in ,

Aturan Pelaksana Pajak Natura Rencana Terbit Juni

Aturan Pelaksana Pajak Natura
FOTO: Aprilia Hariani

Aturan Pelaksana Pajak Natura Rencana Terbit Juni

Pajak.com, Jakarta – Direktur Peraturan Perpajakan I Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Hestu Yoga Saksama mengungkapkan, aturan pelaksana mengenai pajak natura dan/atau kenikmatan direncanakan akan terbit pada Juni 2023. Menurut Hestu, saat ini regulasi tersebut sudah dalam tahap finalisasi dan selanjutnya diharmonisasikan di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham).

“Kita tinggal harmonisasikan di Kemenkumham. Mudah-mudahan dalam satu bulan ke depan (Juni 2023) sudah selesai. Tinggal ditunggu saja mudah-mudahan sebulan ke depan sudah bisa kita terbitkan,” ungkapnya dalam Media Briefing, di Kantor Pusat DJP, (11/5).

Seperti diketahui, pajak natura dan/atau kenikmatan telah diatur dalam Undang Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Dalam regulasi ini natura dan/atau kenikmatan tertentu dikenakan sebagai objek Pajak Penghasilan (PPh). Namun, pemerintah belum menerbitkan aturan pelaksananya sehingga belum dapat diberlakukan.

Baca Juga  Cara Mudah Lacak Barang Kiriman Melalui Bea Cukai

Pada kesempatan yang sama, Dirjen Pajak Suryo Utomo menjelaskan, natura dan/atau kenikmatan dapat dibiayakan sepanjang mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan bagi pemberi kerja dan merupakan objek PPh bagi pegawai dan penerima.

“Nantinya, ada batasan enggak? Ya nanti secara spesifik pasti akan kita atur. Jadi, yang basic pasti enggak (seperti) alat kerja, pasti enggak. Seperti laptop, yang teman-teman (wartawan) pakai (dari kantor), tidak (tidak dikenakan pajak natura). Jadi, ada semacam batasan. Ukurannya konteks menjadi titik cerita dalam menentukan bagi si penerima tapi esensi pentingnya jenisnya sudah jelas. Ditunggu lah nanti kalau sudah kelihatan hilalnya (aturan pelaksana sudah terbit), akan segera disampaikan,” kata Suryo.

Merujuk Pasal 6 ayat (1) UU HPP, terdapat lima jenis natura dan/atau kenikmatan yang tidak menjadi objek pajak, yaitu penyediaan makanan/minuman bagi seluruh pegawai, natura dan/atau kenikmatan di daerah tertentu, natura dan/atau kenikmatan karena keharusan pekerjaan (contohnya alat keselamatan kerja atau seragam), natura dan/atau kenikmatan yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), serta natura dan/atau kenikmatan dengan jenis dan batasan tertentu.

Baca Juga  DJP dan Australia Sepakat Tingkatkan Deteksi Potensi Kewajiban Pajak Kripto

Kemudian, berdasarkan Pasal 26 Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2022 disebutkan, natura dan/atau kenikmatan yang dikecualikan dikenakan PPh adalah pegawai yang bekerja daerah tertentu, sarana prasarana untuk pegawai dan keluarganya dalam bentuk tempat tinggal, pelayanan kesehatan, pendidikan, peribadatan, pengangkutan, dan olahraga selain golf, balap perahu bermotor, pacuan kuda, terbang layang, atau olah raga otomotif.

Sebelumnya, Suryo menegaskan, pengenaan PPh atas natura dan/atau kenikmatan akan beri keadilan bagi perusahaan dan seluruh karyawan. Ia memastikan, pengenaan pajak ini menyasar high level employee, seperti chief executive officer (CEO), direktur, atau komisaris.

“Imbalan dalam bentuk natura yang diterima oleh karyawan akan diperlakukan sebagai objek pajak. Pengenaan PPh atas natura ini lebih memberikan rasa keadilan bagi pemberi kerja karena biaya terkait dengan kegiatan mengumpulkan penghasilan mestinya dapat dibiayakan. Bagi penerima merupakan tambahan kemampuan ekonomis yang menjadi objek pajak,” jelas Suryo, dalam Konferensi Pers APBN KiTa (Kinerja dan Fakta) yang disiarkan secara virtual, (4/1).

Baca Juga  Rizal Khoirudin, Menjunjung Integritas dan Membentuk Kepatuhan Wajib Pajak

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *