Kanwil DJP di Jatim Blokir Rekening 3.443 Penunggak Pajak
Pajak.com, Jawa Timur – Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP) di Jawa Timur (Jatim) memblokir rekening 3.443 penunggak pajak. Pemblokiran yang dilakukan serentak oleh Kanwil DJP Jatim I, II, dan III ini merupakan bagian dari upaya penegakan hukum penagihan terhadap Wajib Pajak yang telah menerima surat teguran dan surat paksa, namun belum melunasi kewajiban perpajakannya.
“Pemblokiran dilakukan sebagai bagian dari pelaksanaan kewenangan penagihan pajak sesuai ketentuan yang berlaku. Seluruh proses ini telah didahului dengan pendekatan persuasif dan serangkaian upaya penagihan aktif lainnya,” jelas Kepala Kanwil DJP Jatim II Agustin Vita Avantin dalam keterangan tertulis yang diterima Pajak.com, (26/5/25).
Ia memastikan, kewenangan DJP dalam meminta bank untuk memblokir rekening nasabah telah sesuai dengan Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 1997 jo. UU Nomor 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa, serta peraturan pelaksanaannya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 61 Tahun 2023 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penagihan Pajak Atas Jumlah Pajak Yang Masih Harus Dibayar. Secara teknis, pemblokiran dilakukan oleh Juru Sita Pajak Negara (JSPN).
“Selain rekening bank, DJP juga melakukan pemblokiran terhadap aset keuangan lain yang dimiliki Wajib Pajak, seperti subrekening efek, polis asuransi, dan instrumen keuangan lainnya yang berada di lembaga keuangan,” ungkap Vita.
Ia meminta Wajib Pajak yang terkena pemblokiran rekening untuk segera menghubungi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat terdaftar untuk melakukan klarifikasi, dan settlement atau penyelesaian utang.
“Meski sudah diblokir, fasilitas permohonan pembayaran secara angsuran maupun penghapusan sanksi administrasi tetap dapat diajukan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan,” jelas Vita.
Kanwil DJP di Jatim berharap langkah penegakan hukum penagihan ini dapat meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak serta mendukung pencapaian target penerimaan negara tahun 2025 secara berkelanjutan.
“Penagihan pajak akan terus dilakukan secara konsisten, terukur, dan sesuai ketentuan, sebagai bentuk pelaksanaan tugas negara dalam menjaga penerimaan, dengan selalu mengedepankan aspek humanis, efisien, yang berkeadilan, ketepatan waktu menagih (convenience of payment), dan kesetaraan/tidak diskriminatif (equality) dalam melaksanakan hukum perpajakan,” pungkas Vita.
Comments