in ,

Airlangga: PPN Tetap Naik Jadi 12 Persen di 2025

Airlangga: PPN Tetap
FOTO: IST

Airlangga: PPN Tetap Naik Jadi 12 Persen di 2025

Pajak.com, Jakarta – Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan bahwa pemerintah tetap menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen pada tahun 2025. Kebijakan ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

Seperti diketahui, saat ini tarif PPN ditetapkan 11 persen mulai 1 April 2022 dari sebelumnya 10 persen. Berdasarkan UU HPP, pengenaan tarif PPN 12 persen berlaku mulai 1 Januari 2025.

“Masyarakat Indonesia sudah menjatuhkan pilihan-pilihannya adalah keberlanjutan, tentu kalau keberlanjutan program yang dicanangkan pemerintah dilanjutkan termasuk kebijakan PPN,” ujar Airlangga dalam media briefing, dikutip Pajak.com (12/3).

Untuk itu, pemerintah mulai menyusun rencana kerja pemerintah (RKP) untuk tahun anggaran tahun 2025. Pembahasan RKP ini akan juga memasukkan program atau rencana kerja pemerintahan yang baru.

“Penyusunan APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) pos-posnya detailnya satu bulan ke depan, Tentu satu bulan ke depan sudah ada keputusan KPU (Komisi Pemilihan Umum) di 20 Maret 2024. Kemudian, APBN tahun 2025 pelaksanaanya oleh pemerintah yang akan datang,” ungkap Airlangga.

Baca Juga  Kenaikan PPN Jadi 12 Persen Perlu Pertimbangkan Tingkat Kepatuhan

Kendati demikian, sejatinya pemerintah memiliki kewenangan untuk mengubah tarif PPN menjadi paling rendah 5 persen dan maksimal 15 persen melalui penerbitan peraturan pemerintah (PP) setelah dilakukan pembahasan dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Ketentuan ini merupakan amanah dari Pasal 7 ayat 3 Undang-Undang PPN.

Pada kesempatan berbeda, Tax Compliance and Audit Manager TaxPrime Januar Ponco berpandangan, pemerintah perlu mempertimbangkan tingkat kepatuhan pajak di Indonesia sebagai dasar menaikkan tarif PPN.

Ponco terlebih dahulu membandingkan tarif PPN di negara-negara Asia Tenggara. Diketahui, bahwa saat ini Indonesia menempati urutan ke-2 tertinggi untuk tarif PPN (11 persen), setelah Filipina yang memiliki tarif PPN 12 persen. Sementara, Laos, Kamboja, dan Malaysia memberlakukan tarif PPN 10 persen. Bahkan, Thailand dan Singapura bertarif PPN sebesar 7 persen.

“Kondisi tarif yang berbeda-beda di tiap negara juga memperhitungkan kondisi ekonomi masyarakatnya, daya beli masyarakat, inflasi hingga pertumbuhan ekonomi suatu negara. Jadi, apabila tarif PPN di Indonesia ingin dibandingkan dengan negara lain, maka rasanya tidak cocok. Sebab tiap-tiap negara memiliki kondisi yang berbeda-beda. Jika ingin dibandingkan, maka bukan tarifnya yang dibandingkan, melainkan tingkat kepatuhan pajak masyarakat dan penegakan hukumnya yang harus dibenahi terlebih dahulu oleh Indonesia,” ujar Ponco kepada Pajak.com, di Ruang Rapat TaxPrime, Menara Kuningan Jakarta.

Apabila membandingkan rasio pajak di negara ASEAN, justru Indonesia paling rendah. Ponco mencatat, rasio pajak Indonesia masih bertengger di level 10,4 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) di tahun 2022. Posisi ini jauh tertinggal dari Thailand yang mencatat rasio sebesar 14,5 persen terhadap PDB, Singapura 12,9 persen terhadap PDB, Malaysia 10,9 persen terhadap PDB, Vietnam 22,7 persen terhadap PDB, dan Filipina 17,8 persen terhadap PDB.

“Hal ini akan menimbulkan pro dan kontra untuk berbagai pihak, dikarenakan terdapat perbedaan kepentingan terutama di masa pemulihan perekonomian pascapandemi COVID-19. Kenaikan PPN tersebut secara otomatis akan berimbas kepada naiknya harga barang dan jasa di seluruh Indonesia yang mengakibatkan peningkatan inflasi yang berujung pada turunnya daya beli masyarakat,” ungkap Ponco.

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *