…” diatas menjadi suatu syarat agar penghasilan tidak kena pajak. Dengan demikian, jika ada hubungan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan, penghasilan tersebut berubah menjadi objek pajak).

b. Harta, termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal;

Baca Juga  Kurs Pajak 27 Maret – 2 April 2024

c. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah. Jika natura dan/atau kenikmatan diberikan oleh:

1. Bukan Wajib Pajak;

2. Wajib Pajak yang dikenakan pajak secara final;atau

3. Wajib Pajak yang menggunakan norma penghitungan khusus (deemed profit)natura dan/atau kenikmatan tersebut berubah menjadi objek pajak;

d. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh PT sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, BUMN, atau BUMD, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat:

1) Dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan;

2) Dan bagi PT, BUMN, dan BUMD yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen dari jumlah modal yang disetor);

e. Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensium, yang pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai;

f. Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun, dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan;

g. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif;

h. Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia, dengan syarat badan pasangan usaha tersebut merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah, atau menjalankan kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan dan sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia;

i. Sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang ditanamkan kembali bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4 (empat tahun) sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;

j. Bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial kepada Wajib Pajak tertentu, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

Baca Juga  Peringati HUT Kota Malang, Bapenda Gelar Program Pemutihan Pajak

2. Penghasilan yang merupakan Objek Pajak PPh Bersifat Final (pasal 4 ayat (2)) Penghasilan di bawah ini dapat dikenai pajak bersifat final:

a. Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi;

b. Penghasilan berupa hadiah undian;

c. Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif yang diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura;

d. Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau bangunan; dan

e. Penghasilan tertentu lainnya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.

3. Penghasilan yang merupakan Objek Pajak PPh yang dikenakan PPh Bersifat Tidak Final (pasal 4 ayat (1))

Pada hakikatnya, semua penghasilan dikenakan PPh secara tidak final, kecuali yang disebutkan dalam ketentuan pasal 4 ayat 3 (bukan objek pajak) dan pasal 4 ayat 2 (objek pajak final) UU PPh. Jika kemudian pasal 4 ayat (1) UU PPh menyebutkan jenis-jenis penghasilan yang merupakan objek pajak tidak final, itu hanya contoh penghasilan lainnya yang tidak disebutkan, dan pada prinsipnya adalah objek pajak tidak final. Mengapa demikian, karena pada dasarnya objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun. Tambahan kemampuan ekonomis tersebut dapat dikelompokkan menjadi tiga macam:

a. Penghasilan dari usaha atau kegiatan:

1) Laba usaha

2) Premi asuransi (yang diterima perusahaan asuransi)

3) Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;

4) Hadiah dari pekerjaan atau kegiatan dan penghargaan (yang diterima badan).

b. Penghasilan dari modal atau investasi:

1) Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk;

a. Keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal;

Baca Juga  DJP: Pengajuan Perpanjangan Waktu Pelaporan SPT Badan Bisa Secara “On-line”

b. Keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham; sekutu atau anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya;

c. Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, pengambilalihan usaha, atau reorganisasi dengan nama dan dalam bentuk apapun;

d. Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat dan badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungannya dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan dan

e. Keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam perusahaan pertambangan.

2) Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena menjamin pengembalian utang.

3) Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisah hasil usaha koperasi.

4) Royalti atau imbalan atas penggunaan hak.

5) Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta.

c. Penghasilan lain-lain:

1) Hadiah (penghargaan), kecuali hadiah dari undian sudah dikenakan pajak final

2) Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya

3) Penerimaan atas perolehan pembayaran berkala

4) Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah:

a. Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing;

b. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva (tetapi kemudian diatur khusus melalui Peraturan Pemerintah nomor PP 79 Tahun 2008 bahwa selisih lebih karena penilaian kembali aktiva dikenakan PPh Final sebesar 10%)

c. Tambahan kekayaan neto yang bersalah dari penghasilan yang belum dikenakan pajak

d. Penghasilan dari usaha berbasis syariah

e. Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan dan

f. Surplus Bank Indonesia.

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *