in ,

AKP2I: Ketepatan Penerapan Sistem “Withholding Tax” Efisiensikan Penerimaan

Ketepatan Penerapan Sistem “Withholding Tax”
FOTO: Aldino Kurniawan dan AKP2I

AKP2I: Ketepatan Penerapan Sistem “Withholding Tax” Efisiensikan Penerimaan 

Pajak.com, Jakarta – Pengurus Daerah (PD) Asosiasi Konsultan Pajak Publik Indonesia (AKP2I) DKI Jakarta bersinergi dengan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menggelar Webinar Perpajakan mengenai Teknik Pengelolaan Withholding Tax System (Pajak Penghasilan/PPh Pasal 21/26, 22, 23/26, 15, dan Pasal 4 Ayat 2). Ketua PD AKP2I DKI Jakarta Monang Sihombing menegaskan, webinar ini penting dilakukan untuk memperkuat pemahaman dan kapasitas anggota AKP2I dalam menerapkan sistem withholding tax (pemotongan pajak). Menurutnya, ketepatan penerapan sistem withholding tax akan mengefisiensikan penerimaan negara.

“Saya sangat senang menjadi bagian dari acara ini, yang bertujuan untuk meningkatkan pemahaman dan keterampilan kita mengenai kebijakan sistem withholding tax, baik PPh Pasal 21/26, 22, 23/26, 15, dan Pasal 4 Ayat 2. Ini merupakan topik yang sangat penting terhadap pengelolaan perpajakan di Indonesia. Sebab kepatuhan ketepatan dalam menerapkan sistem withholding tax memiliki dampak yang signifikan terhadap efisiensi dan keadilan dalam penerimaan negara. Acara ini akan membedah secara lebih dalam mengenai konsep dan teknis mengenai pengelolaan sistem withholding tax,” ujar Monang dalam sambutannya, dikutip Pajak.com (9/7).

Ia mengapresiasi para narasumber dari tim penyuluh DJP yang senantiasa membantu AKP2I dalam meningkatkan kemampuan para anggota, sehingga strategi dan penerapan regulasi perpajakan dapat diimplementasikan secara tepat dan akurat.

Baca Juga  Syarat dan Prosedur Pengajuan Gugatan ke Pengadilan Pajak secara Manual

“Kami memiliki kehormatan dapat menghadirkan para narasumber utama dari tim penyuluh Kantor Pusat DJP. Diharapkan webinar ini dapat menghasilkan strategi baru dalam ketepatan penerapan sistem withholding tax,” harap Monang.

Hal senada juga diungkapkan oleh Ketua Umum AKP2I Suherman Saleh. Ia berharap, webinar ini dapat membuat anggota AKP2I mampu menguasai secara komprehensif perundang-undangan perpajakan.

“Ketua PPPK (Pusat Pembinaan Profesi Keuangan) juga berpesan untuk kita semua, bahwa anggota konsultan pajak jangan pernah berhenti untuk update dan menambah kemampuan serta keilmuan. Kami juga mengucapkan terima kasih setinggi-tingginya terhadap DJP, khususnya para narasumber yang hadir dan menularkan ilmunya kepada kami. Semua ini ujung-ujungnya demi kepatuhan Wajib Pajak dan penerimaan pajak untuk negara. Pertemuan ini adalah kepentingan untuk bela negara. Pajak adalah bukti kedaulatan negara, penyumbang penerimaan negara, meningkatkan keadilan dan kesejahteraan masyarakat,” ungkap Suherman.

Fungsional Penyuluh Pajak Ahli Madya DJP Eko Ariyanto menjelaskan, secara teori withholding tax adalah salah satu sistem pemotongan atau pemungutan pajak, di mana pemerintah memberikan kepercayaan kepada Wajib Pajak untuk melaksanakan kewajiban memotong atau memungut pajak atas penghasilan yang dibayarkan kepada penerima penghasilan sekaligus menyetorkannya ke kas negara.

Baca Juga  Sri Mulyani Beberkan Penanganan 3 Kasus Viral Bea Cukai

“Sistem withholding tax merupakan pembayaran pajak yang dilakukan oleh pihak ketiga. Di akhir tahun pajak, pajak yang telah dipotong atau dipungut dan telah disetorkan ke kas negara bisa menjadi pengurang pajak atau kredit pajak bagi pihak yang dipotong, dengan melampirkan bukti pemotongan atau pemungutan. Pada intinya, sistem perpajakan internasional pun menganggap withholding tax akan sangat memudahkan Wajib Pajak maupun pemerintah agar pemungutan pajak (dapat dilakukan secara) tepat waktu,” jelas Eko.

Uraian selanjutnya disampaikan oleh tiga narasumber lainnya, yaitu Fungsional Penyuluh Ahli Muda DJP Bima Pradana, Fungsional Penyuluh Pajak Ahli Muda DJP Giyarso, dan Fungsional Penyuluh Pajak Ahli Pratama DJP M. Iqbal.

Bima menguraikan, penerima penghasilan yang dikenakan PPh Pasal 21/26, yaitu pegawai; penerima uang pesangon, pensiun atau uang manfaat pensiun; bukan pegawai; anggota dewan komisaris/pengawas yang tidak merangkap sebagai pegawai; mantan pegawai; peserta kegiatan, peserta perlombaan, rapat, konferensi, sidang, pertemuan, kunjungan kerja, anggota kepanitiaan, peserta pendidikan, pelatihan dan magang.

Sementara, PPh Pasal 22 merupakan pajak yang dipungut atas aktivitas pembayaran atas penyerahan barang bagi institusi pemerintah; impor barang; penjualan atau pembelian barang di industri tertentu; serta penjualan barang sangat mewah.

Baca Juga  Memahami Praktik “Transfer Pricing” dalam Industri Logistik

“Pemungut, penyetor, dan pelapor PPh Pasal 22 adalah bendahara pemerintah untuk mekanisme pembelian barang, bendahara pengeluaran untuk mekanisme uang persediaan, kuasa pengguna anggaran (KPA) atau pejabat penerbit Surat Perintah Membayar (SPM) untuk mekanisme pembayaran langsung (LS),” jelas Bima.

Sedangkan, PPh Pasal 23 adalah pajak dikenakan terhadap Wajib Pajak dalam negeri dan badan usaha tetap (BUT) atas penghasilan dari penanaman modal, penyewaan aset fisik dan finansial, keterlibatan dalam pekerjaan atau kegiatan, serta pemberian jasa tertentu.

“Pemungut, penyetor, dan pelapor PPh Pasal 23, antara lain badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, BUT, perwakilan perusahaan luar negeri lainnya, serta orang pribadi yang ditunjuk oleh Kepala KPP (Kantor Pelayanan Pajak),” tambah Bima.

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *