Menu
in ,

Integrasi Data NIK pada NPWP, Efektifkah?

Integrasi Data NIK pada NPWP, Efektifkah?

FOTO: IST

Rencana pengintegrasian data Nomor Induk Kependudukan (NIK) pada Kartu Tanda Penduduk (KTP) dengan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) akan diaplikasikan pada 2023 nanti. Seperti yang disampaikan oleh Suryo Utomo selaku Direktur Jenderal Pajak. Rencana penerapan ini menuai berbagai tanggapan dari masyarakat baik pro maupun kontra.

Selama ini, NPWP merupakan nomor identitas yang diberikan bagi para Wajib Pajak. Nomor identitas ini berguna untuk membantu petugas pajak dalam mengawasi kepatuhan pajak. Penggunaan NIK sebagai NPWP akan berlaku bagi Wajib Pajak Orang Pribadi (WP OP).

Penerapan ini mungkin didasari oleh upaya meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak. Selama ini, penerapan NPWP saja sebagai identitas pajak belum bisa dikatakan optimal untuk mendata semua orang yang sudah layak menjadi Wajib Pajak sesuai ketentuan. NIK bisa dianggap sebagai kunci utama basis data (database) masyarakat Indonesia.

Masih banyak masyarakat yang memiliki perspektif salah tentang perubahan NIK jadi NPWP. Mereka mengira dengan dijadikannya NIK sebagai nomor identitas perpajakan akan membuat semua kalangan dikenakan pajak. Padahal, ada variabel-variabel seperti Penghasilan Kena Pajak (PKP) dan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) yang perlu diketahui untuk menentukan apakah seseorang tersebut dapat dikenakan pajak atau tidak. Malah, pemerintah baru saja menaikkan bracket atau batas PKP Pajak Penghasilan (PPh) OP dari Rp 0-50 juta pada lapisan pertama, menjadi Rp 60 juta. Artinya, Wajib Pajak yang PKP-nya < 60 juta setelah penghasilan netonya dikurangi PTKP, tidak akan dikenakan PPh.

Dengan terintegrasinya NIK dengan NPWP, menjadikan Wajib Pajak lebih terdata dan tertib sehingga database perpajakan menjadi lebih lengkap. Dengan begitu, pengawasan yang dilakukan menjadi lebih efektif. Dapat dikatakan, penerapan NIK menjadi NPWP ini meningkatkan efisiensi bagi otoritas pajak dan Wajib Pajak.

Bagi Wajib Pajak, penerapan NIK menjadi NPWP ini akan memberikan kemudahan, karena untuk mengurus dokumen administrasi, sering dibutuhkan NPWP atau bisa dikatakan untuk mengurangi ribetnya birokrasi. Selain itu, masyarakat juga menjadi melek dalam melakukan kewajiban perpajakan, seperti pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT).

Kemudahan akibat pengintegrasian tersebut juga bisa menjadi bumerang. Misalnya terjadi penyalahgunaan NIK oleh orang tak bertanggung jawab. Akibatnya akan fatal karena NIK ini terintegrasi dengan banyak data seperti BPJS dan NPWP. Ini harus menjadi perhatian utama pemerintah. Terlebih, sudah menjadi “rahasia umum” bahwa situs pemerintahan Indonesia mudah diretas atau keamanannya sangat kurang.

Ada baiknya, jika pemerintah dengan matang melakukan pengembangan sistem agar meminimalisir terjadinya peretasan. Tidak masalah jika membutuhkan waktu lebih untuk pemantapan keamanan data. Memang, jika tidak diterapkan, kita tidak akan tahu apakah langkah pengintegrasian ini efektif atau tidak. Namun jika risiko bisa diminimalisir akan lebih baik.

Penerapan NIK menjadi NPWP ini diharapkan bisa meningkatkan efektivitas kepatuhan Wajib Pajak. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah mengawasi pengelolaan APBN, termasuk memberantas dan menindak tegas para koruptor untuk menjaga kepercayaan masyarakat. Selain itu juga, berantas oknum-oknum yang menjual-belikan data pribadi masyarakat, dalam hal ini NIK, dan tidak perhitungan dalam pengalokasian dana untuk pengembangan sistem agar keamanan data masyarakat bisa terjaga.

 

* Penulis Adalah Mahasiswi Universitas Sumatera Utara, Fakultas: Ilmu Sosial-Ilmu Politik, Jurusan: Administrasi Perpajakan, Angkatan: 2019

* Informasi yang disampaikan dalam Artikel ini Sepenuhnya merupakan Tanggung Jawab Penulis

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version