Menu
in ,

Volatilitas Harga Komoditas Dampak Konflik Rusia-Ukraina

Pajak.com, Jakarta – Konflik geopolitik yang terjadi antara Rusia dan Ukraina memberikan dampak yang sangat besar pada pasar komoditi di dunia. Situasi ini memperburuk volatilitas harga komoditi yang sebelum terjadi konflik pun tengah mengalami kenaikan nilai seiring dengan pemulihan ekonomi dunia pasca pandemi COVID-19. Konflik ini mendorong volatilitas harga komoditi ke level yang lebih ekstrem, mengingat kedua negara merupakan pemain besar dalam komoditas energi di Eropa. Kontribusi Rusia terhadap perdagangan komoditas energi di dunia sangat besar. Ekspor minyak mentah Rusia di tahun 2019 menurut Observatory of Economics Complexity (OEC) mencapai 123 miliar dollar AS atau terbesar kedua di dunia.

Research & Development Indonesia Commodity & Derivatives Exchange (ICDX) Revandra Aritama menyampaikan, sejak akhir tahun 2021, komoditi energi seperti batu bara dan minyak bumi mengalami tren positif seiring dengan naiknya kebutuhan energi saat kegiatan ekonomi mulai berangsur kembali ke situasi sebelum pandemi COVID-19.

Kondisi pasar juga diperburuk dengan sanksi ekonomi yang diberikan kepada Rusia. Penerapan sanksi ini menyebabkan Rusia kesulitan melakukan ekspor produknya mengingat banyak negara barat yang menolak untuk membeli produk apa pun dari Rusia.

“Opsi Rusia untuk melakukan perdagangan lebih terbatas. Itu pun dilakukan dengan mata uang selain dollar AS,” ujar Revandra dalam keterangan tertulis, Kamis (24/3/22).

Revandra menekankan, energi menjadi kebutuhan dasar dalam suatu proses produksi. Saat produsen kesulitan memeroleh energi, secara otomatis proses produksi terganggu sehingga produk yang dihasilkan menjadi berkurang. Sanksi yang diterapkan oleh banyak negara barat mengganggu pasokan komoditas energi dari Rusia. Gangguan ini memberikan dampak yang luar biasa pada produksi barang di seluruh dunia sehingga kenaikan harga komoditas, termasuk komoditas pertanian tidak terelakkan.

Indonesia memiliki nilai perdagangan yang sangat besar dengan Rusia. Berdasarkan data dari COMTRADE, pada tahun 2020 Indonesia mengimpor produk senilai 957 juta dollar AS dari Rusia, yang terbesar adalah produk besi dan baja, pupuk, dan komoditas energi. Sedangkan Rusia mengimpor produk senilai 973 juta dollar AS dari Indonesia, yang terbesar adalah produk CPO dan turunannya.

Sementara dengan Ukraina, Indonesia memiliki nilai impor senilai 963 juta dollar AS dengan produk terbesar yang diimpor adalah sereal, dan produk besi dan baja. Di sisi lain Indonesia mengekspor produk senilai 223 juta dollar AS dengan porsi terbesar oleh produk minyak sawit dan turunannya.

Konflik yang berkepanjangan berpotensi mengganggu ekonomi. Perdagangan Indonesia, baik dengan Rusia dan Ukraina bernilai sangat besar, apabila konflik terjadi berlarut-larut, Indonesia terancam kehilangan potensi tujuan ekspor yang sangat besar. Belum lagi dengan terjadinya konflik, rantai pasokan produksi barang akan terganggu. Indonesia memiliki kebutuhan yang besar dari kedua negara tersebut. Dengan Ukraina, Indonesia membutuhkan pasokan sereal yang sangat besar untuk memenuhi kebutuhan permintaan domestik. Tanpa Ukraina, harga produk sereal dalam negeri berpotensi naik. Di lain pihak, Indonesia mengimpor banyak sekali pupuk dan bahan baku dari Rusia. Rusia merupakan pengekspor pupuk nomor tiga ke Indonesia. Apabila pasokan pupuk dari Rusia terganggu karena adanya konflik, secara otomatis produksi tanaman, terutama tanaman pangan akan terganggu sehingga kenaikan harga pangan tidak terhindarkan.

Revandra menyampaikan, ICDX sebagai bursa komoditas di Indonesia memiliki potensi untuk berperan dalam mengantisipasi lonjakan perubahan harga komoditas pangan yang berpotensi terjadi disebabkan oleh konflik di Eropa Timur. Dengan adanya bursa komoditas, para pelaku pasar atau produsen pangan dapat melakukan transaksi lindung nilai untuk mengurangi risiko kerugian di masa depan yang disebabkan oleh perubahan harga barang produksi mereka. Selain itu, dengan transaksi derivatif, para produsen juga dapat melakukan penjualan di awal untuk diserahterimakan di kemudian hari yang berfungsi untuk mengunci potensi keuntungan yang akan didapatkan saat menjual barang produksinya.

Revandra  menjelaskan, lindung nilai adalah suatu mekanisme transaksi yang dilakukan untuk mengurangi risiko yang berpotensi terjadi dalam suatu perdagangan suatu produk. Dengan tersedianya bursa berjangka, pelaku pasar dapat memanfaatkan kontrak berjangka untuk melakukan mekanisme lindung nilai untuk mengurangi potensi kerugian dalam perdagangan suatu komoditas.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version