Menu
in ,

APINDO: PPS Jadi Kesempatan Terakhir bagi Wajib Pajak

APINDO: PPS Jadi Kesempatan Terakhir bagi Wajib Pajak

FOTO: IST

Pajak.com, Jakarta – Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Suryadi Sasmita menyatakan, Program Pengungkapan Sukarela (PPS) atau tax amnesty jilid II menjadi kesempatan terakhir bagi Wajib Pajak (WP) untuk memperbaiki kepatuhan. Oleh sebab itu, ia mengajak seluruh pengusaha untuk memanfaatkan program yang dimulai 1 Januari 2022 hingga 30 Juni 2022 ini.

“Kalau sudah NIK (Nomor Induk Kependudukan) menjadi NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak), PPS ini merupakan kesempatan terakhir. Jadi diungkapkan saja. Saya imbau teman-teman pengusaha agar benar-benar kali ini jangan melewatkan kesempatan ini, supaya negara makmur, “kata Suryadi dalam Sosialisasi Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak (DJP), pada (14/12).

Ia mengingatkan, jangan sampai pengusaha diperiksa oleh DJP dan akhirnya mendapatkan sanksi yang berat jika melewatkan PPS. Suryadi pun memastikan bahwa DJP kini telah memiliki kecanggihan sistem yang dapat melacak aksi penghindaran pajak secara lebih komprehensif dan terintegrasi.

“Ibu Menteri dan Pak Dirjen, teman-teman pengusaha masih banyak yang kurang sadar. Mereka masih berpikir dengan adanya NIK belum tentulah sistemnya bisa secanggih itu. Padahal saya sering katakan, nanti 2023 enggak bisa lari lagi. Semua pasti kena. Jadi banyak orang sekarang yang belum punya NPWP tapi punya rumah besar, punya mobil mewah, punya uang, jam tangannya mahal-mahal. Saya kasih imbau kepada mereka, jangan sampai nanti kena 200 persen. Pada kaget sebetulnya,” ungkap Suryadi.

Ia juga menekankan bahwa PPS bukan jebakan. PPS merupakan mekanisme yang disediakan pemerintah untuk memperbaiki kepatuhan perpajakan WP. Pengusaha harus mulai percaya dengan sistem perpajakan Indonesia. Ingat, DJP tengah membangun core tax untuk lebih memperkuat sistem perpajakan.

“Saya sudah ada ratusan teman nelpon. ‘Sur, hebat juga ya sekarang data di Melbourne, data di Sydney, Singapura, punya rumah, punya rekening, kebongkar semua.’ Nah, ini sudah ratusan (menelepon). Kalau sekarang ada ribuan orang yang dengar, asal tahu saja, sistem pajak ini sudah mulai luar biasa. Saya kaget juga, apa benar? Tapi memang benar ketauan. Jadi, saya mengimbau teman-teman pengusaha agar benar-benar jangan melewatkan kesempatan inilah. Pajak lebih baik untuk Indonesia,” ungkap Suryadi.

Sebagai informasi, menurut data yang dihimpun dari Direktorat Perpajakan Internasional DJP, pada tahun 2020, DJP telah menerima data informasi keuangan secara otomatis dari 83 negara dan jaringan pertukaran informasi berdasarkan permintaan dari 144 negara. Hal ini merupakan hasil dari konsensus global yang digawangi oleh Economic Co-operation and Development (OECD) dalam pelaksanaan pertukaran informasi keuangan secara otomatis atau Automatic Exchange of Information (AEOI).

Suryadi juga menyampaikan bahwa pengusaha sangat menunggu aturan turunan PPS dalam UU HPP. Sebelum aturan turunan terbit, orang masih ragu untuk mengikuti program ini.

“Orang masih bertanya-tanya, bagaimana hilirisasi dan sebagainya. Memang saya pernah menjawab pertanyaan teman-teman, pasti dalam tahun ini, tapi lebih baik dari ibu (menteri keuangan) yang menjawab. Ini penting sekali karena orang itu masih bingung. Lalu ada satu permintaan saya juga, untuk the next future, kalau bisa semua pemeriksaan itu jangan pakai face to face kaya di luar negeri, kita sistemnya pakai elektronik saja sehingga lebih terbuka, ” ujarnya.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version