Pajak BPHTB dalam Jual-Beli
Pajak BPHTB dalam Jual-Beli – Peralihan hak jual beli pajak dikenakan kepada kedua belah pihak baik kepada penjual ataupun pembeli. Penjual dikenakan Pajak Penghasilan (PPh) dan pembeli dikenakan BPHTB yang besarnya dihitung berdasarkan harga perolehan hak atau Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP). NPOP adalah nilai transaksi atau nilai kesepakatan harga antara penjual dan pembeli.
Nilai NPOP bisa lebih besar atau lebih kecil dari Jual Objek Pajak (NJOP). Faktor yang mempengaruhi nilai NPOP seperti perkembangan yang diluar biasa di suatu daerah dalam waktu singkat sehingga harga tanah meningkat dengan cepat. Sebaliknya daerah yang nilai NPOPnya lebih rendah dari nilai NJOP seperti daerah yang direncanakan akan dijadikan tempat pembuangan sampah, daerah yang berdekatan dengan area pemakaman, lokasi yang berada di dekat saluran udara tegangan ekstra tinggi atau sutet, daerah dengan potensi konflik, atau sengketa di kemudian hari.
Jika nilai NPOP lebih besar dari NJOP maka sebagai dasar pengenaan PPh dan BPHTB adalah NPOP. Akan tetapi, NPOP lebih kecil dari NJOP maka dasar perhitungan PPh dan BPHTB adan NJOP. PPh atas peralihan tanah dan bangunan dihitung dengan 5% dari NPOP atau NJOP. Sedangkan untuk penghitungan BPHTB, NPOP dikurangi terlebih dahulu dengan Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOPTKP) kemudian dikalikan dengan 5%.
Besarnya NPOPTKP berbeda setiap daerah. Contoh untuk DKI Jakarta NPOPTKP adalah Rp.80.000.000 adalah Rp. 80.000.000. Sedangkan untuk daerah Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi adalah Rp. 60.000.000,-/ Daerah lain dapat dicek ke kantor pajak atau pertanahan atau ke pejabat pembuat akta tanah (PPAT) setempat.
Contoh Perhitungan BPHTB:
Diperjualbelikan sebidang tanah kosong di Jakarta Selatan dengan data-data sebagai berikut:
Luas = 1.000M’2
NJOP = 1.000.000 /Meter
NJOPTKP = Rp. 80.000.000 (DKI Jakarta)
Harga kesepakatan antara penjual dan pembeli adalah Rp. 2.000.000,- / meter maka nilai NPOP (nilai transaksi) = 1.000 x 2.000.000,- = Rp. 2.000.000.000,-
Besarnya PPh dan BPHTB sebagai berikut:
PPh=5% x NPOP
Besarnya PPh=5% x Rp. 2.000.000.000= Rp. 100.000.000
BPHTB = 5% x (NPOP-NPOPTKP)
Besarnya = 5% x (Rp. 2.000.000.000 – Rp. 80.000.000) = Rp. 96.000.000,-
Perhitungan BPHTB sesuai PP Nomor 14 Tahun 2016:
Objek pajak final adalah penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan dari: pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan; atau perjanjian pengikatan jual beli atas tanah dan atau bangunan beserta perubahannya berdasarkan PP Nomor 34 Tahun 2016 maka transaksi berupa perjanjian, pengikatan jual beli (PPJB) tanah dan atau bangunan sudah terutang PPh Final walaupun belum dibuat Akta Jual Beli. Sedangkan tarif pajak besarnya pajak penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan diatur dalam Pasal 2 PP Nomor 34 Tahun 2016.
Ilustrasi, PT Konstruksi Mega menjual 1 (satu) unit apartemen seharga Rp. 1.000.000.000,-. Tuan Tawakkal ZL membayar uang muka sebesar Rp. 400.000.000,- pada tanggal 25 Februari 2020 dan sisanya diangsur selama 24 (dua puluh empat) bulan.
Meskipun belum dilakukan penandatanganan akta jual beli antara PT. Konstruksi Mega dengan Tuan Tawakkal ZL maka atas transaksi tersebut telah terutang pajak penghasilan yaitu pada saat diterimanya uang muka sebesar Rp. 400.000.000 (empat ratus juta rupiah) dan saat diterimanya angsuran sebesar Rp. 25.000.000 setiap bulannya.
Berdasarkan ilustrasi diatas, PT Konstruksi Mega mengenakan tambahan biaya sebesar Rp. 1.000.000 (satu juta rupiah) sebagai kompensasi pembayaran melalui angsuran selain pokok angsuran setiap bulan sebesar Rp. 25.000.000 (dua puluh lima juta rupiah), maka dasar pengenaan pajak penghasilan setiap bulannya sebesar Rp. 26.000.000 (dua puluh enam juta rupiah).
PPh atas pembayaran uang muka dibayar PT Konstruksi Mega yakni 2,5% x dari Rp.400.000.000,00 = Rp. 10.000.000.- PPh paling lambat tanggal 25 (lima belas) bulan Maret 2020.
Comments