in ,

Studi Ketimpangan Ekonomi Indonesia, CELIOS: Pesawat Jet untuk si Kaya, Sepeda untuk si Miskin

Ketimpangan Ekonomi Indonesia
FOTO: IST

Studi Ketimpangan Ekonomi Indonesia, CELIOS: Pesawat Jet untuk si Kaya, Sepeda untuk si Miskin

Pajak.com, Jakarta – Ketimpangan ekonomi di Indonesia kini berada pada level yang semakin memprihatinkan. Laporan terbaru yang dirilis oleh Center of Economic and Law Studies (CELIOS) bertajuk “Laporan Ketimpangan Ekonomi Indonesia 2024: Pesawat Jet untuk si Kaya, Sepeda untuk si Miskin” mengungkapkan bahwa jurang antara masyarakat berpendapatan tinggi dengan yang rendah semakin lebar.

Studi tersebut menunjukkan bahwa kekayaan 50 orang terkaya di Indonesia setara dengan kekayaan 50 juta rakyat biasa. Bahkan, diproyeksikan dalam 6 tahun ke depan, Indonesia akan memiliki kuadriliuner pertama dalam sejarah, sementara kemiskinan diperkirakan baru bisa dihapuskan dalam waktu 133 tahun jika tidak ada perubahan signifikan.

“Selain temuan akan lebarnya gap yang dibiarkan terus berjarak antar kelas, studi CELIOS ini juga mengungkap bahwa industri ekstraktif banyak memberi andil pada buruknya kondisi ketimpangan di Indonesia,” tulis CELIOS dalam laporannya dikutip Pajak.com pada Kamis (26/9).

Baca Juga  Kemenkeu: Kinerja Keuangan BUMN dari 2019-2023 Mengalami Peningkatan

Ketimpangan yang terjadi tidak hanya disebabkan oleh disparitas pendapatan, tetapi juga oleh struktur ekonomi yang semakin tidak adil. Laporan ini menyoroti bahwa industri ekstraktif, seperti pertambangan dan minyak bumi, merupakan salah satu penyumbang terbesar ketimpangan ekonomi.

Setengah dari 50 orang terkaya di Indonesia memiliki keterkaitan langsung dengan industri ini. Meskipun sektor ini menjadi sumber utama pendapatan negara melalui pajak dan royalti, keuntungannya cenderung hanya mengalir pada segelintir elit negeri.

Industri Ekstraktif dan Akses Monopoli

Industri ekstraktif, meskipun menjadi tulang punggung ekonomi Indonesia, memberikan dampak buruk terhadap distribusi kekayaan di tanah air. CELIOS mengungkapkan bahwa, sebagian besar keuntungan dari industri tersebut jatuh ke tangan para oligarki, yang didukung oleh regulasi dan monopoli akses sumber daya alam. Lebih dari itu, beberapa tokoh publik, termasuk menteri yang saat ini menjabat di Kabinet Presiden Joko Widodo (Jokowi), diketahui memiliki kekayaan yang terakumulasi dari sektor tersebut.

Laporan CELIOS mengidentifikasi empat menteri yang memiliki kekayaan di atas Rp 1 miliar dengan keterlibatan dalam industri pertambangan. Hal ini menimbulkan kekhawatiran akan adanya konflik kepentingan yang dapat memperburuk ketimpangan.

Baca Juga  Wamenkeu II Tegaskan Digitalisasi Sebagai Mesin Utama Pertumbuhan Ekonomi Inklusif 

Selain itu, studi tersebut mencatat bahwa 7 menteri di kabinet Jokowi memiliki kekayaan di atas Rp 1 triliun. Kekayaan para menteri yang rata-rata mencapai Rp 478,17 miliar per orang dinilai berpotensi menciptakan kebijakan yang lebih berpihak kepada kepentingan pribadi dan korporat, daripada memperjuangkan kesejahteraan rakyat.

“Akumulasi kekayaan para menteri tersebut jika dialokasikan untuk program makan bergizi gratis dapat terdistribusi kepada 32,85 juta anak di seluruh Indonesia,” jelasnya.

Ketimpangan di Lingkungan Kerja dan Korporasi

Tak hanya di lingkaran pemerintahan, ketimpangan ekonomi juga sangat terasa di dunia kerja, terutama di sektor korporasi besar. Banyak perusahaan memberikan paket kompensasi yang sangat tinggi kepada eksekutif mereka, jauh di atas gaji yang diterima pekerja biasa.

Sementara itu, para pekerja sering kali tidak mendapatkan insentif atau peningkatan kesejahteraan yang sebanding dengan kontribusi mereka terhadap keuntungan perusahaan. Ini semakin memperparah ketimpangan pendapatan di Indonesia.

Baca Juga  Berdampak Signifikan, Program CSR PLN Borong Penghargaan di Asian Impact Awards 2024

Salah satu contoh nyata dari ketidakadilan ini adalah kisah seorang guru honorer di daerah terpencil di Indonesia yang diungkapkan dalam laporan tersebut. Guru ini, yang setiap hari harus menyeberangi pulau selama 20 menit, hanya mendapatkan bayaran Rp 100 ribu per tiga bulan.

“Di kala pemerintah terus merawat triliuner bangsa, masyarakat kecil justru dibiarkan menerjal pahitnya hidup yang terpinggirkan,” tulis CELIOS.

Adapun, CELIOS menulis bahwa, pihaknya berharap pemerintah dapat mengambil langkah-langkah konkret untuk mempersempit jurang ketimpangan ekonomi. Peningkatan pendidikan, akses terhadap layanan kesehatan, serta program-program kesejahteraan sosial yang adil perlu segera dilaksanakan.

Laporan ini menjadi peringatan bahwa tanpa reformasi mendasar, ketimpangan di Indonesia hanya akan semakin melebar, membuat si kaya semakin kaya dan si miskin semakin terpinggirkan.

“Peningkatan kesejahteraan yang memprioritaskan manusia dan ekologi adalah prasyarat demi mencapai ekonomi yang adil dan merata,” pungkas CELIOS dalam laporannya.

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *