Pajak.com, Jakarta – Pemerintah memutuskan memperpanjang insentif pajak hingga 30 Juni 2021 untuk membantu Wajib Pajak menghadapi dampak pandemi Covid-19. Ketentuan ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 9/PMK.03/2021 tentang Insentif Pajak Untuk Wajib Pajak Terdampak Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dan mulai berlaku pada tanggal 1 Februari 2021. PMK ini sekaligus mengganti PMK-86/PMK.03/2020 jo PMK-110/PMK.03/2020 yang mengatur tentang pemberian insentif pajak hingga 31 Desember 2020.
Ada enam jenis insentif pajak yang diperpanjang hingga 30 Juni 2021, yaitu insentif PPh pasal 21, insentif pajak UMKM, insentif PPh final jasa konstruksi, insentif PPh pasal 22 impor, insentif angsuran PPh pasal 25, dan insentif PPN.
Peneliti Institute for Development of Economic and Finance (INDEF) Ahmad Heri Firdaus mengatakan, dengan diberikannya perpanjangan insentif pajak bagi dunia usaha memiliki kelebihan dan kekurangan.
“Kelebihannya adalah berdampak positif buat dunia usaha, bebannya jadi enggak begitu berat, enggak harus bayar pajak, atau pajaknya ditunda atau dikurangi. Jadi, mereka bisa bertahan dan tetap bisa beroperasi, bisa tetap bisa menyerap tenaga kerja, tetap bisa berproduksi, dan bisa memberikan kontribusi buat perekonomian,” ungkapnya saat diwawancarai Pajak.com, Jumat (05/02).
Sedangkan kekurangannya, insentif ini akan memberikan konsekuensi pada penerimaan pajak, yaitu penerimaannya kurang optimal sehingga defisit terancam sulit turun. “Ke depan insentif ini harus benar-benar efektif karena ini taruhannya adalah penerimaan. Kinerja penerimaan pemerintah ini berpotensi tidak optimal,” tambahnya.
Untuk meningkatkan efektivitas insentif, Heri berpendapat, pemerintah lebih baik memilih sektor yang paling terdampak saat pandemi seperti industri tekstil, otomotif, pengolahan tembakau, karena tidak semua sektor usaha terdampak akibat pandemi. “Seperti contoh kimia farmasi, obat-obatan, industri terkait pangan makanan, dan produk yang saat ini sedang high demand di tengah pandemi. Itu kan kinerjanya malah bagus, artinya yang seperti itu tidak perlu diberi insentif karena pertumbuhan mereka sudah cukup,” jelasnya.
Insentif bagi dunia usaha didominasi bagaimana mendorong ekonomi dari sisi produksi. Heri mengingatkan jika sisi konsumsinya pun perlu diperhatikan pemerintah agar tidak berat sebelah. Sisi konsumsi berupa pemberian insentif sesuai dengan kebutuhan masyarakat berupa bantuan sosial, bantuan langsung atau semacamnya.
“Bantuan itu benar-benar digunakan untuk meningkatkan konsumsi kebutuhan pokok. Artinya kalau ada dorongan di sisi produksi dan sisi konsumsi maka akan lebih efektif untuk memperbaiki perekonomian secara makro,” pungkasnya.
Comments