Menu
in ,

Pemerintah Naikkan Tarif Listrik Segmen di atas 3.000 VA

Pemerintah Naikkan Tarif Listrik

FOTO: KLI Kemenkeu

Pajak.com, Jakarta – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan akan menaikkan tarif listrik untuk orang kaya atau segmen di atas 3.000 Volt Ampere (VA). Menurutnya, rencana ini telah disetujui oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) karena merupakan bentuk keadilan saat pemerintah tidak menaikkan tarif listrik untuk pelanggan kelas bawah atau masyarakat rentan.

“Dalam Sidang Kabinet, Bapak Presiden Joko Widodo dan kabinet sudah menyetujui beban kelompok rumah tangga yang mampu direpresentasikan untuk fiskal langganan listrik di atas 3.000 VA boleh ada kenaikan harga. Jadi, harga listrik hanya segmen (3.000 VA) itu ke atas (yang boleh naik),” ungkap dalam Rapat Badan Anggaran (Banggar) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), di Gedung DPR, yang juga disiarkan secara virtual (19/5).

Ia menegaskan, kenaikan tarif itu bertujuan agar beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tidak terlalu besar. Sebab rencananya pemerintah akan menambah anggaran untuk subsidi dan kompensasi energi tahun 2022 hingga Rp 349,9 triliun demi tidak menaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) maupun listrik. Belanja subsidi energi naik Rp 74,9 triliun, terutama untuk subsidi BBM sebesar Rp 71,8 triliun. Kompensasi kepada PT Pertamina (Persero) dan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) juga meningkat di tahun 2022 sebesar Rp 216,1 triliun, terdiri atas kompensasi BBM sebesar Rp 194,7 triliun dan komponesiasi listrik Rp 21,4 triliun.

“Pemerintah menambah anggaran kompensasi untuk Pertalite Rp 114,7 triliun pada tahun ini untuk menjaga agar Pertalite tidak naik tahun ini sebesar. Padahal, dalam APBN sebelumnya pemerintah tidak menyediakan anggaran untuk kompensasi pertalite. Karena pilihannya hanya dua, kalau enggak anggaranya tidak naik, ya BBM dan listrik naik. Kalau BBM dan listrik tidak naik, ya anggarannya yang naik, tidak ada pilihan in between,” ungkap Sri Mulyani.

Ia menjelaskan, kenaikan anggaran untuk subsidi dan kompensasi energi itu dilakukan dengan pertimbangan kenaikan harga minyak mentah dunia yang melonjak terutama karena operasi militer khusus Rusia ke Ukraina. Alhasil, asumsi harga minyak mentah Indonesia pun direvisi menjadi 95 dollar AS sampai dengan 105 per barel.

Kemudian, untuk menjaga daya beli masyarakat di tengah kenaikan sejumlah harga komoditas dan ancaman inflasi, pemerintah juga berencana menambah anggaran bantuan sosial (bansos) sebesar Rp 18,6 triliun. Sehingga anggaran untuk Perlindungan Sosial dalam APBN menjadi Rp 431,5 triliun.

“Inflasi kita mungkin akan lebih di upper end dari 3 persen, ditambah 1 persen, mungkin akan lebih cenderung di dekat 4 persen, sekarang ada di 3,47 persen year on year. Pertumbuhan ekonomi kemungkinan akan mengalami tekanan karena kenaikan inflasi dan suku bunga,” kata Sri Mulyani.

Anggaran Perlindungan Sosial sebesar Rp 18,6 triliun akan diberikan diberikan dalam bentuk Bantuan Langsung Tunai (BLT) untuk 20,65 penerima manfaat, termasuk juga untuk para pelaku usaha dalam bentuk Bantuan Produktif Usaha Mikro (BPUM). Dalam rincian anggaran bansos, pemerintah mengalokasikan dana untuk BLT minyak goreng sebesar Rp 7,5 triliun.

“Masing-masing program pemerintah yang juga mendapatkan tambahan anggaran, mulai dari Program Keluarga Harapan (PKH) menjadi Rp 28,7 triliun, Kartu Sembako Rp 45,1 triliun, Kartu Prakerja Rp 11,0 triliun, BLT Desa Rp 28,8 triliun, dan penerima bantuan iuran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Rp 46,5 triliun,” urai Sri Mulyani.

Dengan penambahan itu, Ketua Banggar DPR Said Abdullah mengungkapkan, pemerintah mengajukan permintaan untuk melakukan perubahan postur belanja dalam APBN 2022 menjadi Rp 3.106 triliun dari sebelumnya direncanakan Rp 2.714,2 triliun.

“Naiknya sejumlah harga komoditas global, seperti minyak dunia membuat porsi anggaran dalam APBN 2022 juga ikut membengkak. Usulan pemerintah belanja negara menjadi sekitar Rp 3.106 triliun. Naiknya berbagai kebutuhan barang konsumsi rumah tangga juga meniscayakan kenaikan anggaran perlindungan sosial bagi rumah tangga miskin,” jelas Said.

Ia juga mengungkapkan, pemerintah juga memberikan tambahan Dana Bagi Hasil (DBH) sebesar Rp 47,2 triliun dan dana pendidikan menjadi Rp 23,9 triliun. Di sisi lain, pemerintah bakal melakukan efisiensi dengan pengurangan Dana Alokasi Khusus (DAK) sebesar Rp 12 triliun.

“Lalu, yang patut kita syukuri, penambahan beberapa pos belanja negara dapat kita penuhi dengan perkiraan pendapatan negara yang bertambah. Pemerintah memperkirakan kenaikan pendapatan negara menjadi Rp 2.266 triliun dari perencanaan semula pada APBN 2022 sebesar Rp 1.846 triliun,” kata Said.

Bila perubahan postur belanja disetujui oleh DPR, defisit anggaran pada tahun 2022 diperkirakan sekitar 4,3 persen hingga 4,5 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).

“Rendahnya perubahan rencana defisit tahun 2022 ini makin memudahkan pemerintah softlanding ke posisi di bawah 3 persen PDB pada tahun depan,” tambah Said.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version