Ada ”Tax Gap” Rp1.500 T, DEN Sebut ”Core Tax” Langkah Strategis Tingkatkan Kepatuhan
Pajak.com, Jakarta – Presiden Prabowo Subianto bertemu dengan Dewan Ekonomi Nasional (DEN), di Istana Merdeka Jakarta. Wakil Ketua DEN Mari Elka Pangestu menyampaikan bahwa berdasarkan studi Bank Dunia terdapat tax gap mencapai 6,4 persen dari produk domestik bruto (PDB) atau setara Rp1.500 triliun. DEN menilai, pemerintah telah mengambil langkah strategis dengan modernisasi melalui core tax untuk melayani administrasi perpajakan secara digital sehingga dapat meningkatkan kepatuhan.
Adapun tax gap merupakan selisih antara penerimaan pajak yang diperoleh pemerintah dengan penerimaan pajak yang seharusnya dapat diperoleh. Mari Elka mengungkapkan, tax gap sebesar 6,4 persen itu, berasal dari 3,7 persen faktor kepatuhan dan 2,7 persen karena faktor kebijakan, seperti insentif pajak atau kebijakan perpajakan yang ditanggung pemerintah.
“Di sini kita tegaskan yang paling penting adalah program digitalisasi karena itulah yang akan bisa memperbaiki administrasi pajak maupun mengurangi penghindaran pajak, dan meningkatkan kepatuhan, sebelum kita bicara mengenai perubahan-perubahan kebijakan,” ungkap Mari Elka dalam Konferensi Pers, dikutip Pajak.com, (9/1).
”Core Tax” Tingkatkan Kepatuhan
Ia menyebut, melalui penggunaan core tax mulai 1 Januari 2025, Wajib Pajak dapat melakukan pendaftaran, pembayaran pajak secara elektronik yang dimulai dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN), hingga pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) masa/tahunan.
“Core tax untuk memperbaiki collection pajak, data itu perlu juga dikaitkan dengan digital ID siapa itu pembayar pajaknya dan data-data lain yang bisa membantu profiling dari Wajib Pajak itu, sehingga memperbaiki (kepatuhan) pajaknya,” jelas Mari Elka.
Pada pertemuan tersebut, menurutnya, Prabowo telah menyetujui pembentukan Komite Percepatan Transformasi Digital yang akan mengawal pelaksanaan 3 elemen penting digitalisasi, yaitu digital ID, digital payment, dan data exchange.
Pada kesempatan yang sama, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Rini Widyantini menyampaikan kesiapan sejumlah kementerian dalam melakukan transformasi digital. Dalam melakukan transformasi ini, Rini menuturkan sejumlah aspek penting yang harus menjadi perhatian, salah satunya mengenai infrastruktur publik digital atau digital public infrastructure (DPI).
“Mudah-mudahan dengan fondasi ini nanti transformasi digital yang bisa membantu kebijakan-kebijakan yang direkomendasikan oleh Dewan Ekonomi Nasional,” ujarnya.
”Core Tax” Harus Mampu Persempit ”Tax Gap”
Sebelumnya, Eks Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak (2000-2001) sekaligus Senior Advisor TaxPrime Machfud Sidik juga berpandangan, implementasi core tax harus mampu meningkatkan kepatuhan dan persempit tax gap dengan fokus melayani kebutuhan Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Menurutnya, lebarnya tax gap di Indonesia terjadi karena ketidakpatuhan yang disebabkan terutama oleh kompleksitas administrasi pajak.
”Sekarang ini PDB kita kira-kira Rp22 triliun. Kalau (tax gap) 6 persen terhadap PDB berarti kira-kira Rp1.300 triliun. Artinya, lebih dari 50 persen (dari penerimaan pajak saat ini sebesar Rp1.989 triliun pada tahun 2023). Angka ini bisa diperdebatkan, namun hipotesis saya, (tax gap Indonesia) pada kisaran antara 25 – 40 persen terhadap potensi pajaknya, itu duit yang belum mampu direalisir.,” ungkap Machfud dalam wawancara eksklusif bersama Pajak.com, di Ruang Rapat TaxPrime pada akhir tahun 2024 lalu.
Sementara, tax gap beberapa negara OECD, antara lain Amerika Serikat pada kisaran 3,5 persen terhadap PDB, Jepang pada kisaran kisaran 4 persen terhadap PDB dan Inggris sebesar 4,8 persen terhadap PDB.
”Tax gap ini perlu disoroti untuk perbaikan kebijakan perpajakan ke depan,” imbuh Machfud.
Comments