Menu
in ,

Begini Saran Eks Menkeu Mengenai PPN Jasa Pendidikan

Pajak.com, Jakarta – Eks Menteri Keuangan (Menkeu) Fuad Bawazier menegaskan, pemerintah tidak boleh menghimpun pajak (PPN) dari penyelenggara jasa pendidikan yang memiliki visi peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM). Namun, demi memastikan penyelenggara itu tidak komersial, Fuad menyarankan pemerintah dapat mengambil kebijakan seperti yang ditetapkannya tahun 1998, yaitu kalaupun sekolah mendapat keuntungan maka harus dipakai kembali untuk peningkatan mutu pendidikan dalam jangka waktu empat tahun.

“Kalau dalam empat tahun mereka tidak memakai kelebihan (keuntungan) itu untuk meningkatkan jasa pendidikan, wah berarti ini komersial. Kalau zaman saya seperti itu. Intinya, usulan pengenaan PPN (pajak pertambahan nilai) ini jangan sampai ada benturan. Ingat, kalau bikin undang-undang nanti implementasinya di masyarakat harus mulus, tidak ada penolakan kepada pemerintah,” jelas Fuad dalam program Indonesia Business Forum bertajuk Pendidikan Zaman Now, Sekolah Bakal Dipajaki, pada (16/9).

Seperti diketahui, usulan pengenaan PPN atas jasa pendidikan sebesar 7 persen saat ini telah masuk dalam Rancangan Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP) dan sedang dalam proses pembahasan bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

“Setelah pemerintah berdiskusi dengan masyarakat, nampaknya akan ada perubahan atas usulan itu. Tapi sebelumnya, seolah-olah PPN itu untuk seluruh jasa pendidikan. Saya menyarankan, ayat yang harus dirumuskan DPR begini, jasa pendidikan tidak dikenakan, kecuali yang nyata-nyata bermotif komersial. Nanti tinggal diatur yang motif komersial itu seperti apa—ditentukan oleh yang mengayomi pendidikan, kalau SD sampai SMP kabupaten, SMA sama pemerintah provinsi, kalau perguruan tinggi oleh Kemenristek (Kementerian Riset dan Teknologi),” kata Fuad.

Dengan demikian, menurut Dirjen Pajak periode 1998 ini, pemerintah jangan langsung mematok PPN untuk jasa pendidikan yang dinilai mahal, terutama sekolah-sekolah berstandar internasional. Sebab sekolah ini justru membantu pemerintah dalam meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Mengingat keterbatasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk memberikan infrastruktur standar internasional di seluruh tanah air.

“Orang mau bayar mahal karena memang ingin mendapat kualitas. Sekolah (internasional) itu di Indonesia bisa meningkatkan investasi juga,” kata Fuad.

Di kesempatan yang sama, Staf Khusus Menteri Keuangan (Stafsus Menkeu) Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo mengapresiasi usulan itu. Pras memastikan, pengenaan PPN 7 persen atas jasa pendidikan akan menjunjung tinggi asas keadilan dan direncanakan berlaku setelah pandemi COVID-19.

“Saat ini kita tidak membicarakan lagi bagaimana menaikan pajak, apalagi memajaki jasa pendidikan. Memang betul saat ini sedang dibahas RUU KUP bersama DPR, tetapi fokusnya adalah menyiapkan landasan pendidikan yang lebih adil dan menyiapkan administrasinya untuk diterapkan pascapandemi,” kata Pras.

Pemerintah juga memastikan akan selalu mendukung lembaga pendidikan. Oleh sebab itu, RUU KUP ini akan disusun secara hati-hati dan menerima segala masukan dari seluruh elemen masyarakat.

“Kepada masyarakat, dipastikan tidak akan ada beban tambahan (untuk jasa pendidikan). Kita ini akan selektif, bukan pajak sebagai penerimaan, tapi sebagai afirmasi supaya visi nirlaba, visi kemanusiaan itu betul-betul menjadi prinsip penyelenggaraan pendidikan nasional kita,” jelas Pras.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version