Menu
in ,

Tiga Fenomena Global yang Dihadapi Negara di Dunia

Pajak.com, Jakarta – Ada tiga fenomena global yang memiliki konsekuensi besar terhadap seluruh negara di dunia, termasuk di Indonesia. Sebuah negara yang tidak mampu berpartisipasi dan menghadapi tiga tantangan itu dianggap pecundang (loser). Sedangkan negara yang mampu menghadapi ketiganya dikategorikan sebagai pemenang (winner). Hal ini diungkapkan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam  acara webinar Festival Transformasi Kementerian Keuangan pada Selasa (19/10/2021). Sri Mulyani menyebutkan, tiga tantangan yang dimaksud adalah situasi pandemi, perubahan iklim, dan digitalisasi. Ketiga situasi itu adalah tantangan tersulit yang dihadapi dunia saat ini ataupun di masa depan.

“Ketiga fenomena global yang menyapu dunia tersebut akan memengaruhi dan menentukan sebuah negara apakah dia akan menjadi sebuah negara pecundang atau menjadi pemenang,”

Menurut Sri Mulyani, fenomena pandemi dikategorikan sebagai masalah yang tidak akan pernah selesai, atau alias akan datang berkali-kali. Pandemi Covid-19 yang sudah berlangsung sekitar 18 bulan pun bukanlah yang pertama ataupun yang terakhir kali. Dunia akan terus menghadapi masalah ini, terlepas apa pun pandeminya.

Sejarah mencatat, jauh sebelum Covid-19, beberapa pandemi buruk yang merenggut banyak nyawa telah terjadi di dunia. Misalnya, wabah Plague of Justinian, sebuah wabah yang menginvasi Konstantinopel, ibu kota Kerajaan Byzantine yang kini menjadi Kota Istanbul di Turki. Wabah tersebut tersebar pada tahun 541 masehi. Wabah ini menyebar seperti kobaran api ke Eropa, Asia, Afrika Utara, dan Semenanjung Arab. Diperkirakan 30-50 juta orang meninggal, sekitar setengah populasi dunia waktu itu. Ada juga pandemi Black Death yang terjadi pada 1347, dan diperkirakan menewaskan 200 juta nyawa hanya dalam 4 tahun. Kemudian wabah The Great Plague of London pada tahun 1500-an dan masih banyak lagi contoh lainnya.

Kini dunia tengah berjibaku mencari cara menyiapkan penanganan pandemi yang lebih baik agar jika pandemi muncul lagi, dunia semakin siap mencegah dampaknya sedini mungkin, dari sisi korban jiwa, keuangan negara, ataupun dari sisi perekonomian.

Sri Mulyani mengatakan, upaya itu menjadi acuan bagi Kementerian Keuangan untuk mentransformasi dan membuat pelayanan publik yang inklusif dan modern. Salah satu transformasi yang dikejar adalah transformasi di bidang kesehatan agar lebih siap menangani semua krisis kesehatan.

Fenomena kedua adalah perubahan iklim. Saat ini negara-negara di dunia tengah fokus terhadap upaya mencegah dan mengatasi dampak perubahan iklim. Sebab, fenomena ini memiliki konsekuensi yang sama dahsyatnya dengan pandemi. Untuk menghadapi tantangan ini, seluruh dunia harus kompak bekerja sama karena perubahan iklim tak memiliki batasan negara. Kerja sama negara meliputi kontribusinya menekan gas rumah kaca lewat perjanjian Paris (Paris Agreement), menggunakan teknologi dan sumber daya yang lebih ramah lingkungan, serta memformulasikan kebijakan dan menyiapkan dana untuk mengatasi hal tersebut.

Sri Mulyani menegaskan, perubahan iklim adalah tantangan yang sangat pelik karena membutuhkan desain kebijakan, mengubah dari sisi kegiatan ekonomi dan masyarakat, baik investasi, konsumsi, yang lebih menyadari peranan untuk menjaga lingkungan dan mencegah memburuknya iklim.

Tantangan ketiga adalah menghadapi tren transformasi digital yang ke depan akan semakin dominan. Menurut Sri Mulyani, digitalisasi yang terjadi saat ini baru merupakan awalan. Ia berharap, generasi millenial di Indonesia ikut berkontribusi memberikan inovasi dan mengeksplorasi teknologi digital, tidak hanya sekadar mengadopsi teknologi digital dari negara lain. Apalagi, secara demografi Indonesia sebagian besar masyarakatnya merupakan segmen masyarakat muda yang cenderung lebih mampu beradaptasi.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version