Menu
in ,

Aspakrindo Dukung Pemerintah Terapkan Pajak Kripto

Pajak.com, Jakarta – Asosiasi Pedagang Aset Kripto Indonesia atau Aspakrindo mendukung upaya pemerintah dalam mengoptimalkan penerimaan pajak negara melalui pemungutan pajak dari aset kripto. Ketua Umum Aspakrindo & COO Tokocrypto Teguh Kurniawan Harmanda mengungkapkan, pihaknya mendukung pemerintah dalam pemungutan pajak kripto. Akan tetapi, ia berpendapat bahwa butuh pertimbangan lebih soal bagaimana teknis pemungutan pajaknya.

“Kami mengapresiasi atas penerapan aturan PMK pajak kripto yang mulai berlaku pada tanggal 1 Mei 2022. Besar harapan kami, selama penerapan di masa awal nanti, DJP bisa kembali meninjau aturan PMK 68 dengan memasukan usulan dari asosiasi dan pedagang aset kripto, agar pemungutan pajak tetap optimal dan menguntungkan semua pihak,” ungkapnya dalam keterangan resmi, dikutip Kamis (05/05).

Sebagai informasi, transaksi komoditas ini akan mulai dikenakan pajak pertambahan nilai (PPN) 0,11 persen dari nilai transaksi kripto, dan pajak penghasilan (PPh) Pasal 22 final dengan tarif 0,1 persen dari nilai transaksi. Kebijakan yang tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 68/PMK.03/2022 ini berlaku pada 1 Mei 2022. Sedangkan untuk pedagang yang tak terdaftar di Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti), tarif pajak yang dipungut berbeda. Yakni, dua kali lipat dari pedagang yang berlisensi atau berarti 0,22 persen untuk PPN dan 0,2 persen sebagai PPh.

Sebelumnya, Aspakrindo sudah bertemu dengan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kemenkeu untuk membicarakan hal teknis terkait pemungutan pajak transaksi aset kripto. Dalam pertemuan tersebut, Aspakrindo mengapresiasi hadirnya DJP dalam ekosistem aset kripto di Indonesia. Apalagi, dengan adanya kepastian hukum dan perpajakan akan membuat rasa nyaman dan aman bagi para investor untuk merealisasikan keuntungannya.

“Ini menjadi legitimasi bagi aset kripto menjadi bagian dalam kelas aset baru di Indonesia,” ujar Manda.

Manda melanjutkan bahwa DJP sangat kooperatif terhadap masukan dari asosiasi dan sejumlah pedagang aset kripto di Indonesia. Salah satunya adalah terkait PMK Nomor 68 Tahun 2022 masih memiliki paradigma regulasi stock market, padahal itu memiliki perbedaan fundamental dengan transaksi pasar kripto.

Ia pun menjelaskan, perbedaan paradigma transaksi stock market dan kripto ada di lembaga perantara. Seperti diketahui, Indonesia belum memiliki lembaga bursa aset kripto yang bisa menjadi lembaga perantara antar-exchange. Bila bursa kripto terealisasi, pemungutan pajak akan lebih mudah karena semua transaksi akan terpusat.

Selain itu, ia juga menyampaikan bahwa dalam PMK tersebut belum dijelaskan terkait pajak pemberian hadiah, seperti campaign rewards dan air drops.

“Apakah dilakukan pemungutan pajak atau tidak. Bila tetap dipungut dasarnya apa? —PPN atau PPh Final? Begitu pula dengan pertukaran barang/jasa dengan aset kripto,” imbuhnya.

Oleh karena itu, Manda berharap, selama penerapan aturan PMK pajak aset kripto di masa awal nanti, DJP dapat meninjau kembali aturan PMK Nomor 68 Tahun 2022 dengan memasukan usulan dari asosiasi dan pedagang aset kripto, agar pemungutan pajak kripto tetap optimal dan menguntungkan semua pihak.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version