Menu
in ,

Dirjen Pajak: Perbankan Sesuaikan NIK sebagai NPWP

Dirjen Pajak: Perbankan Sesuaikan NIK sebagai NPWP

FOTO: IST

Pajak.com, Jakarta – Dirjen Pajak Suryo Utomo meminta kepada sektor perbankan untuk segera melakukan penyesuaian sistem administrasi perpajakan melalui penggunaan Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Hal ini perlu dipersiapkan sebelum pembaruan sistem inti administrasi perpajakan (PSIAP) atau core tax administration system (core tax) resmi digunakan dan dioperasikan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) pada tahun 2023. Penggunaan NIK sebagai NPWP juga merupakan amanah Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

“Request kami pak dan bu, tolong disesuaikan sistem administrasi perbankan  sebelum Juni 2023. Undang-undang menetapkan identifier-nya adalah NIK untuk NPWP orang pribadi. Oleh karena pembayaran ada di merah (bank), maka common identifier harus tersinkronisasi di merah ini,” kata Suryo dalam Sosialisasi Dampak Perubahan NPWP 16 Digit Bagi Sektor Perbankan, yang disiarkan secara virtual, (13/1).

Ia menjelaskan, terdapat empat pilar dalam sistem perpajakan, yaitu pendaftaran, pembayaran, pelaporan, dan pengawasan. Dalam menjalankan sistem pembayaran, sistem administrasi DJP sangat terhubung dengan sistem administrasi yang dijalankan perbankan. Artinya, suatu sistem pembayaran tidak bisa berdiri sendiri. Sistem pembayaran memiliki kaitan erat dengan sistem pendaftaran guna mengidentifikasi identitas dari Wajib Pajak.

“Oleh karena itu, untuk mendukung sistem pembayaran yang lebih baik, pemerintah sedang berupaya untuk memanfaatkan NIK sebagai common identifier. Dengan adanya common identifier yang terstandar, data, dan informasi akan lebih mudah diagregasi,” kata Suryo.

Ia memastikan, DJP akan menerapkan core tax mulai tahun 2023 mendatang. Nantinya, sistem baru ini tidak lagi dilakukan secara bertahap melalui banyak fase implementasi dan penyesuaian. DJP ingin semua sistem sudah dapat dioperasikan dan saling terkoneksi paling lambat pada akhir Juni 2023. Sehingga diharapkan core tax dapat berjalan secara komprehensif dan sempurna pada Oktober 2023.

“Sudah bukan lagi penyesuaian pada 2023 Oktober, tapi betul-betul kita start karena kami akan jalankan rolling out secara bersamaan. Tidak lagi piloting,” jelas Suryo.

Ia menjelaskan, core tax merupakan sistem yang akan memperbaiki proses bisnis DJP, utamanya dalam aspek pembayaran pajak. Sebagaimana yang sering disampaikan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, membayar pajak harus semudah membeli pulsa.

“Walau membeli pulsa dan membayar pajak itu beda. Kalau pulsa kita beli Rp 100 ribu dapat pulsa selesai, pulsa kita pakai. Kalau membayar pajak kita bicara tahun pajak, bulan pajak,” kata Suryo.

Selain aspek pembayaran, proses bisnis yang akan diotomatisasi, yaitu pendaftaran Wajib Pajak, pemrosesan surat pemberitahuan dan dokumen perpajakan lainnya, dukungan pemeriksaan dan penagihan, hingga fungsi taxpayer accounting. Ketentuan lebih rinci tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 40 Tahun 2018.

DJP menekankan betapa krusialnya pengembangan core tax. Sebab sistem teknologi informasi yang dimiliki otoritas, yakni SIDJP, tidak bisa mengakomodir seluruh kebutuhan. SIDJP belum mendukung proses bisnis pemeriksaan, penagihan, serta fungsi sistem akuntansi yang terintegrasi (taxpayer account management). Pada saat yang bersamaan, SIDJP harus mampu menangani 1 juta pencatatan per hari, sekitar 17,4 juta surat pemberitahuan (SPT) tahunan, data dan informasi dari pihak ketiga, serta pertukaran data dari yurisdiksi/negara.

Dengan demikian, ada empat tujuan pengembangan core tax. Pertama, mewujudkan institusi perpajakan yang kuat, kredibel, dan akuntabel yang mempunyai proses bisnis yang efektif dan efisien. Kedua, membangun sinergi yang optimal antar lembaga. Ketiga, meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak. Keempat, meningkatkan penerimaan negara.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version