Menu
in ,

Sikap Pemerintah Terhadap Kenaikan Harga Daging Sapi

Tak cukup menghadapi kenaikan harga kedelai, minyak goreng, hingga gandum, Indonesia kembali dihadapkan dengan masalah lain, yakni kenaikan harga daging sapi. Mengutip CNN Indonesia (24/02/2022), harga daging sapi saat ini mengalami kenaikan dari rata-rata harga sekitar Rp120 ribu per kilogramnya menjadi rata-rata Rp130 ribu hingga Rp150 ribu per kilogramnya. Pada situs hargapangan.id, harga daging sapi di DKI Jakarta mencapai harga Rp 135.850 per kilogramnya, dan di Jawa Barat mencapai harga Rp 132.600 per kilogramnya. Sontak, para pedagang daging sapi di pasar mengeluhkan harga daging sapi yang meningkat ini. Ketua Jaringan Pemotongan dan Pedagang Daging Indonesia Asnawi mengatakan bahwa para pedagang sapi akan mogok berjualan mulai 28 Februari hingga 4 Maret 2022. Hal ini dilakukan karena dengan harga saat ini, penjualan daging sapi menjadi berkurang dan sepi peminat. Para pedagang berencana mogok berjualan untuk menunggu harga daging sapi kembali turun, setidaknya mendekati harga normal.

Kenaikan harga daging sapi ini dipengaruhi oleh berbagai penyebab. Penyebab pertama adalah karena biaya logistik penyimpanan daging sapi beku yang meningkat akibat minimnya permintaan daging sapi selama terjadinya pandemi di Indonesia. Minimnya permintaan ini menyebabkan persediaan daging sapi beku menumpuk dan membutuhkan biaya maintenance yang besar pula. Ditambah lagi, sistem layanan terintegrasi bea dan cukai yakni Customs-Excise Information System and Automation (CEISA) yang digunakan untuk mengurus bea masuk dan berbagai keperluan administrasi mengenai ekspor impor sempat mengalami gangguan. Hal ini menyebabkan daging sapi impor harus menginap lebih lama di pelabuhan, yang menyebabkan biaya yang dikeluarkan juga membengkak.

Penyebab kedua adalah naiknya harga daging di pasar internasional karena sistem produksi terganggu, lagi-lagi karena terjadinya pandemi. Dalam memenuhi permintaan konsumsi daging sapi dalam negeri, pemerintah memang mengimpor daging sapi dari pemasok seperti Australia. Menurut Kementerian Pertanian Indonesia, kebutuhan daging sapi dan kerbau di Indonesia pada 2020 lalu mencapai 600 ribu ton. Sedangkan produksi daging sapi Indonesia selama rentang 2015 hingga 2019 berada di rata-rata 500 ribu ton dalam setahunnya. Kekurangan produksi lokal inilah yang ditutup dengan cara mengimpor daging sapi dari Australia demi menghindari kelangkaan daging sapi dalam negeri. Terganggunya sistem produksi internasional karena pandemi menyebabkan impor sapi menjadi terhambat, sehingga menyebabkan kelangkaan pada ketersediaan daging sapi, yang membuat harganya naik.

Penyebab ketiga adalah rantai pasok yang masih terlalu panjang di bidang penjualan daging sapi, serta lokasi produksi yang jauh dari pusat konsumsi terbanyak. Hasil penelitian oleh Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) menjelaskan bahwa rantai distribusi daging sapi lokal Indonesia melewati tujuh hingga sembilan tahap untuk sampai pada konsumen akhir. Padahal, rantai pasokan yang ideal dari produsen (peternak) hingga konsumen akhir adalah 3 hingga 4 tahap. Panjangnya rantai distribusi inilah yang menyebabkan harga daging sapi menjadi lebih elastis dan sensitif terhadap perubahan harga. Sedikit saja biaya naik di masing-masing tahap, maka akan terakumulasi dan menyebabkan harganya melambung tinggi. Menurut Kepala Bidang Daging dan Gizi Kerja Ternak dari Jurusan Ilmu Gizi dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan IPB, produksi daging sapi dalam jumlah besar ada di wilayah Jawa Tengah, Jawa Timur, NTB, NTT, Sumatera Utara, Lampung, Sulawesi Selatan, dan Bali. Sedangkan jumlah konsumsi daging sapi terbanyak ada di wilayah Jabodetabek. Hal ini menyebabkan biaya logistik lebih mahal, yang ditambah dengan rantai pasokan yang panjang menjadi terakumulasi.

Dalam menghadapi kenaikan harga daging sapi tersebut, bagaimanakah sebaiknya langkah yang dilakukan pemerintah? Yang pertama adalah memperbaiki kebijakan impor yang selama ini dilakukan. Indonesia yang selama ini menggantungkan impor daging sapi kepada Australia harus mencari pemasok daging sapi lainnya. Hal ini supaya aktivitas impor daging sapi Indonesia menjadi lebih fleksibel dan memiliki posisi tawar menawar lebih kuat. Indonesia juga perlu menetapkan jadwal impor dengan tepat supaya tak terjadi kelangkaan, terutama di saat-saat kritis dimana permintaan sedang tinggi-tingginya, misalnya hari raya dan tahun baru.

Yang kedua adalah mengatur ulang regulasi terkait rantai pasokan. Rantai pasokan yang selama ini dijalankan terlalu panjang dan sangat membebani para pelaku usaha daging sapi. Pemerintah harus mampu menjadi fasilitator dan regulator yang baik dalam rantai pasokan daging sapi supaya berjalan efisien dan efektif tidak merusak pasar. Sebagaimana 10 prinsip ekonomi menurut Gregory Mankiw, dalam pasar pemerintah berperan sebagai regulator, sehingga baik penjual maupun konsumen dapat memperoleh keuntungan dalam jual beli.

Yang terakhir adalah diversifikasi daging, dan mendorong pembukaan peternakan di daerah-daerah pusat konsumsi daging sapi. Diversifikasi seperti daging domba dan kelinci dapat dilakukan demi mengurangi risiko kenaikan harga yang drastis apabila terjadi kelangkaan daging sapi. Selain itu, pemerintah juga perlu mendorong dibukanya peternakan di daerah pusat konsumsi sapi seperti jabodetabek dengan melakukan pelatihan dan pendampingan terhadap warga lokal, terutama untuk menghasilkan daging sapi berkualitas baik dengan kondisi daerah setempat. Bila tidak ingin biaya logistik pengangkutan dari daerah luar pusat konsumsi daging sapi membebani proses jual beli, maka cara ini merupakan cara yang harus dilakukan.

Beberapa barang yang mengandalkan impor memang akhir-akhir ini mengalami kenaikan harga. Bukan tanpa sebab, kondisi pandemi yang membuat produksi terhambat serta berbagai peristiwa lainnya menyebabkan harga menjadi fluktuatif. Dalam menghadapi hal ini, pemerintah Indonesia harus segera mengambil langkah supaya tak membuat masyarakat sengsara.

 

*Penulis Adalah Mahasiswa PKN STAN, Jurusan D-III Perpajakan

*Informasi yang disampaikan dalam Artikel ini sepenuhnya merupakan Tanggung Jawab Penulis

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version