in ,

Pajak Karbon, dan Skema Pengenaannya

Pada skema Cap and Trade, Sri Mulyani memberikan gambaran sebagai berikut:

Ada sebuah pembangkit A yang menghasilkan CO2 melebih cap. Sementara ada pembangkit B yang menghasilkan emisi di bawah cap. Maka, pembangkit A harus membeli Sertifikat Izin Emisi (SIE) kepada pembangkit B. Cara lain, pembangkit A bisa membeli Sertifikat Penurunan Emisi (SPE).

Pada Skema Cap and Tax, Sri Mulyani memberikan juga gambaran sebagai berikut:

Pembangkit A lalu memberi SIE dari pembangkit B. Akan tetapi, masih ada sisa kelebihan CO2 yang belum bisa ditutup dengan hasil pembelian SIE tersebut. Maka sisa emisi tersebut yang akhirnya bakal dikenai pajak karbon. Harganya ditetapkan sebesar Rp 30 per kilogram karbondioksida ekuivalen (CO2e) atau satuan yang setara.

Baca Juga  Bea Cukai Batasi Lima Barang Bawaan dari Luar Negeri

Penetapan cap pajak karbon untuk pembangkit batu bara ini akan ditetapkan oleh Kementerian ESDM. Pajak di sektor ini jadi tahap awal yang berjalan pada 2022 sampai 2024. Pemerintah mengenakan tarif yang cukup rendah, yakni Rp 30 per kilogram karbondioksida ekuivalen (CO2e). Nilainya hanya separuh dari rencana awal mencapai Rp 75 per kg CO2e. Dan pada 2025, implementasi pengenaan pajak karbon dilakukan secara penuh sesuai kesiapan masing-masing industri. Karena ada perdagangan karbon, maka prosesnya akan dijalankan melalui bursa karbon.

 

* Penulis Adalah Mahasiswi Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia (STIESIA), Jurusan: Akuntansi, Angkatan: 2018

* Informasi yang disampaikan dalam Artikel ini Sepenuhnya merupakan Tanggung Jawab Penulis

Baca Juga  Ketua RT/RW Jadi Agen Pajak, Bantu Warga Lapor SPT dan Pemadanan NIK - NPWP

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

196 Points
Upvote Downvote

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *