in ,

Beli Pulsa Kena PPN 12 Persen? Ini Penjelasan DJP

Pulsa Kena PPN 12 Persen
FOTO: Ilustrasi DANA

Beli Pulsa Kena PPN 12 Persen? Ini Penjelasan DJP  

Pajak.com, Jakarta – Pemerintah telah mengumumkan pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen untuk barang dan jasa premium mulai 1 Januari 2025. Di sisi lain, pengenaan PPN telah dikenakan pada barang dan jasa berdasarkan regulasi yang berlaku, termasuk atas transaksi penjualan pulsa. Dengan demikian, apakah membeli pulsa kena PPN 12 persen? Simak penjelasan Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat (P2Humas) Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Dwi Astuti berikut ini.

”Atas transaksi penjualan pulsa, kartu perdana, token, dan voucer, selama ini sudah dipungut PPN. (Ketentuan ini) sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri Keuangan Nomor (PMK) Nomor 6/PMK.03/2021 tentang Penghitungan dan Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai serta Pajak Penghasilan atas Penyerahan/Penghasilan Sehubungan dengan Penjualan Pulsa, Kartu Perdana, Token, dan Voucer,” jelas Dwi dalam keterangan tertulis yang diterima Pajak.com(23/12).

Baca Juga  Bea Cukai Bongkar Penyalahgunaan Pendaftaran IMEI iPhone, Ini Modusnya

Dengan demikian, ia menegaskan bahwa atas penjualan pulsa, kartu perdana, token, dan voucher bukan merupakan objek pajak baru.

Hal senada juga berlaku atas uang elektronik dan dompet digital (ewallet). Jasa atas transaksi uang elektronik dan dompet digital selama ini telah dikenakan PPN sesuai ketentuan PMK Nomor 69/PMK.03/2022 tentang Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai atas Penyelenggaraan Teknologi Finansial.

”Namun, yang menjadi dasar pengenaan pajaknya bukan nilai pengisian uang (top up), saldo (balance), atau nilai transaksi jual beli melainkan atas jasa layanan penggunaan uang elektronik atau dompet digital tersebut. Artinya, jasa layanan uang elektronik dan dompet digital bukan merupakan objek pajak baru,” jelas Dwi.

Baca Juga  Ini Penjelasan Soal Pajak Barang dan Jasa Tertentu atas Makanan dan Minuman!

Ia pun memberikan contoh sebagai berikut:

  • Zain mengisi ulang (top up) uang elektronik sebesar Rp 1.000.000. Biaya top up, misalnya Rp 1.500, maka PPN dihitung 11 % x Rp 1.500 = Rp 165; dan
  • Dengan kenaikan PPN menjadi 12 persen, maka PPN dihitung menjadi 12% x Rp 1.500 = Rp 180. Jadi, kenaikannya PPN 1 persen, maka menambah beban pajak sebesar Rp 15 (Rp 180 – Rp 165).

Di sisi lain, Dwi memastikan barang dan jasa yang merupakan kebutuhan pokok masyarakat, tetap diberikan fasilitas pembebasan PPN atau PPN dengan tarif 0 persen. Barang dan jasa yang dikecualikan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) tersebut, meliputi:

  • Barang kebutuhan pokok berupa beras, gabah, jagung, sagu, kedelai, garam, daging, telur, susu, buah-buahan, dan sayur-sayuran;
  • Jasa pelayanan kesehatan medis, pelayanan sosial, keuangan, asuransi, pendidikan, angkutan umum di darat dan di air, tenaga kerja serta jasa persewaan rumah susun umum dan rumah umum; dan
  • Barang lainnya, misalnya buku, kitab suci, vaksin polio, rumah sederhana, rusunami, listrik, dan air minum.

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *