Menu
in ,

Pemerintah Tetapkan Batas Harga Tertinggi RT-PCR

Pemerintah Tetapkan Batas Harga Tertinggi RT-PCR

FOTO: IST

Pajak.com, Jakarta – Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan (Kemenkes) resmi menetapkan batas harga tertinggi reverse transcriptase-polymerase chain reaction (RT-PCR) sebesar Rp 275 ribu untuk wilayah Jawa dan Bali. Sementara untuk luar Jawa dan Bali, harga tertinggi senilai Rp 300 ribu. Penetapan ini tertuang dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan nomor HK.02.02/1/3843/2021 tentang Batas Tarif Tertinggi Pemeriksaan RT-PCR dan mulai berlaku 27 Oktober 2021.

Adapun harga yang berlaku sebelumnya Rp 495 ribu untuk Jawa dan Bali dan Rp 525 ribu di luar Jawa dan Bali. Penetapan harga terbaru RT-PCR ini menyusul permintaan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menurunkan biaya RT-PCR menjadi Rp 300 ribu dengan masa berlaku selama 3×24 jam untuk perjalanan pesawat.

“Hasil evaluasi kami sepakati bahwa batas harga tertinggi pemeriksaan RT-PCR diturunkan menjadi Rp 275 ribu untuk daerah Pulau Jawa dan Bali, serta sebesar Rp 300 ribu untuk luar Pulau Jawa dan Bali. Adapun hasil pemeriksaan dengan harga tertinggi itu dikeluarkan dengan durasi 1×24 jam setelah pengambilan sample swab, jelas Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan (Dirjen Yankes) Kemenkes Abdul Kadir dalam konferensi pers virtual, pada (27/10).

Dengan demikian, Kemenkes menegaskan kepada semua fasilitas pelayanan kesehatan, seperti rumah sakit, laboratorium, klinik, dan fasilitas pemeriksaan lainnya untuk mengikuti aturan yang berlaku saat ini. Pengawasan akan dilakukan oleh dinas kesehatan kabupaten/kota. Apabila ditemukan rumah sakit atau laboratorium yang tidak melaksanakan aturan, maka Kemenkes bakal melakukan teguran secara lisan, tertulis, hingga sanksi penutupan fasilitas kesehatan.

“Sampai kepada sanksi, misalnya, penutupan laboratorium itu bisa dilakukan oleh dinas kesehatan kabupaten dan kota,” tegas Kadir.

Juru Bicara Vaksinasi Kemenkes Siti Nadia Tarmizi menjelaskan, penetapan penurunan RT-PCR dilakukan Kemenkes bersama beberapa pihak, antara lain dengan Satuan Tugas (Satgas) Covid-19, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), dan Kementerian Perhubungan (Kemenhub). Selain itu, Kemenkes juga melakukan konsultasi dengan organisasi profesi, laboratorium, distributor, dan auditor pemerintah. Dari hasil pembahasan itu Kemenkes dapat menetapkan harga acuan baru RT-PCR.

“Penetapan harga tes PCR terdiri dari sejumlah komponen, seperti reagen, jasa layanan, biaya administrasi, dan biaya lain-lain, seperti transportasi, dan distribusi. Alhasil, jika harga yang berlaku saat ini sebesar Rp 495 ribu di wilayah Jawa dan Bali dan Rp 525 ribu di luar Jawa dan Bali dipangkas menjadi Rp 275 ribu dan Rp 300 ribu, maka akan ada biaya di sejumlah komponen pembentuk harga yang dikurangi,” jelas Siti.

Pengurangan itu karena pemerintah tidak memberi subsidi untuk RT-PCR, sebagaimana yang telah ditegaskan oleh Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin.

“Apakah (penurunan harga PCR) akan ada subsidi? Tidak ada. Karena sebenarnya selama ini pun harga PCR di bandara Indonesia sudah berada di kelompok bandara-bandara negara yang memiliki harga tes PCR termurah. Sebagai contoh, dengan harga tes swab PCR sebesar Rp 900 ribu, ini masuk 20 persen kelompok bandara dengan harga tes termurah. Nah, apalagi dengan penurunan harga ke Rp 300 ribu per tes PCR, ini sudah masuk ke 10 persen kelompok bandara dengan harga tes paling murah. Penurunan harga tes PCR diharapkan bisa meningkatkan jumlah testing,” ungkap Budi Gunadi.

Sementara itu, harga RT-PCR termurah di dunia masih tercatat di negara India, yaitu sebesar Rp 160 ribu. Menurut Budi Gunadi, hal itu karena India memiliki produksi alat dan bahan tes PCR.

Wakil Menteri Kesehatan (Wamenkes) Dante Saksono Harbuwono menambahkan, permintaan Presiden Jokowi untuk menurunkan harga RT-PCR menjadi Rp 300 ribu bukan tanpa dasar.

“Presiden sudah menghitung dan mendapatkan informasi tentang berapa harga reagen, harga pemeriksaan dan kapasitas yang bisa dilakukan pemerintah untuk melakukan pemeriksaan PCR. Jadi dari kerangka tersebut maka setelah dihitung-hitung, kelihatannya angka Rp 300 ribu itu menjadi angka yang mungkin masuk akal dan riil untuk dilaksanakan. Kemudian, kementerian kesehatan mengkaji penurunan harga reagen, karena merupakan komponen terbesar dari seluruh pembiayaan dalam tes PCR,” jelas Dante.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version