ACEXI Dorong Pajak Karbon Diperketat dan Pengelolaan Karbon di Badan Khusus
Pajak.com, Jakarta – Pemerintah kini tengah menyiapkan regulasi pajak karbon sebagai upaya untuk mengurangi emisi karbon dengan efektif. Sekretaris Jenderal Asosiasi Ahli Emisi Karbon Indonesia atau Association of Carbon Emission Experts Indonesia (ACEXI) Brian Pramudita mengatakan bahwa regulasi pajak karbon perlu diperketat dan pengelolaan karbon nasional harus dilakukan secara tersentralisasi di badan khusus yang memiliki kewenangan atas kebijakan isu-isu karbon.
“Salah satu hal yang memiliki dampak besar (pengurangan emisi karbon) adalah harus memperkuat dan mensentralisasikan regulasi dan wewenang pengelolaan karbon nasional pada satu badan yang berwenang. Saat ini, isu-isu terkait karbon ditangani oleh berbagai kementerian dan lembaga negara, yang terkadang menimbulkan kebingungan. Siapa yang sebenarnya bertanggung jawab atas regulasi ini? Regulasi pajak karbon juga perlu diperketat. Saat ini pajak karbon baru hanya untuk pembangkit (listrik tenaga uap) batu bara, dan jujur saja cap yang ditetapkan masih belum ketat untuk mengontrol emisi,” urai Brian yang juga CEO dari BATS Consulting kepada Pajak.com, (29/8).
Brian menambahkan, mekanisme cap and trade dan pasar karbon saat ini merupakan landasan yang kokoh, namun demikian masih terdapat ruang yang perlu diperbaiki untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan bahwa pemerintah dalam menerapkan regulasi pajak karbon masih perlu memastikan kesiapan dari sisi ekonomi dan industri sehingga tujuan pengurangan emisi karbon dapat tercapai dengan efektif.
“(Penerapan pajak karbon) kami siapkan terus building block-nya, dari sisi peraturan dan regulasinya. Persiapan mengenai, kesiapan dari sisi perekonomian dan industrinya,” ungkap Sri Mulyani usai menghadiri Indonesia Net-Zero Summit (INZS) di Jakarta, (26/8). Kendati demikian, Sri Mulyani tidak memberikan rincian mengenai kepastian kapan pajak karbon secara resmi akan diterapkan.
Menurutnya, secara simultan mekanisme pasar karbon yang kini sudah berjalan di Bursa Karbon Indonesia merupakan langkah awal yang penting dalam membatasi jumlah emisi, sehingga dapat mewujudkan Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2060.
“Sekarang sudah ada carbon market melakukan cap and trade. Saya rasa itu juga merupakan mekanisme yang bisa terus diakselerasi untuk bisa menciptakan komitmen terhadap berapa emisi yang harus tetap dikontrol,” tegas Sri Mulyani.
Dilansir dari situs berita Kontan.co.id, Konsultan Pajak PT Botax Consulting Indonesia Raden Agus Suparman mengatakan, pajak karbon diterapkan karena menimbulkan kesadaran lingkungan hidup dan upaya pemerintah meninggalkan bahan bakar fosil menuju bahan bakar terbarukan.
Upaya menuju lingkungan yang bersih dan hijau sudah menjadi tren di dunia sehingga Pemerintah Indonesia tidak boleh terlambat untuk memulai gerakan hijau. “Karena itu, memang sudah waktunya mendorong penerapan pajak karbon,” jelas Agus.
Sebagai informasi, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) mengamanatkan penerapan pajak karbon sejak awal tahun 2022. Namun, hingga saat ini penerapan pajak karbon tidak kunjung diberlakukan pemerintah. Adapun tarif pajak karbon di Indonesia ditetapkan dalam Pasal 13 ayat (8) dan (9) UU HPP sebesar paling rendah adalah Rp 30 per kilogram karbon dioksida ekuivalen (CO2e) atau satuan yang setara. Dengan tarif tersebut, Indonesia termasuk negara dengan tarif pajak karbon terendah di dunia.
Comments