Pemerintah Kebut Revisi UU Migas untuk Dukung Investasi Migas di Era Transisi Energi
Pajak.com, Jakarta – Pemerintah Indonesia terus berupaya mengoptimalkan potensi komoditas minyak dan gas (migas), meski kini tengah berfokus pada pemanfaatan energi bersih. Pasalnya potensi subsektor migas di Indonesia diyakini masih sangat besar. Revisi Undang-Undang Migas (RUU) dinilai dapat menjadi dasar kuat sektor migas di era transisi energi.
Deputi Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim dan Energi Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) Jodi Mahardi menyatakan, diperlukan pendekatan seimbang dalam transisi energi di Indonesia. Kebutuhan akan komoditas migas dikatakannya masih diperlukan.
“Pertumbuhan ekonomi harus jalan bersamaan dengan upaya keberlanjutan. Kebutuhan migas masih penting termasuk di sektor transportasi,” kata Jodi dalam keterangan resminya dikutip Pajak.com pada Selasa (17/9).
Lebih lanjut, Jodi mengakui ada tantangan dari sisi penyelarasan aturan main. Untuk itu, pemerintah bertekad untuk membangun fondasi kuat dari sisi regulasi. Salah satu regulasi paling krusial yang diperlukan yaitu revisi UU Migas.
Direktur Pembinaan Usaha Hulu Migas Kementerian ESDM Ariana Soemanto menyatakan bahwa, pemerintah terus memberikan kenyamanan berinvestasi kepada investor dengan tetap menjaga kepentingan negara. Pemerintah melalui Kementerian ESDM, ungkapnya, tidak tinggal diam menunggu revisi UU migas namun paralel terus menyiapkan kebijakan yang menarik investasi.
“Dalam tiga tahun terakhir itu, bagi hasil untuk kontraktor dapat mencapai 50 persen. Sebelumnya hanya sekitar 15-30 persen. Selain itu insentif hulu migas dapat diberikan sesuai Kepmen ESDM 199/2021. Jadi sambil berjalannya revisi UU Migas, kita tidak diam dan terus lakukan perbaikan iklim investasi. IRR dan profitability index kontraktor migas diperhatikan, antara lain penyesuaian bagi hasil (split) kontraktor, FTP, investment creditdan lainnya, ruang itu dibuka,” jelas Ariana.
Pada kesempatan tersebut, Deputi Eksplorasi, Pengembangan dan Manajemen Wilayah Kerja Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas) Benny Lubiantara menegaskan, penerbitan UU Migas yang baru juga merupakan salah satu strategi utama mengubah paradigma industri migas di Indonesia ke depan. Tuntutan lingkungan keberlanjutan dan transisi energi dipastikan harus masuk dalam UU baru nanti.
SKK Migas, kata Benny, juga telah bertransformasi. Benny memastikan pembahasan Plan of Development(POD) akan melalui jalur fast track seperti apa yang terjadi di Geng North. Namun masih banyak tantangan lainnya yang baru bisa diselesaikan dengan adanya UU Migas yang baru.
“Urusannya non teknis. Mau tidak mau lewat UU Migas, ada terobosan fiskal yang harus melalui payung hukum UU Migas,” ungkap Benny.
Di sisi lain, Direktur Utama Pertamina Hulu Energi (PHE) Chalid Said Salim, subholding upstream Pertamina, menilai salah satu kebijakan adaptif yang bisa dilakukan pemerintah ke depan adalah mendukung percepatan pelaksanaan pengurasan minyak lanjutan atau Enhanced Oil Recovery (EOR). Menurut dia implementasi EOR dibutuhkan dukungan yang tidak kalah besar seperti yang diberikan pemerintah kepada pengembangan Migas Non Konvensional (MNK).
Seperti diketahui, pemerintah sudah menerbitkan beleid terbaru yang memberikan keistimewaan bagi pelaku usaha yang mengembangkan MNK dengan bagi hasil bagian kontraktor bisa mencapai 95 persen.
“MNK sudah diberikan tapi menurut saya EOR harusnya didahulukan, impactnya akan terasa 3-5 tahun ke depan. Kami ini ingin kepastian. Khusus di Migas itu bisa sangat signifikan di situ,” ungkap Chalid.
Comments