in ,

DJP: Realisasi Restitusi Pajak Dipercepat Capai Rp 8,29 T

DJP: Realisasi Restitusi Pajak
FOTO: P2Humas DJP

DJP: Realisasi Restitusi Pajak Dipercepat Capai Rp 8,29 T

Pajak.com, Jakarta – Direktur Potensi, Kepatuhan, dan Penerimaan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Ihsan Priyawibawa menyebutkan, realisasi fasilitas restitusi PPN dipercepat telah mencapai Rp 8,29 triliun.

Fasilitas restitusi pajak dipercepat ini diberikan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 209 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39/PMK.03/2018 tentang Tata Cara Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak

Sekilas mengulas, apa itu restitusi pajak dipercepat? Restitusi pajak dipercepat merupakan pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang dilakukan tanpa pemeriksaan, melainkan hanya dengan penelitian saja. Untuk itu, prosesnya relatif lebih cepat dibandingkan dengan proses pemberian restitusi pajak pada umumnya.

Dalam restitusi pajak dipercepat ini produk hukum yang diterbitkan oleh DJP adalah berupa keputusan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak (SKPPKP). Berbeda dengan hasil pemeriksaan yang produknya berupa ketetapan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB).

Berdasarkan Pasal 17C Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), fasilitas restitusi pajak dipercepat diberikan kepada Wajib Pajak yang tepat waktu menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) tahunan; tidak mempunyai tunggakan pajak; laporan keuangannya telah diaudit dan mendapat opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) selama tiga tahun berturut-turut; dan tidak pernah dipidana di bidang perpajakan dalam kurun lima tahun terakhir.

Baca Juga  Cara Simpel Hitung Pajak atas THR

Kemudian, berdasarkan PMK Nomor 209 Tahun 2021, batas atas restitusi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dipercepat dinaikkan dari awalnya sebesar Rp 1 miliar menjadi Rp 5 miliar. Pemerintah merevisi fasilitas restitusi PPN dipercepat untuk membantu likuiditas Wajib Pajak, sehingga uang dari restitusi itu dapat dimanfaatkan oleh pelaku usaha untuk mengembangkan kegiatan usaha dan mendorong pertumbuhan ekonomi.

“Fasilitas restitusi PPN dipercepat ini banyak dimanfaatkan oleh eksportir dari sektor manufaktur dan pertambangan. Hingga Agustus 2022, realisasi restitusi pajak dipercepat di sektor manufaktur (pengolahan) naik 14 persen dan restitusi di sektor pertambangan naik 3 persen, yang bikin (restitusi) naik sebenarnya restitusi dipercepatnya, kalau restitusi yang normal sebetulnya tidak,” ungkap Ihsan dalam Media Briefing DJP, di Kantor Pusat DJP yang juga disiarkan secara virtual, dikutip Pajak.com (7/10).

Pada kesempatan yang sama, Dirjen Pajak Suryo Utomo menjelaskan, kenaikan restitusi pajak dari kedua sektor itu disebabkan oleh tingginya ekspor. Mengingat tarif PPN yang dikenakan atas ekspor Barang Kena Pajak (BKP) berwujud sebesar 0 persen, sehingga eksportir berhak mengkreditkan seluruh pajak masukan yang terkait dengan BKP itu.

“Pertanyaan yang menarik, kenapa sektor yang tumbuh itu restitusinya juga banyak. Harusnya kalau lagi bagus enggak restitusi dong? Kalau kita bicara PPN dan barang itu dijual ke luar negeri, pasti munculnya restitusi. Apalagi yang dijual tambah banyak, beberapa industri pengolahan itu ekspor. Untuk tahun 2022 ini jualannya bertambah, PPN impornya lebih tinggi. Karena hukum PPN, barang keluar pabean Indonesia, tarif pajaknya 0 persen,” jelas Suryo.

Baca Juga  Ketahui Ketentuan Kedaluwarsa Penagihan Pajak

Sementara itu, Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal menambahkan, kerap kali restitusi meningkat pada bulan-bulan tertentu karena adanya penyelesaian pemeriksaan dan penerbitan Surat Ketetapan Pajak (SKP) secara bersamaan.

“Bahwa dalam kondisi usaha berkembang atau industri berkembang, otomatis pajak inputnya juga masuk, dan restitusinya akan meningkat. Tapi meski restitusi naik, pertumbuhan restitusi pada kedua sektor tersebut (pertambangan dan pengolahan) masih lebih rendah bila dibandingkan dengan pertumbuhan setoran pajaknya secara bruto. Secara umum kami melihatnya masih normal. Kita lihat, jumlah restitusi (sektor) pertambangan sekitar 3 persen dan 14 persen di sektor pengolahan,” ungkap Yon.

Kendati demikian, ia memastikan, DJP akan tetap mengantisipasi bila ada restitusi pajak yang tidak normal. Tren restitusi pajak akan dievaluasi oleh pemerintah setiap 3 bulan atau 6 bulan sekali.

DJP mencatat, kinerja pajak sektor pertambangan sebesar 233,8 persen dan berkontribusi sebesar 8,9 persen pada periode Januari hingga Agustus 2022. Secara rinci, penerimaan pajak sektor pertambangan batu bara dan lignit mencapai Rp 53,63 triliun, porsinya setara dengan 57,8 persen dari penerimaan sektoral.

Baca Juga  Akuntan Pajak: Arsitek Keuangan dan Penguat “Self-Assessment”

Subsektor pertambangan bijih logam mencatatkan penerimaan pajak Rp 24,28 triliun atau berkontibusi 26,2 persen, tumbuh hingga 387,9 persen secara tahunan. Kemudian, Subsektor lainnya pun mencatatkan pemulihan kinerja, seperti jasa pertambangan yang memperoleh Rp 8,3 triliun atau tumbuh 81,2 persen.

Sementara, kinerja sektor pengolahan sebesar 49,4 persen atau berkontribusi sebesar 29,7 persen terhadap penerimaan pajak. Adapun realisasi penerimaan pajak hingga Agustus 2022 sebesar Rp 1.171,8 triliun atau mencapai 78,9 persen dari target. Kinerja penerimaan pajak ini tumbuh 58,1 persen dibandingkan periode yang sama di tahun lalu.

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *