Prosedur Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Pajak
Prosedur pengurangan atau penghapusan sanksi pajak. Dalam menjalankan suatu kewajiban apapun itu, tentu terdapat konsekuensi yang akan ditanggung apabila kewajiban tersebut tidak dijalankan. Kewajiban perpajakan pun sama saja, apabila Anda lalai ataupun sengaja tidak menjalankan kewajiban perpajakan Anda, maka ada sanksi yang menunggu Anda. Sanksi ini terdiri dari dua macam, yakni sanksi administrasi dan pidana.
Wajib Pajak lebih rentan dikenai sanksi administrasi, yang bisa berbentuk denda, bunga, ataupun kenaikan atas kelalaian ataupun kesalahan yang dilakukan Wajib Pajak.
Contoh sanksi administrasi adalah denda terlambat melaporkan SPT yang diatur pada pasal 7 UU KUP, serta bunga terlambat membayar atau menyetorkan pajak yang terutang untuk suatu Masa Pajak atau Tahun Pajak yang diatur pada pasal 9 UU KUP. Sanksi – sanksi perpajakan ini dapat tercantum pada Surat Ketetapan Pajak (SKP) maupun Surat Tagihan Pajak (STP).
Lalu apa yang dapat kita lakukan apabila kita dikenai sanksi administrasi perpajakan? Tentu opsi utama adalah membayar sanksi tersebut beserta kekurangan pajak yang harus dibayar. Namun Wajib Pajak juga dapat mengajukan upaya administrasi terkait sanksi tersebut, yakni permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi.
Upaya administrasi berupa permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi ini diatur secara khusus dalam Peraturan Menteri Keuangan nomor 8 tahun 2013 tentang Tata Cara Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi atau Pengurangan atau Pembatalan Surat Ketetapan Pajak atau Surat Tagihan Pajak. Bagaimana ketentuannya?
- Sanksi apa saja yang dapat diajukan permohonan pengurangan atau penghapusan?
Tidak semua sanksi dapat diajukan permohonan pengurangan atau penghapusan. Pada PMK nomor 8 tahun 2013, diatur tiga jenis sanksi yang diberikan pengurangan atau penghapusan, selama sanksi tersebut timbul akibat kekhilafan Wajib Pajak, yaitu:
- Sanksi administrasi yang tercantum dalam SKP, salah satunya yang diatur pada pasal 13 UU KUP.
- Sanksi administrasi yang tecantum dalam STP terkait dengan penerbitan SKP, kecuali:
- STP yang diterbitkan berdasarkan pasal 25 ayat (9) UU KUP, yakni sanksi atas permohonan keberatan Wajib Pajak yang ditolak atau dikabulkan sebagian.
- STP yang diterbitkan berdasarkan pasal 27 ayat (5d) UU KUP, yakni sanksi atas permohonan banding Wajib Pajak yang ditolak atau dikabulkan sebagian.
- Sanksi administrasi yang tercantum dalam STP selain STP sebagaimana dimaksud pada huruf b.
- Kapan seorang Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi?
Seorang Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pengurangan sanksi administrasi apabila menurut Wajib Pajak tersebut perhitungan besarnya sanksi dalam SKP/STP tidak benar atau tidak sesuai dengan ketentuan. Sedangkan permohonan penghapusan sanksi administrasi dapat diajukan apabila menurut Wajib Pajak, sanksi administrasi tersebut tidak seharusnya dikenakan.
- Bagaimana tata cara pengajuan permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi?
Tata cara pengajuan permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi perpajakan secara umum adalah sebagai berikut:
- Wajib Pajak mengajukan permohonan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia. Format permohonan terlampir pada PMK nomor 8 tahun 2013
- Satu permohonan untuk satu SKP atau STP.
- Menyertakan jumlah sanksi administrasi menurut Wajib Pajak dengan disertai alasan dan dasar hukum yang jelas.
- Permohonan disampaikan ke KPP tempat Wajib Pajak terdaftar.
- Ditandatangani oleh Wajib Pajak ataupun kuasa dengan dilampiri surat kuasa khusus.
Selain itu, terdapat beberapa ketentuan terkait permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi perpajakan yang harus dipenuhi oleh Wajib Pajak, yakni:
- Atas SKP atau STP yang sedang diajukan permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi, tidak diajukan upaya hukum dan administrasi lainnya, seperti keberatan, serta permohonan pengurangan atau pembatalan SKP/STP. Ataupun atas upaya hukum dan administrasi tersebut telah ditolak oleh DJP atau dicabut oleh Wajib Pajak.
- Permohonan dapat diajukan oleh Wajib Pajak maksimal sebanyak 2 kali. Apabila Wajib Pajak mengajukan permohonan yang kedua, batas pengajuan adalah maksimal 3 bulan sejak tanggal surat keputusan Dirjen Pajak atas permohonan yang pertama dikirim kepada Wajib Pajak. Permohonan yang kedua diajukan terhadap SKP atau STP yang telah diterbikan surat keputusan Dirjen Pajak.
- Bagaimana tindak lanjut atas pengajuan permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi perpajakan oleh Wajib Pajak?
Atas permohonan yang diajukan oleh Wajib Pajak, pihak DJP akan melakukan penelitian kelengkapan berkas dan dokumen serta penelitian data dan/atau informasi Wajib Pajak. Kemudian dalam jangka waktu 6 bulan, Dirjen Pajak akan menerbitkan surat keputusan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi perpajakan. Apabila telah melebihi jangka waktu tersebut, maka permohonan dianggap dikabulkan.
- Apabila telah mengajukan permohonan, apakah Wajib Pajak hanya bisa menunggu?
Apabila dirasa argumen Wajib Pajak keliru dan permohonan sudah terlanjur diajukan kepada KPP, maka Wajib Pajak dapat mencabut permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi perpajakan yang telah diajukan. Bagaimana caranya?
- Mengajukan pencabutan permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi adminsitrasi perpajakan secara tertulis dalam bahasa Indonesia, dan mencantumkan alasan pencabutan.
- Pencabutan diajukan kepada KPP tempat Wajib Pajak terdaftar.
- Ditandatangani oleh Wajib Pajak atau kuasa dengan dilampiri surat kuasa khusus.
Namun perlu diperhatikan, apabila telah dilakukan pencabutan, maka Wajib Pajak tidak lagi memiliki hak untuk mengajukan permohonan dengan jenis yang sama terhadap SKP/STP tersebut.
Dibukanya jalan untuk mengajukan permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi ini merupakan upaya DJP untuk meningkatkan partisipasi Wajib Pajak dalam skema self assesment pemenuhan kewajiban perpajakan. Fiskus dan Wajib Pajak adalah sesama manusia yang tak luput dari kesalahan, sehingga kedua belah pihak pun diharuskan untuk terus belajar dan memahami ketentuan yang ada dengan baik.
Alangkah baiknya apabila Wajib Pajak memitigasi risiko daripada harus mengatasi, yang berarti lebih baik menghindari sanksi daripada harus mengajukan permohonan pengurangan atau penghapusan.
Hal ini dapat menghindari biaya-biaya yang tak diinginkan, baik dalam bentuk materiil, moril, maupun waktu yang tersita untuk mengajukan permohonan. Taatilah kewajiban perpajakan dengan baik sebagaimana telah diatur dalam peraturan perundang-undangan perpajakan, dan jadilah Wajib Pajak yang taat. Orang bijak taat pajak!
Comments