Menu
in ,

Aspakrindo Usulkan Tarif PPh Transaksi Kripto 0,05 Persen

Aspakrindo Usulkan Tarif PPh Transaksi Kripto 0,05 Persen

FOTO: IST

Pajak.com, Jakarta – Pemerintah tengah mengkaji potensi dan pengenaan tarif pajak dari transaksi investasi kripto, seperti bitcoin, dogecoin, dan sebagainya. Chief Operations Officer Tokocrypto dan Ketua Umum Asosiasi Pedagang Aset Kripto Indonesia (Aspakrindo) Teguh Kurniawan Harmanda mengusulkan, pengenaan tarif pajak penghasilan (PPh) final 0,05 persen untuk transaksi ini.

Teguh menilai, rencana pengenaan tarif pajak memiliki tujuan yang baik, yakni untuk pemasukan negara sekaligus memberikan dampak positif kepada ekosistem aset kripto Indonesia.

“Sebagai salah satu platform jual beli aset kripto yang senantiasa comply dengan aturan pemerintah menyambut baik rencana tersebut. Artinya, ekosistem aset kripto dapat berkontribusi positif terhadap negara dan lebih menguatkan lagi keberadaan industri aset kripto di Indonesia,” jelas Teguh.

Menurutnya, Aspakrindo telah mengirim usulan itu dalam bentuk proposal kepada Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti). Asosiasi berharap tarif pajak itu dapat segera ditetapkan, menyusul rencana pemerintah mendirikan bursa kripto pada pertengahan 2021.

Sementara itu, Kepala Biro Pembinaan dan Pengembangan Pasar Bappebti Sahudi mengatakan, seharusnya tak ada tarif khusus untuk transaksi kripto. Ia menilai, gunakan saja tarif PPh yang sudah ada.

“Kalau tarif pajak aset kripto yang saat ini berlaku sesuai peraturan perpajakan adalah pajak penghasilan badan (PPh Badan). Maksudnya, pajak dikenakan kepada pedagang aset kripto sebagai kelembagaan/badan usaha. Besaran tarif untuk pajak penghasilan badan berkisar antara 20-30 persen dari penghasilan badan usaha. PPh Orang Pribadi juga sesuai aturan yang ada saja. Itu sudah sesuai peraturan pajak penghasilan kita,” kata Sahudi, kepada Pajak.com, pada (14/5).

Sementara itu, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal (P2Humas DJP) Neilmaldrin Noor mengatakan, skema pengenaan pajak untuk jual-beli mata uang kripto masih dalam analisis dan diskusi. Pada prinsipnya, Wajib Pajak (WP) yang menikmati keuntungan transaksi harus melaporkannya di surat pemberitahuan (SPT) tahunan.

“Penting untuk diketahui bahwa jika ada keuntungan atau laba transaksi yang dihasilkan dari sebuah transaksi, maka keuntungannya menjadi objek pajak penghasilan,” jelas Neil.

Seperti diketahui, Indonesia memang menjadi satu dari beberapa negara yang mengizinkan penggunaan mata uang digital sebagai aset investasi laiknya barang komoditas lainnya. Artinya, bukan sebagai alat pembayaran dan alat tukar.

Indodax—platform jual beli mata uang kripto, mencatatkan jumlah pengguna aktif sebanyak 3 juta orang per April 2021, meningkat pesat dari 2,3 juta pada awal 2021. Untuk itu, tak heran jika pemerintah menangkap peluang potensi penerimaan pajak dari investasi kripto.

Selain dari pajak, investor kripto berpotensi menyumbang keuntungan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN). Center for Alternative Finances di Cambridge memperkirakan konsumsi listrik untuk menabang bitcoin atau kripto lainnya di atas 115 terawatt per jam (Twh) atau 115 triliun watt per jam. Sebagai perbandingan, penjualan listrik PLN ke seluruh rakyat Indonesia hingga kuartal III-2020 saja sebesar 181,6 Twh.

“Jumlah listrik untuk penambangan secara historis lebih banyak dari jumlah listrik yang digunakan sebuah negara, seperti Irlandia,” tambah Profesor Ekonomi Universitas New Mexico Benjamin Jones.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version