Kenaikan PPN 12 Persen, Apakah kebijakan ini bersifat regresif, yaitu lebih membebani masyarakat miskin dibandingkan yang kaya?
Pajak merupakan sumber pendapatan terbesar negara untuk pembangunan nasional dalam mendorong pertumbuhan ekonomi dan menciptakan kesejahteraan masyarakat.
Memasuki awal tahun 2025, Pemerintah Indonesia meluncurkan kebijakan baru dengan menaikkan PPN(Pajak pertambahan Nilai) sebesar 12 persen. Kenaikan PPN ini baru naik setelah kenaikannya menjadi 11 persen pada April 2022 lalu. Kebijakan tarif PPN ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
Definisi PPN Dan Karakteristiknya sebagai pajak konsumsi
Apa itu PPN? Pajak pertambahan Nilai atau PPN adalah pungutan yang dikenakan atas transaksi jual-beli barang dan jasa yang dilakukan oleh wajib pajak pribadi atau wajib pajak badan yang telah menjadi Pengusaha Kena Pajak(PKP). PPN sebagai pajak konsumsi dengan alasan utama bahwa PPN dibebankan pada pihak konsumen atau pihak yang membeli produk atau jasa kena pajak dan tidak untuk dijual lagi. Artinya, konsumen akhir adalah pihak yang bertanggungjawab untuk membayar beban Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Apa itu pajak Regresif?
Pajak regresif adalah sistem pajak yang apabila semakin tinggi pendapatan atau penghasilan yang dimiliki seseorang maka persentase pembayaran pajaknya lebih kecil. Untuk seseorang atau perusahaan yang memiliki pendapatan rendah, maka nilai pajaknya relatif tinggi dibandingkan dengan pendapatannya.
Yang termasuk pajak regresif adalah Pajak Impor dan Pajak Penjualan. Setiap pembeli yang memiliki pendapatan tinggi maupun rendah akan selalu membayar pajak dengan persentase yang sama ketika membeli barang impor atau barang yang dikenai pajak penjualan.
Dampak Kenaikan PPN Terhadap Masyarakat Miskin
Rencana kenaikan tarif PPN 12 persen mulai 1 Januari dinilai berdampak bagi seluruh lapisan masyarakat khususnya bagi rumah tangga masyarakat miskin. Sebagian besar pengeluaran rumah tangga miskin dialokasikan untuk kebutuhan pokok sehingga tambahan biaya ini dapat mempengaruhi kemampuan mereka untuk memenuhi kebutuhan lainnya seperti pendidikan dan kesehatan. Kenaikan harga pada pasar dapat mempengaruhi daya beli masyarakat miskin. Hal ini disebabkan karena pengeluaran tambahan ini dapat menjadi beban yang sangat berat khususnya bagi sebagian keluarga miskin yang berpenghasilan terbatas dan hanya bergantung pada kebutuhan barang-barang pokok yang semakin mahal.
Sehingga kenaikan pengeluaran ini dapat mengurangi kemampuan mereka untuk menabung atau berinvestasi untuk masa depan. Di tengah peningkatan biaya hidup, mereka terpaksa harus mengurangi konsumsi barang dan jasa sehingga menyebabkan daya beli masyarakat turun.
Dampak kenaikan PPN Terhadap Masyarakat Kaya
Dampak PPN terhadap kelompok masyarakat kaya sebenarnya tidak terlalu menjadi fokus utama. Hal ini terjadi karena pengeluaran untuk kebutuhan dasar lebih kecil proporsinya dibandingkan penghasilan mereka, sehingga kenaikan PPN relatif tidak signifikan. Kelompok berpenghasilan tinggi memiliki kemampuan untuk menyesuaikan pengeluaran mereka dengan kenaikan pajak, ini dikarenakan proporsi pengeluaran kelompok tersebut untuk kebutuhan dasar lebih rendah. Oleh karena itu, kelompok tersebut tidak merasakan dampak secara langsung yang intensif dari kenaikan pajak ini.
Dampak Kenaikan PPN dan Strategi untuk Mengatasinya
Kenaikan PPN juga dapat menjadi penyebab inflasi karena produsen dan distributor barang akan lebih cenderung meneruskan beban kenaikan tarif pajak pada konsumen akhir(dalam hal ini adalah masyarakat yang membeli produk barang atau jasa). Inflasi yang meningkat dapat mengurangi daya beli masyarakat secara keseluruhan, terutama jika kenaikan harga ini tidak diimbangi dengan kenaikan pendapatan. Untuk mengurangi inflasi, pemerintah perlu memastikan bahwa kebijakan ini diimbangi dengan subsidi atau bantuan sosial bagi masyarakat berpenghasilan rendah.
Lalu, Bagaimana Tarif PPN lebih bersifat regresif terhadap Masyarakat Miskin dibandingkan Masyarakat Kaya?
Kenaikan tarif PPN dapat memperbesar kesenjangan ekonomi, dimana kelompok berpenghasilan rendah akan merasakan beban pajak yang lebih besar dibandingkan kelompok berpenghasilan tinggi. Hal ini dapat menimbulkan keresahan masyarakat berpenghasilan rendah dalam memenuhi kebutuhan dasar mereka. Secara keseluruhan, walaupun tarif PPN bersifat sama untuk semua, dampak yang dirasakan masyarakat miskin lebih terasa karena struktur pengeluaran mereka yang lebih tinggi untuk barang yang dikenakan pajak, serta adanya ketidakmampuan mereka untuk menyerap kenaikan harga atau inflasi yang diakibatkan oleh pajak tersebut.
Meskipun demikian, kenaikan tarif PPN 12 persen merupakan langkah strategis pemerintah untuk meningkatkan penerimaan pajak dan mendukung pemulihan ekonomi. Kebijakan tarif PPN 12 persen ini dalam kenyataannya juga berpotensi memiliki dampak negatif, seperti penurunan daya beli masyarakat dan peningkatan inflasi. Namun langkah yang diambil pemerintah juga membawa manfaat besar dalam memperkuat anggaran negara khususnya dalam penerimaan pajak yang akan digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Untuk itu, agar kebijakan ini berhasil pemerintah perlu mengelola dampak negatif dengan baik melalui subsidi, bantuan sosial dan promosi konsumsi produk lokal. Sehingga, kenaikan PPN ini akan sejalan dengan tujuannya, selain tidak hanya untuk mendukung pembangunan nasional tetapi juga pajak harus didesain untuk mendukung kesejahteraan seluruh lapisan masyarakat khususnya kelompok berpenghasilan rendah.
Pandangan dan opini dalam artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab penulis dan tidak mencerminkan pandangan atau kebijakan PAJAK.COM.
Comments