Menu
in ,

Fasilitas dan Perubahan Tarif PPh Gerus Penerimaan Pajak

Fasilitas dan Perubahan Tarif PPh

FOTO: IST

Pajak.com, Jakarta – Dirjen Pajak Suryo Utomo mengungkapkan, aturan mengenai Pajak Penghasilan (PPh) dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) menggerus kinerja penerimaan pajak sekitar Rp 33,87 miliar hingga April 2022. Hal itu terjadi karena sebagian besar aturan PPh terbaru berkaitan dengan fasilitas pajak bagi Wajib Pajak badan dan lapis tarif yang menurun untuk Wajib Pajak orang pribadi.

Sekilas mengulas, berapa tarif PPh badan? Berdasarkan UU HPP, tarif PPh badan masih tetap dengan ketentuan sebelumnya, yakni sebesar 22 persen. Di sisi lain, pemerintah memberikan pelbagai insentif untuk Wajib Pajak badan. Pada UU HPP, diberikan pengurangan tarif bagi Wajib Pajak go public menjadi lebih rendah 3 persen, bila memenuhi persyaratan, antara lain 40 persen penjualan saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) dan persyaratan lain sebagaimana diatur dalam peraturan pemerintah. Bagi Wajib Pajak orang pribadi, terdapat batasan yang diperluas, yakni tarif PPh sebesar 5 persen atas Penghasilan Kena Pajak (PKP) hingga Rp 60 juta dari sebelumnya hingga Rp 50 juta.

“Mayoritas pengaturan pada UU HPP pada PPh adalah fasilitas pajak. Sebagian besar dampaknya terlihat pada 2023. Yang sudah terlihat tahun 2022, antara lain perubahan lapisan PKP yang diestimasikan sekitar minus Rp 33,87 miliar. Tarif PPh korporasi yang tidak jadi turun memberikan dampak secara langsung, termasuk juga karena ada lapisan tarif (PPh orang pribadi) yang berubah,” ungkap Suryo dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dengan Eselon I Kementerian Keuangan (Kemenkeu), di Gedung Parlemen DPR, yang juga disiarkan secara virtual, dikutip Pajak.com (15/6).

Dalam kesempatan yang sama, Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal menyebutkan, fasilitas yang berdampak terhadap kinerja penerimaan pajak, antara lain fasilitas omzet tidak kena pajak senilai Rp 500 juta untuk Wajib Pajak orang pribadi usaha mikro kecil menengah (UMKM).

Kendati demikian, terdapat beberapa klausul PPh dalam UU HPP yang berpotensi meningkatkan penerimaan pajak, diantaranya pengenaan pajak atas natura dan kenikmatan, serta pengenaan PPh sebesar 35 persen bagi Wajib Pajak orang pribadi atas PKP lebih dari Rp 5 miliar.

“Natura itu baru akan terasa pada tahun depan. Kalau PPh, kan, sebenarnya berlaku pada tahun pajak 2022. Kalau tahun pajak 2022, maka SPT (Surat Pemberitahuan) tahunan-nya tahun 2023,” tambah Yon.

Sebelumnya, Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menegaskan, kebijakan PPh dalam UU HPP dipastikan telah berpihak kepada masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah.

“Untuk sisi pajak penghasilan ini, kita memang ingin berpihak kepada masyarakat berpenghasilan yang lebih rendah. Tarif PPh orang pribadi sebesar 5 persen berlaku untuk lapisan penghasilan kena pajak senilai Rp 0 hingga Rp 60 juta, bukan hingga Rp 50 juta seperti yang berlaku sebelumnya. Sementara, UU HPP juga menetapkan lapisan penghasilan kena pajak baru, tarif PPh 35 persen untuk Wajib Pajak yang penghasilannya di atas Rp 5 miliar. Artinya, dalam UU HPP, terdapat perubahan tarif dan bracket PPh orang pribadi agar lebih mencerminkan keadilan,” jelas Suahasil.

Dengan demikian, perubahan tarif PPh orang pribadi ini dilakukan untuk melindungi masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah, sekaligus memberikan kesempatan kepada masyarakat berpenghasilan tinggi untuk berkontribusi lebih.

“Dengan cara seperti ini, yang miskin, yang penghasilannya lebih rendah, bayar pajak lebih rendah. Yang memang kaya dan berkemampuan akan bayar pajak lebih tinggi, bahkan sampai dengan bracket tarif pajak Rp 5 miliar ke atas,” ujar Suahasil.

Ia menambahkan, secara umum UU HPP dirancang untuk mendorong sistem perpajakan yang adil, sehat, efektif, dan akuntabel.

“Sistem perpajakan itu harus netral, harus efisien, harus stabil, memberikan kepastian, harus sederhana, harus efektif dan fleksibel. Artinya, yang kaya bayar lebih banyak daripada yang kurang kaya. Yang miskin, ya harusnya malah enggak bayar. Kita kasih bantuan yang sehat, yang efektif, dan bertanggung jawab,” tambah Suahasil.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version