Sritex Krisis Bahan Baku, DJBC: Itu Urusan Kurator!
Pajak.com, Jakarta – PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) sedang menghadapi krisis bahan baku yang berdampak besar pada operasional perusahaan. Menanggapi situasi ini, Dirjen Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Askolani, menegaskan bahwa persoalan Sritex sepenuhnya berada di bawah kendali kurator, bukan DJBC.
Adapun, imbas dari kekurangan bahan baku ini menyebabkan sekitar 2.500 karyawan harus diliburkan sementara. Ia menegaskan bahwa DJBC tidak memiliki peran dalam penyelesaian masalah ini.
“Kalau Sritex itu urusan kurator, kita ikut saja, sebab kita nggak punya kewenangan,” ujar Askolani saat ditemui di Kantor Bea Cukai, Jakarta, dikutip Pajak.com pada Jumat (15/11).
Ketika ditanya lebih lanjut mengenai keterlibatan DJBC dalam komunikasi atau bantuan administrasi untuk bahan baku Sritex yang tertahan, Askolani menegaskan bahwa DJBC akan mengikuti aturan yang ada dan menghormati hukum yang berlaku. Menurutnya, DJBC tidak memiliki kewenangan untuk mengambil langkah lebih jauh terkait situasi bahan baku Sritex.
“Kita harus menghormati hukum, yang pegang kewenangan itu kurator, jadi kita ikuti apa yang ditentukan kurator,” tambahnya.
Untuk diketahui, krisis bahan baku ini bermula dari putusan Pengadilan Niaga Semarang yang menyatakan Sritex pailit setelah menerima gugatan dari PT Indo Bharat Rayon. Gugatan tersebut berisi permohonan pembatalan perdamaian terkait sidang Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Akibatnya, kendali penuh atas proses hukum dan keuangan Sritex kini ada di tangan kurator yang ditunjuk pengadilan.
Presiden Komisaris Sritex Iwan Setiawan Lukminto, dalam konferensi persnya beberapa waktu lalu, menjelaskan bahwa bahan baku yang dimiliki Sritex hanya akan cukup untuk tiga minggu ke depan. Dengan waktu yang semakin mendesak, Iwan menyatakan bahwa perusahaan menghadapi ancaman Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal jika tidak ada kepastian untuk keberlangsungan usaha dalam waktu dekat.
“Jadi ketersediaan bahan baku ini sekarang kekuatannya sampai tiga minggu ke depan. Jadi ini kalau tidak ada going concern atau keberlangsungan usaha, itu malah jadi ancaman PHK,” ungkap Iwan dalam konferensi pers di Kementerian Ketenagakerjaan, Jakarta, Rabu (13/11).
Comments