Ada Fitur Buku Besar Wajib Pajak di “Core Tax”, Kanwil DJP Jatim III: Berfungsi Cegah Sengketa
Pajak.com, Jawa Timur – Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa Timur (Kanwil DJP Jatim) III memperkenalkan fitur Taxpayer Ledger (Buku Besar Wajib Pajak) di aplikasi core tax kepada Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (APERSI) Malang. Kanwil DJP Jatim III menyebut bahwa secara umum hadirnya fitur tersebut berfungsi untuk mencegah sengketa pajak.
Kepala Seksi Bimbingan Penyuluhan dan Pengelolaan Dokumen Kanwil DJP Jatim III Erna Irawati menjelaskan bahwa Taxpayer Ledger merupakan fitur untuk mencatat seluruh transaksi perpajakan Wajib Pajak, baik di sisi kewajiban maupun hak yang telah dilakukan.
“Buku Besar Wajib Pajak memberikan informasi lengkap tentang posisi perpajakan seseorang atau badan, sehingga Wajib Pajak bisa lebih mudah melakukan rekonsiliasi data serta memastikan kepatuhan mereka,” jelas Erna dalam keterangan tertulis yang diterima Pajak.com, (6/3).
Fitur ini mencatat dua menu utama. Pertama, menu Debit yang berisi kepatuhan kewajiban Wajib Pajak, seperti Surat Pemberitahuan Kurang Bayar (SPTKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Tagihan Pajak (STP), hingga putusan hukum yang menyebabkan adanya kekurangan pembayaran pajak.
Kemudian, menu Kredit menunjukkan hak Wajib Pajak, seperti pembayaran pajak yang telah dilakukan tecermin dalam SPTKB, deposito pajak, restitusi yang diterima dalam SPT Lebih Bayar (SPTLB) atau SKP Lebih Bayar (SKPLB), hingga kompensasi atau pengurangan pajak tertentu.
“Dengan adanya Buku Besar Wajib Pajak di core tax, Wajib Pajak khususnya di sektor properti, dapat lebih mudah memonitor status pajaknya secara real-time untuk mencegah potensi sengketa karena perbedaan pencatatan, serta memastikan perhitungan pajak yang lebih akurat,” jelas Erna.
Dengan demikian, ia berharap fitur Taxpayer Ledger dapat mendorong kepatuhan sukarela yang lebih tinggi karena dapat mengurangi risiko denda atau sanksi akibat kesalahan administrasi perpajakan. Hal tersebut diyakini mampu mendongkrak rasio pajak yang saat ini masih berkisar antara 10,09 persen hingga 10,29 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Ke depan, DJP terus berupaya mengedukasi Wajib Pajak mengenai pemanfaatan teknologi dalam sistem perpajakan. Digitalisasi dan transparansi sistem perpajakan yang semakin meningkat akan memberikan manfaat baik bagi Wajib Pajak, maupun pemerintah dalam mengoptimalkan penerimaan negara,” pungkas Erna.
Comments