Menu
in ,

Insentif Pajak Ini Diperpanjang Hingga 31 Desember 2022

Pajak.com, Jakarta – Pemerintah memperpanjang periode pemberian insentif pajak hingga 31 Desember 2022. Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Neilmaldrin Noor menegaskan, kebijakan ini menunjukkan konsistensi dukungan pemerintah dalam upaya penanganan dampak pandemi COVID-19. Apa saja insentif pajak yang diperpanjang?

Insentif yang diperpanjang adalah, pertama insentif kesehatan yang diatur berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 226/PMK.03/2021 dan berakhir 30 Juni 2022. Perpanjangan ini diatur melalui penerbitan PMK-113/PMK.03/2022. Kedua, insentif pajak untuk Wajib Pajak terdampak pandemi yang diatur berdasarkan PMK-3/PMK.03/2022 dan telah berakhir pada akhir Juni 2022, perpanjangan diatur lewat PMK-114/PMK.03/2022.

“Untuk jenis insentif yang diperpanjang itu semuanya, tidak ada perubahan. Semua diperpanjang sampai dengan 31 Desember 2022,” jelas Neil dalam keterangan tertulis yang diterima Pajak.com (22/7).

Insentif kesehatan yang terdapat dalam PMK-226/2021, meliputi:

  1. Insentif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) ditanggung pemerintah (DTP) atas penyerahan barang yang diperlukan dalam rangka penanganan pandemi COVID-19.
  2. Pembebasan dari pemungutan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 impor untuk alat-alat kesehatan.
  3. Pembebasan dari pemungutan PPh Pasal 22 dan fasilitas PPh bagi sumber daya manusia di bidang kesehatan.

Hal yang sama berlaku untuk insentif pajak yang ada di dalam PMK-3/2022, yakni:

  1. Pembebasan dari pemungutan PPh Pasal 22 impor (72 Klasifikasi Lapangan Usaha/KLU).
  2. Pengurangan angsuran PPh Pasal 25 (156 KLU) dan PPh final jasa konstruksi (DTP).

Kendati demikian, selain periode pemberian insentif kesehatan, di dalam PMK-113/PMK.03/2022 juga mengatur beberapa pokok perubahan dari aturan sebelumnya, meliputi:

  1. Relaksasi pelaporan faktur pajak pengganti atas faktur pajak tahun 2021 dan 2022 menjadi paling lama 31 Desember 2022 dan 31 Desember 2023.
  2. Penegasan untuk Wajib Pajak memungut PPN terutang jika diperoleh data dan/atau informasi bahwa pemanfaatan fasilitas tidak memenuhi ketentuan.
  3. Penegasan kepada Wajib Pajak untuk hanya dapat memilih memanfaatkan pembebasan dari pengenaan PPN atas vaksin, obat, dan barang lainnya atau memanfaatkan insentif PPN.
  4. Penegasan untuk mengajukan kembali permohonan Surat Keterangan Bebas (SKB) untuk dapat memanfaatkan insentif.

Sementara itu, untuk PMK-114/PMK.03/2022 ketentuan yang berubah dari beleid sebelumnya, yakni Perubahan pihak pelapor realisasi PPh final jasa konstruksi DTP. Bila sebelumnya adalah Nomor SP- 45/2022 pemotong pajak adalah satuan kerja yang melakukan pembayaran dalam pelaksanaan Program Percepatan Peningkatan Tata Guna Air Irigasi (P3-TGAI), sekarang penanggung jawab adalah direktur jenderal sumber daya air, kementerian pekerjaan umum dan perumahan rakyat.

“Perpanjangan insentif ini adalah bentuk keberpihakan pemerintah kepada Wajib Pajak yang terdampak pandemi COVID-19. Pemerintah inginnya dengan dukungan ini pemulihan dan penanganan COVID-19 menjadi lebih cepat,” ujar Neil.

Sebelumnya, Plt. Kepala Pusat Kebijakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Wahyu Utomo memastikan, pemerintah akan tetap berkomitmen memberikan insentif pajak dengan lebih terarah dan terukur.

“Pemberian insentif pajak dapat dikurangi karena hampir seluruh sektor pulih dari pandemi COVID-19. Meski demikian, insentif akan tetap diberikan bagi sektor-sektor tertentu. Insentif perpajakan itu sifatnya kan targeted dan temporary. Tidak boleh diberikan terus-menerus. Karena kalau diberikan terus-menerus, justru itu tidak membuat ekonomi tumbuh lebih efisien,” jelas Wahyu.

Berdasarkan dokumen APBN Kinerja dan Fakta (KiTa) yang dirilis Kemenkeu, realisasi program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) untuk penanganan kesehatan telah mencapai Rp 27,6 triliun atau 23 persen dari pagu Rp 122,54 triliun hingga 17 Juli 2022. Dana itu digunakan untuk perawatan pasien, hingga insentif perpajakan atas vaksin dan alat kesehatan.

Sementara itu, realisasi belanja untuk klaster penguatan ekonomi mencapai Rp 28,8 triliun atau 16,2 persen dari pagu Rp 178,32 triliun. Alokasi itu dipakai untuk program pariwisata, pengembangan teknologi informasi dan komunikasi, dukungan usaha mikro kecil menengah (UMKM), serta pemberian insentif perpajakan.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version