Menu
in ,

Pemerintah Naikkan Batas Restitusi Pajak Jadi Rp 5 M

Pemerintah Naikkan Batas Restitusi Pajak Jadi Rp 5 M

FOTO: IST

Pajak.com, Jakarta – Pemerintah menaikkan batas pendahuluan lebih bayar atau restitusi pajak pertambahan nilai (PPN) bagi pengusaha kena pajak (PKP) menjadi Rp 5 miliar. Sebelumnya, batas pengembalian pendahuluan restitusi PPN ditetapkan sebesar Rp 1 miliar. Perubahan ketentuan itu tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 209/PMK.03/2021 tentang Perubahan Kedua atas PMK- 39/PMK.03/2018 tentang Tata Cara Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak. PMK ini berlaku mulai 1 Januari 2022.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak  (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Neilmaldrin Noor mengatakan latar belakang penyesuaian batas restitusi PPN adalah untuk membantu likuiditas keuangan Wajib Pajak.

“Dengan penyesuaian jumlah batasan tersebut menjadi Rp 5 miliar, maka lebih banyak pelaku usaha yang mendapat layanan ini. Kas dari restitusi dapat digunakan kembali oleh pelaku usaha untuk mengembangkan usahanya, sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi nasional,” kata pria yang karib dipanggil Neil ini, melalui keterangan tertulis yang diterima Pajak.com(13/1).

Ia menjelaskan, dalam PMK yang diundangkan pada tanggal 30 Desember 2021 itu, pemerintah telah menetapkan syarat bagi Wajib Pajak, yaitu harus menyampaikan laporan keuangan dalam suatu tahun pajak yang sudah diaudit oleh akuntan publik atau lembaga pengawas keuangan pemerintah dan memperoleh pendapat wajar tanpa pengecualian (WTP). Secara lebih rinci, ketetapan ini tertuang dalam Pasal 6 ayat (3) huruf e PMK Nomor 209 Tahun 2021.

Selain itu, terdapat syarat umum lainnya bagi Wajib Pajak. Pertama, Wajib Pajak tidak terlambat menyampaikan surat pemberitahuan (SPT) masa dalam dua masa pajak berturut-turut. Kedua, Wajib Pajak tidak terlambat menyampaikan SPT masa untuk suatu jenis pajak dalam tiga tahun kalender. Ketiga, Wajib Pajak tidak sedang dilakukan pemeriksaan bukti permulaan secara terbuka atau tindakan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan.

Kemudian, DJP akan menilai dan menidaklanjuti permohonan restutusi dari Wajib Pajak melalui proses penelitian terhadap kebenaran penulisan dan perhitungan pajak, bukti pemotongan atau bukti pemungutan pajak penghasilan (PPh) yang dikreditkan Wajib Pajak, serta pajak masukan yang dikreditkan dan/atau dibayar sendiri oleh Wajib Pajak pemohon.

“Apabila ketentuan itu tidak dipenuhi, Wajib Pajak tidak diberikan pengembalian pendahuluan dan dicabut keputusan penetapan sebagai Wajib Pajak kriteria tertentunya. Hal tersebut dilakukan untuk memberikan kepastian hukum dan keadilan kepada Wajib Pajak dalam melaksanakan administrasi perpajakannya,” jelas Neil.

Dengan demikian, pelayanan perpajakan akan menjadi setara, baik dalam proses penetapan maupun pencabutan sebagai Wajib Pajak kriteria tertentu.

“Penyesuaian kebijakan ini untuk menjamin kepatuhan Wajib Pajak kriteria tertentu dan menjamin bahwa Wajib Pajak memiliki kriteria yang layak selama mendapatkan layanan khusus berupa pengembalian pendahuluan tersebut,” tambah Neil.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version