Menu
in ,

Empat Tingkatan Pengembangan CRM dan BI di DJP

Pengembangan CRM dan BI

FOTO: IST

Pajak.com, Jakarta – Direktur Data dan Informasi Perpajakan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Dasto Ledyanto menuturkan, pengembangan Compliance Risk Management (CRM) dan Business Intelligence (BI) merupakan sistem yang sangat diperlukan untuk menjawab kompleksitas kebutuhan DJP sekaligus demi meningkatkan kepatuhan dan layanan kepada Wajib Pajak. Saat ini DJP telah mengembangkan CRM untuk berbagai fungsi, meliputi ekstensifikasi, pengawasan dan pemeriksaan, penagihan, transfer pricing, edukasi perpajakan, penilaian, penegakan hukum, pelayanan, dan keberatan. DJP pun telah melewati empat tingkatan dalam pengembangan CRM dan BI.

Sekilas mengulas, apa itu CRM? Berdasarkan Surat Edaran (SE) Dirjen Pajak Nomor SE-24/PJ/2019, CRM sebagai proses pengelolaan risiko kepatuhan Wajib Pajak secara menyeluruh yang mencakup identifikasi, pemetaan, dan mitigasi atas risiko kepatuhan Wajib Pajak serta evaluasinya. Apa itu BI? BI merupakan teknik yang menggabungkan arsitektur, perangkat teknologi informasi, dan basis data untuk pengumpulan, penyimpanan, pengelolaan data, dan manajemen pengetahuan dengan perangkat analisis data dalam rangka penyajian informasi yang bermanfaat bagi perencana dan pengambil keputusan.

“Pengembangan CRM dan BI dilakukan sejalan dengan perkembangan teknologi dan informasi. Tantangannya, tentu kebutuhan yang sangat kompleks. Bagaimana kita menyederhanakan kebutuhan itu, tapi goals tetap dapat tercapai dan terukur,” kata Dasto dalam acara bertajuk Bedah Buku CRM BI-Langkah Awal Menuju Data Driven Organization, yang digelar secara virtual, pada (28/7).

Ia memastikan, pengembangan CRM dan BI bertujuan agar DJP dapat menjadi data driven organization. Namun, untuk mencapai tujuan itu, DJP perlu melalui beberapa fase, karena pengelolaan big data analytics secara teoritis memiliki empat tingkatan.

Pertama, bersifat deskriptif. Pada fase awal ini, DJP melaluinya dengan membentuk dashboard yang memuat data-data dasar, seperti realisasi penerimaan. Kedua, ada tingkatan yang sifatnya diagnostik. Pada fase ini data dan informasi sudah dapat diolah dan dilakukan pengujian secara dini, misalnya atas kepatuhan Wajib Pajak lantaran Indonesia menganut sistem self assessment. Dasto menyebutkan, fase ini juga memerlukan data lain untuk disandingkan. Adapun data yang dimiliki DJP, seperti Surat Pemberitahuan (SPT) tahunan; bukti potong; faktur pajak; hingga data yang diperoleh dari Instansi, Lembaga, Asosiasi, dan Pihak lain (ILAP).

Ketiga, pengelolaan big data analytics bersifat prediktif yang sudah berjalan dalam dua hingga tiga terakhir. Pada fase ini DJP dapat merumuskan secara business intelligence, salah satunya kemampuan membayar atau ability to pay Wajib Pajak. 

Empat, bersifat preskriptif. Dasto menyebut, DJP telah berada pada fase ini karena sudah memiliki CRM dan BI untuk menentukan perlakuan yang tepat kepada setiap Wajib Pajak.

“CRM dan BI sudah dapat menjalankan fungsi untuk prediktif dan preskriptif, sebagai posisi data analytics yang tertinggi. Dengan teknologi ini, DJP dapat memberikan perlakuan atau treatment kepada Wajib Pajak secara berbeda-beda, sesuai dengan profil kepatuhannya. Kalau nanti ini (selesai dikembangkan), mudah-mudahan lebih fokus dan bisa memberikan treatment yang pas kepada Wajib Pajak kita,” harapnya.

Dasto menegaskan, DJP tetap perlu mengembangkan CRM dan BI secara berkelanjutan, senada seperti yang dilakukan banyak negara-negara lain. Di sisi lain, pengembangan sebuah CRM memang memerlukan waktu yang panjang.

Dalam kesempatan yang sama, Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal juga mengatakan, saat ini CRM dan BI sudah dapat memberikan hasil analisis preskriptif, sehingga hanya Wajib Pajak yang tidak patuh saja yang diperiksa oleh DJP.

“Kita semua memahami tidak ada yang happy kalau diperiksa. Semakin kita mature sistemnya, akan dilihat orang yang kira-kira tidak patuh atau ingin tidak patuh itu yang menjadi objek pengawasan dan pemeriksaan. Kalau yang patuh, kami tidak akan periksa. Paling penting lagi, CRM dan BI juga mengurangi jangka waktu pemeriksaan. Wajib Pajak mendapatkan kepastian hukum yang lebih cepat. Tidak ada juga orang yang betah diperiksa satu tahun tidak selesai-selesai,” ungkap Yon.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version