Menu
in ,

SPT Tahunan PPh Lebih Bayar? Jangan Salah Langkah!

SPT Tahunan PPh Lebih Bayar

FOTO: IST

Pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan pajak penghasilan (PPh) orang pribadi telah mendekati batas akhirnya di 31 Maret. Untuk Anda yang belum melaporkan SPT Tahunan PPh, segerakan dan sempatkan melapor sebelum terlambat.

Dalam melaporkan SPT Tahunan PPh, penting kita ketahui bahwa SPT Tahunan PPh terbagi menjadi 3 jenis status, yakni kurang bayar, nihil, dan lebih bayar. Apabila status SPT Tahunan Anda nihil, artinya Anda tidak lagi memiliki hutang pajak yang harus dibayarkan. Bisa jadi karena penghasilan neto Anda di bawah penghasilan tidak kena pajak (PTKP), seluruh pajak atas penghasilan Anda telah dipotong dan disetor pemberi kerja, atau penghasilan Anda dikenai pajak bersifat final.

Apabila status SPT Tahunan Anda kurang bayar, artinya Anda masih perlu membayar kekurangan pajak penghasilan yang terutang atas penghasilan Anda. Anda diwajibkan membayar kekurangan pembayaran tersebut menggunakan kode billing yang dapat Anda buat di web djponline, dan memasukkan kode Nomor Tanda Penerimaan Negara (NTPN) hasil pembayaran tersebut pada SPT Tahunan Anda.

Sedangkan yang terakhir adalah status SPT Tahunan lebih bayar, yang lebih jarang ditemui dari pada SPT kurang bayar dan nihil. Status SPT Tahunan lebih bayar artinya pajak yang Anda bayarkan atau yang dipotong oleh pemberi kerja atas penghasilan Anda lebih besar daripada yang seharusnya terutang. Untuk status SPT Tahunan ini, terdapat tiga macam mekanisme perlakuan yang berturut-turut diatur dalam pasal 17B, 17C, dan 17D Undang-Undang nomor 16 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP). Apa saja?

Sebelumnya kita perlu mengetahui beberapa jenis bukti potong non final yang diterima orang pribadi, yakni formulir 1721-A1 untuk pegawai/karyawan/pensiunan swasta, 1721-A2 untuk PNS, TNI/Polri, dan pensiunannya, serta formulir 1721-VI untuk pegawai tidak tetap, pekerjaan bebas, dan sejenisnya.

SPT Tahunan lebih bayar yang sering ditemui di lapangan biasanya ditemukan oleh para wajib pajak (WP) yang mendapat bukti potong berupa formulir 1721-VI. Hal ini dapat terjadi karena formulir 1721-VI umumnya diberikan secara bulanan, dan tidak mempertimbangkan PTKP untuk menghitung pemotongan PPh. Sedangkan saat pelaporan SPT Tahunan PPh, Anda akan menggabungkan berbagai penghasilan yang Anda terima, untuk kemudian diperhitungkan dengan PTKP, baru dikenakan tarif umum. Hal inilah yang biasanya menyebabkan PPh yang dipotong oleh pemberi kerja lebih besar daripada yang seharusnya terutang atas penghasilan Anda.

Nah, mekanisme pertama adalah restitusi sesuai pasal 17B UU KUP. Apabila Anda memilih mekanisme ini, kepada Anda akan dilakukan pemeriksaan oleh DJP. Jika DJP melakukan pemeriksaan terhadap Anda, Anda diwajibkan memperlihatkan berbagai dokumen atau catatan yang berhubungan dengan penghasilan yang dilaporkan, memberikan akses memasuki tempat atau ruangan yang diperlukan dalam proses pemeriksaan, serta memberikan keterangan-keterangan lainnya. Keputusan atas pemeriksaan untuk mekanisme restitusi pasal 17B ini berupa surat ketetapan pajak (SKP) yang memakan waktu maksimal 12 bulan sejak SPT diterima secara lengkap oleh DJP. Umumnya para WP menghindari mekanisme ini karena enggan dilakukan pemeriksaan dan jangka waktunya yang lama. Namun apabila Anda percaya diri bahwa dokumen dan berbagai keterangan yang dibutuhkan adalah lengkap, Anda dapat memilih mekanisme ini. Dengan mekanisme ini, kelebihan pembayaran pajak Anda berpotensi dikembalikan seluruhnya oleh DJP.

Mekanisme kedua adalah pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak sesuai pasal 17C UU KUP. Untuk mekanisme ini, kepada Anda tidak akan dilakukan pemeriksaan, melainkan penelitian. DJP akan meneliti bahwa SPT Tahunan PPh Anda telah lengkap dan benar dalam pengisiannya beserta lampiran-lampirannya. Setelahnya akan diterbitkan surat keputusan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak (SKPPKP) paling lama 3 bulan sejak SPT diterima secara lengkap oleh DJP. Adapun untuk menggunakan mekanisme ini, Anda harus termasuk WP kriteria tertentu yang ditetapkan oleh keputusan DJP. Kriteria tertentu tersebut adalah:

  • Tepat waktu menyampaikan SPT Tahunan dalam tiga tahun terakhir, serta apabila melaporkan SPT Masa, maka tidak boleh terlambat lebih dari tiga masa pajak untuk setiap jenis pajak dan tidak berturut-turut dalam setahun terakhir;
  • Tidak memiliki tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali telah diizinkan untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak;
  • Laporan keuangan telah diaudit oleh akuntan publik dengan status wajar tanpa pengecualian (WTP) selama tiga tahun berturut-turut;
  • Tidak pernah dipidana karena tindak pidana perpajakan dalam jangka waktu lima tahun terakhir.

Mekanisme ini memungkinkan Anda menerima sebagian dari kelebihan pembayaran pajak dalam jangka waktu yang lebih cepat daripada mekanisme restitusi pasal 17B. Untuk dapat ditetapkan sebagai WP kriteria tertentu, Anda harus mengajukan permohonan kepada KPP terdaftar paling lambat 10 Januari, dan keputusannya terbit satu bulan setelahnya.

Mekanisme yang ketiga adalah pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak sesuai pasal 17D UU KUP. Mekanisme ini sama dengan mekanisme pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak sesuai pasal 17C UU KUP, namun berbeda pada syarat subjektifnya. Untuk Anda yang ingin memanfaatkan mekanisme ini, terdapat beberapa persyaratan yakni:

  • Tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;
  • Menjalankan usaha atau pekerjaan bebas, dengan jumlah lebih bayar maksimal Rp100.000.000.

Persyaratan untuk mekanisme ini lebih mudah dicapai, sehingga kebanyakan WP memilih mekanisme ini untuk SPT lebih bayar mereka. Jangka waktu penerbitan SKPPKP untuk mekanisme ini juga relatif lebih cepat. Mengacu pada pasal 17D UU KUP maksimal 3 bulan, sedangkan mengacu pada PMK No.39 tahun 2018 maksimal 15 hari kerja sejak SPT diterima secara lengkap.

Untuk mekanisme pasal 17C dan 17D, Anda dapat memilih melanjutkan proses restitusi atau tidak. Apabila Anda memilih melanjutkan proses restitusi, setelah terbit SKPPKP Anda akan diperiksa oleh DJP, dengan ketentuan sama seperti pasal 17B. Namun apabila setelah diperiksa ternyata DJP menerbitkan SKP Kurang Bayar, Anda akan dikenai sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100% dari kekurangan bayar tersebut. Jadi mekanisme pasal 17C dan 17D sama memberikan kesempatan kepada Anda untuk menerima down payment kelebihan pembayaran pajak Anda dengan penelitian DJP, dan pemeriksaan apabila Anda ingin memperjuangkan sisa kelebihan pembayaran pajak yang belum dikembalikan.

Dari tiga mekanisme diatas, Anda harus jeli memilih ingin menggunakan mekanisme yang mana. Setiap mekanisme memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing, sehingga perlu Anda pertimbangkan lebih lanjut. Yang terpenting, jangan sampai lupa menyampaikan SPT Tahunan PPh. Orang bijak taat pajak!

 

* Penulis Adalah Mahasiswa PKN STAN, Jurusan D-III Perpajakan

* Informasi yang disampaikan dalam Artikel ini sepenuhnya merupakan Tanggung Jawab Penulis

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version