in ,

Navigasi Ketidakpastian Investasi Menghadapi GMT di Indonesia

GMT
FOTO: IST

Navigasi Ketidakpastian Investasi Menghadapi GMT di Indonesia

Aturan Global Minimum Tax (GMT) yang juga disebut sebagai “Global Anti-Base Erosion” atau “GloBE”, dirilis pada tanggal 20 Desember 2021 oleh Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) sebagai bagian dari Solusi Pilar Dua untuk mengatasi tantangan pajak akibat digitalisasi ekonomi. Aturan ini disetujui secara konsensus oleh 137 yurisdiksi anggota Kerangka Kerja Inklusif OECD/G20 dan didukung oleh Menteri Keuangan dan Pemimpin G20 pada bulan Oktober 2021. Aturan ini telah menjadi fokus utama bagi banyak negara di dunia, terutama untuk negara-negara ASEAN untuk mencegah penghindaran pajak lintas negara oleh perusahaan multinasional. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan transparansi, memperkuat sistem perpajakan, dan menarik investasi asing. Selain itu, partisipasi dalam inisiatif internasional seperti Base Erosion and Profit Shifting (BEPS) menunjukkan komitmen negara-negara tersebut terhadap praktik perpajakan yang lebih baik.

Baca Juga  DJP Beberkan Latar Belakang hingga Manfaat MLI STTR

Dalam hal ini, beberapa negara ASEAN telah membentuk rancangan undang-undang mengenai GMT dan akan mulai berlaku menjadi undang-undang pada Januari 2025. Sebagai contoh, Thailand, berdasarkan resolusi Kabinet 7 Maret 2023, menerbitkan Top-Up Tax Act yang mencakup ketentuan mengenai Income Inclusion Rule (IIR), Qualified Domestic Minimum Top-up Tax (QDMTT), dan Undertaxed Profits Rule (UTPR), dengan perubahan tax holiday menjadi 50% dan perpanjangan maksimal 10 tahun yang mulai berlaku awal tahun 2025. Malaysia juga membentuk regulasi mengenai IIR dan QDMTT melalui Finance (No. 2) Act 2023 sebagai bentuk penerapan dari Pilar 2 BEPS yang akan mulai berlaku di tahun 2025. Sedangkan Singapura saat ini masih menyusun Rancangan Undang-Undang Pajak Minimum Perusahaan Multinasional yang mengatur mengenai QDMTT dan IIR, yang lebih lanjut akan diatur dalam Income Tax Act 1947 (ITA).

Baca Juga  PMK 61/2024: Insentif PPN DTP Pembelian Rumah Diperpanjang hingga Akhir Tahun

Sampat saat ini, Indonesia masih belum menerbitkan regulasi terkait GMT. Adapun penerapan GMT di Indonesia berdampak signifikan pada pemberian insentif fiskal Tax Holiday (100% exemption). Hal ini dikarenakan wajib pajak yaitu perusahaan multinasional dengan pendapatan tahunan lebih dari EUR 750 juta akan dikenakan top-up tax sebesar 15% di negara induk, sehingga berpotensi untuk menghilangkan tax revenue dari fasilitas Tax Holiday. Di beberapa negara, dampak penerapan GMT terhadap pemberian insentif bervariasi tergantung dari seberapa besar skema fasilitas menyebabkan tarif pajak efektif (ETR) turun. Misalnya, Singapura akan memperkenalkan insentif baru berupa Qualified Refundable Tax Credit (QRTC) sebagai alternatif insentif dampak implementasi GMT. Berbeda dengan pemberian insentif yang menurunkan tarif pajak efektif (ETR), QRTC justru meningkatkan pendapatan perusahaan, sehingga penurunan ETR menjadi lebih kecil. Top-up tax, yang dihitung sebagai selisih antara tarif minimum 15 persen dan ETR, akan lebih kecil. Dalam konteks Pilar 2, QRTC berfungsi sebagai alternatif yang layak untuk insentif pajak dan membantu memperbaiki alokasi sumber daya di bidang penelitian dan pengembangan (R&D) atau keberlanjutan iklim.

Baca Juga  Penerimaan Pajak dari Sektor Ekonomi Digital Tembus Rp 28,91 Triliun per September 2024

Sebagai alternatif, Indonesia dapat mencontoh skema fasilitas yang lebih kompatibel yang digunakan negara lain seperti QRTC, cash grant/cash subsidy, atau Marketable Refundable Tax Credit (MRTC). Adapun selama pengganti insentif Tax Holiday belum tersedia, investor dapat memanfaatkan alternatif insentif fiskal yang bersifat moderat dan bahkan tidak terkena dampak GMT sebagai berikut:

Moderate Impact:

  • Tax Allowance
  • Super deduction
  • Preferential Tariff (tergantung besaran pengurangan tarif)
  • Tarif Final (tergantung besaran tarif)

Low/No Impact:

  • Penyusutan dipercepat

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *