Menu
in ,

Pemerintah Kenakan Tambahan Bea Masuk Pakaian Impor

Pajak.com, Jakarta – Pemerintah resmi mengenakan tambahan bea masuk untuk produk pakaian dan aksesori pakaian impor. Maka jangan kaget bila pakaian impor akan menjadi lebih mahal dari sebelumnya. Hal itu sesuai Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 142/PMK.010/2021 tentang Pengenaan Bea Masuk Tindakan (BMT) Pengamanan Terhadap Impor Produk Pakaian dan Aksesori Pakaian. Beleid ini diteken Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pada 21 Oktober 2021 lalu dan berlaku efektif 21 hari sejak diundangkan.

Direktur Kepabeanan Internasional dan Antar Lembaga Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Syarif Hidayat menjelaskan, dasar penetapan kebijakan pengenaan BMTP lantaran hasil laporan akhir penyelidikan Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) yang menunjukkan terjadinya lonjakan jumlah impor produk pakaian dan aksesori pakaian.

“Laporan tersebut yang membuktikan adanya ancaman kerugian serius yang dialami industri dalam negeri, disebabkan oleh lonjakan jumlah impor produk pakaian dan aksesori pakaian. Pengenaan BMTP ditujukan sebagai upaya pemerintah dalam memulihkan ancaman tersebut,” jelas Syarif dalam keterangan tertulis yang diterima Pajak.com, pada (16/11).

Ia menekankan bahwa BMTP diterapkan bila lonjakan impor menyebabkan terjadinya kerugian serius terhadap industri dalam negeri.

“Pengenaan BMTP pakaian impor tersebut merupakan tambahan bea masuk umum atau tambahan bea masuk preferensi berdasarkan perjanjian perdagangan barang internasional yang berlaku,” tambah Syarif.

Dalam aturan terbaru ini pemerintah mengenakan BMTP pakaian impor terhadap 134 pos tarif produk pakaian dan aksesori pakaian, yaitu sebesar antara Rp 19.260 hingga Rp 63.000 per piece untuk tahun pertama dan berangsur menurun. Jenis produk yang dikenakan terdiri dari segmen atasan casual, atasan formal, bawahan, setelan, ensemble, gaun, outerwear, pakaian dan aksesori pakaian bayi, headwear dan neckwear.

Pengenaan BMTP pakaian impor yang ditetapkan oleh pemerintah berlaku terhadap semua negara, kecuali untuk segmen headwear dan neckwear—sebanyak 8 pos tarif yang diproduksi dari 122 negara sebagaimana tercantum dalam PMK 142/PMK.010/2021.

“Kebijakan BMTP ini diharapkan berdampak positif pada pemulihan kinerja industri dalam negeri dan menahan laju impor atas produk pakaian dan aksesori pakaian. Dengan begitu, geliat ekonomi dalam negeri dapat meningkat seiring dengan adanya kenaikan konsumsi dalam negeri, yang juga memiliki dampak terhadap peningkatan produk domestik bruto dan penyerapan tenaga kerja,” kata Syarif.

Regulasi BMTP itu agaknya memang seirama dengan program Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia (Gernas BBI) yang diluncurkan pemerintah sejak awal tahun 2021. Melalui program ini pemerintah berupaya menanamkan rasa bangga sekaligus mengajak masyarakat untuk menggunakan produk lokal.

“Kita meluncurkan kampanye dengan hastag #SemuanyaAdaDiSini. Menurut saya hastag-nya sangat pas, karena menunjukkan optimisme yang tinggi bahwa Indonesia mampu memproduksi berbagai kebutuhan hidup sehari-hari kita dari pagi hingga malam hari. Bukan hanya itu, kita harus terus menjaga optimisme yang tinggi bahwa Indonesia akan semakin kuat melalui badai pandemi ini,” kata Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi sekaligus Ketua Tim Gernas BBI Luhut Binsar Pandjaitan.

Menurutnya, melalui Gernas BBI pemerintah juga ingin mendorong kenaikan tingkat komponen dalam negeri (TKDN).

“Kita terus berupaya menjaga konsumsi domestik yang menjadi pilar utama dalam pertumbuhan ekonomi Indonesia, terutama melalui konsumsi produk-produk UMKM (usaha mikro kecil menengah),” kata Luhut.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version