in ,

Hadapi Kendala Implementasi ”Core Tax”, Asosiasi Pengusaha Berharap Ini ke Pemerintah

Kendala Implementasi ”Core Tax”
FOTO: Aprilia Hariani

Hadapi Kendala Implementasi ”Core Tax”, Asosiasi Pengusaha Berharap Ini ke Pemerintah

Pajak.com, Jakarta – Implementasi core tax sejak 1 Januari 2025 masih dibanjiri kendala teknis. Analis Kebijakan Ekonomi Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Ajib Hamdani menyebutkan ada beberapa hambatan krusial yang ditemui oleh pelaku bisnis, diantaranya kendala pembuatan faktur pajak, beberapa menu/fitur serta saldo deposit yang tiba-tiba hilang, hingga pengalihan layanan ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) yang berpotensi meningkatkan cost of compliance. Untuk itu, APINDO menuntut beberapa wayout ke pemerintah.

Ajib menekankan bahwa pengusaha sejatinya menyambut baik implementasi core tax yang mengusung spirit memberi kemudahan dan efisiensi bagi Wajib Pajak. Namun faktanya sebaliknya, Wajib Pajak harus dihadapkan dengan berbagai kendala teknis yang justru menghambat administrasi perpajakan sehingga berpotensi pada terganggunya aktivitas bisnis.

”Sampai bulan Februari 2025, APINDO mencatat ada lebih dari 100 masalah core tax. Wayout-nya dari kendala itu, membuat kita harus ke KPP yang juga sudah menumpuk antreannya, sehingga kita bisa seharian menyelesaikan administrasi perpajakan. Meskipun kita juga perlu [memberikan] apresiasi ke pegawai KPP yang sangat membantu kami, tapi ini permasalahan effort yang lebih buat Wajib Pajak, bahkan harus sampai lembur. Kondisi-kondisi ini menandakan kalau untuk compliance saja kita menambah biaya,” ungkapnya dalam podcast kolaborasi Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) dan Pajak.com bertajuk ’Coretax: Lanjut atau Berhenti?’ yang dilakukan di Studio Podcast IKPI, Fatmawati, Jakarta Selatan, dikutip Pajak.com (4/2).

Ajib mengkhawatirkan implikasi bertambahnya biaya kepatuhan tersebut terjadi pada usaha mikro kecil dan menengah (UMKM). Untuk itu, ia menuntut adanya jalan keluar yang harus segera diberikan pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pajak (DJP) secara komprehensif dan tidak menambah beban baru bagi pengusaha.

”Dengan timbulnya biaya, beban, denda-denda atau apapun bentuknya karena sebuah kelemahan sistem, pemerintah harus memitigasinya dengan menghapus seluruh beban itu dengan regulasi. Dengan begitu pelaku usaha bisa kembali fokus dengan bisnisnya, membayar dan melaporkan pajaknya dengan benar. Sekali lagi, kami memahami ini konsekuensi masa transisi dari sistem sebelumnya, namun kita harus jujur katakan bahwa pemerintah kurang siap dengan migrasi data yang begitu luar biasa, sistem yang mengakomodir sekitar Rp2.100 triliun,” ujarnya.

Seperti diketahui, regulasi penghapusan denda atau sanksi pembayaran/pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) baru ditetapkan melalui Keputusan Dirjen Pajak KEP-67/PJ/2025 yang berlaku mulai 27 Februari 2025.

Lambatnya respons kebijakan pemerintah ini berpotensi besar menghambat laju bisnis yang berujung fatal pada penurunan penerimaan pajak. Oleh karena itu, Ajib berharap, pemerintah harus mendengar suara pengusaha dalam mendesain peraturan maupun kebijakan perpajakan.

”Kami pengusaha menjadi pengguna core tax, pembayar pajak. Kalau kita bicara membayar PPh [Pajak Penghasilan], berarti kami para pembayar pajak langsung. Kalau [pajak] tidak langsung berarti para pembayar PPN [Pajak Pertambahan Nilai]. Artinya, pengusaha ini partner dari pemerintah—pengusaha membantu memungut, menghitung, dan menyetorkan ke pemerintah. Ingat, kontribusi PPN tidak kurang dari Rp800 triliun per tahun, bahkan tahun ini target kita [PPN] bisa lebih dari Rp900 triliun,” ungkap Ajib.

Dengan demikian, ia menyimpulkan dua jalan keluar utama yang harus dilakukan pemerintah untuk cepat tanggap mengatasi permasalahan core tax, yaitu memasifkan edukasi dan regulasi. Menurut Ajib, hal itu dapat optimal diwujudkan pemerintah dengan menggandeng seluruh pemangku kepentingan, baik pengusaha/Wajib Pajak maupun IKPI.

Baca Juga  Melalui ”Podcast”, IKPI dan Pajak.com Perkuat Kolaborasi Tingkatkan Literasi Perpajakan

Harapan Konsultan Pajak  

Hal senada juga diungkapkan oleh Ketua Departemen Penelitian dan Pengkajian Kebijakan Fiskal IKPI Pino Siddharta. Ia memastikan dukungan IKPI pada core tax yang bertujuan untuk mensimplifikasi administrasi perpajakan sehingga mampu menurunkan cost of compliance dan keadilan. Namun, IKPI juga mengkritisi kendala teknis core tax yang justru menimbulkan kerumitan bagi Wajib Pajak.

”Seharusnya implementasi core tax ada sosialisasi bertahap yang cukup. Kalau kita melihat implementasi e-Faktur, dulu ada namanya masa transisi, di mana e-Faktur hanya Wajib Pajak tertentu, setelah berhasil baru ditingkatkan ke Wajib Pajak Jawa – Bali, lalu ditingkatkan kepada Wajib Pajak di luar Jawa – Bali. Semua dilakukan bertahap dan terbukti lancar. Berbeda dengan core tax, kurang sosialisasi dan langsung diberlakukan secara nasional,” ungkap Pino.

Sosialisasi ini bukan hanya berkutat dengan tutorial penggunaan core tax, melainkan penerapan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 81 Tahun tentang Ketentuan Perpajakan dalam rangka Pelaksanaan Sistem Inti Administrasi Perpajakan. Pino mengungkapkan bahwa PMK ini menetapkan perubahan administrasi perpajakan melalui core tax yang jauh berbeda dibandingkan dengan sistem sebelumnya.

”Kalau dulu membuat faktur pajak, yang muncul pasti nama direktur PIC [person in charge]. Sedangkan, di core tax, dia akan mengikuti pihak yang diberikan kuasa atau impersonate. Ini merupakan barang baru, Wajib Pajak termasuk konsultan pajak kebingungan, bukan hanya soal definisi tapi juga konsekuensi yang akan terjadi bagi pihak-pihak yang diberikan impersonate atau yang memberikan impersonate. Akibat hukumnya belum diperhatikan, tegas Pino.

Persyaratan bagi PIC dan impersonate yang kurang disosialisasikan juga akan membuat faktur pajak cacat sehingga berujung pada sengketa pajak. IKPI menuntut adanya timbal balik edukasi dan regulasi yang jelas.

Simak obrolan lengkapnya dalam podcast yang diselenggarakan oleh Pengurus Pusat IKPI bekerja sama dengan Pajak.com, didukung oleh Taxco Solution, dengan narasumber Analis Kebijakan Ekonomi APINDO Ajib Hamdani dan Ketua Departemen Penelitian dan Pengkajian Kebijakan Fiskal IKPI Pino Siddharta berikut ini https://www.youtube.com/watch?v=GMJFVanbKOM.

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *