Mengenal Dedolarisasi yang Disorot Trump, Ini Pengertian dan Keuntungannya untuk Indonesia
Pajak.com, Jakarta – Pernyataan terbaru dari calon presiden AS Donald Trump yang mengancam akan mengenakan pajak impor sebesar 100 persen kepada negara-negara yang melakukan dedolarisasi telah memunculkan banyak perdebatan. Ancaman tersebut menyoroti pentingnya dollar AS sebagai mata uang yang digunakan dalam perdagangan internasional. Di sisi lain, langkah menuju dedolarisasi semakin diminati banyak negara, termasuk Indonesia. Lalu, apa sebenarnya dedolarisasi yang disorot Trump, bagaimana latar belakangnya, serta apa keuntungan untuk Indonesia? Pajak.com akan mengulasnya untuk Anda.
Apa Itu Dedolarisasi?
Dedolarisasi adalah kebijakan yang dilakukan oleh suatu negara untuk mengurangi dominasi dollar AS dalam berbagai aspek ekonomi, terutama dalam perdagangan internasional. Negara yang melakukan dedolarisasi memilih untuk bertransaksi menggunakan mata uang lain atau mata uang lokal dalam hubungan ekonomi internasional. Upaya ini umumnya dilakukan sebagai respons terhadap fluktuasi nilai tukar dollar yang memengaruhi kestabilan ekonomi nasional, serta untuk memperkuat kedaulatan ekonomi suatu negara.
Indonesia secara aktif telah menerapkan kebijakan dedolarisasi melalui transaksi mata uang lokal atau local currency transaction (LCT). Melalui LCT, Indonesia dapat melakukan perdagangan dan investasi dengan negara mitra secara bilateral menggunakan mata uang masing-masing, tanpa harus bergantung pada dollar AS. Langkah ini diambil sebagai bagian dari strategi untuk mengurangi ketergantungan pada dollar AS dan melindungi ekonomi nasional dari volatilitas nilai tukar dollar.
LCT di Indonesia mulai diberlakukan sejak tahun 2018 melalui kerja sama dengan Thailand dan Malaysia. Sejak itu, Indonesia terus memperluas kemitraan LCT-nya. Saat ini, Indonesia telah menjalin kesepakatan LCT dengan beberapa negara lain, termasuk Malaysia, Tiongkok, Jepang, dan Thailand.
Bank Indonesia (BI) mencatat, total transaksi LCT hingga semester I 2024 mencapai 4,7 miliar dollar AS, atau diprakirakan meningkat 1,5 kali lipat dari total transaksi LCT tahun 2023 sebesar 6,29 milliar dollar AS. Ke depan, capaian implementasi LCT diproyeksi terus meningkat, baik dengan 4 negara eksisting, maupun dengan 4 negara mitra baru yaitu Singapura, Korea Selatan, India, dan Uni Emirat Arab.
Selain itu, dalam lingkup kawasan, para pemimpin negara-negara ASEAN juga telah menyepakati penguatan Konektivitas Pembayaran Regional (regional payment connectivity/RPC) dan LCT di antara negara anggota. Pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke-42 yang digelar di Labuan Bajo pada 11 Mei 2023, Presiden RI Joko “Jokowi” Widodo menekankan pentingnya kerja sama ini.
Ia menegaskan, penguatan transaksi mata uang lokal dan konektivitas pembayaran digital antarnegara ASEAN merupakan langkah strategis, untuk membangun sektor keuangan yang stabil dan menjadi fondasi bagi integrasi ekonomi kawasan.
“Implementasi transaksi mata uang lokal dan konektivitas pembayaran digital antarnegara sepakat untuk diperkuat. Ini sejalan dengan tujuan sentral lintas ASEAN agar ASEAN semakin kuat dan semakin mandiri,” kata Jokowi dalam konferensi pers usai pertemuan tersebut.
Keuntungan Dedolarisasi untuk Indonesia
Dedolarisasi membawa sejumlah keuntungan signifikan bagi Indonesia, terutama dalam memperkuat stabilitas ekonomi dan mengurangi risiko eksternal. Langkah ini tidak hanya memungkinkan Indonesia untuk lebih mandiri secara finansial, tetapi juga membuka peluang besar dalam memperluas jaringan perdagangan dengan negara-negara lain.
Dengan menggunakan mata uang lokal atau alternatif lainnya, Indonesia bisa memperkecil dampak dari fluktuasi nilai tukar dollar AS, yang selama ini menjadi tantangan utama dalam perdagangan internasional. Berikut adalah beberapa keuntungan utama dedolarisasi bagi Indonesia:
1. Stabilitas Ekonomi yang Lebih Baik
Mengurangi ketergantungan pada dollar AS dapat memberikan stabilitas ekonomi yang lebih baik bagi Indonesia. Saat ini, perubahan nilai tukar dollar sering kali memengaruhi harga impor dan ekspor. Dengan menggunakan mata uang alternatif, Indonesia bisa lebih melindungi ekonomi dalam negeri dari volatilitas yang disebabkan oleh fluktuasi dollar.
2. Mengurangi Risiko Eksternal
Dedolarisasi dapat membantu Indonesia mengurangi risiko ekonomi global, terutama dari kebijakan ekonomi negara-negara besar seperti AS. Ancaman seperti pajak impor yang diusulkan Trump bisa berdampak besar pada ekonomi negara-negara yang sangat bergantung pada perdagangan dalam dollar AS. Dengan memperluas penggunaan mata uang lain, Indonesia bisa lebih fleksibel dalam menghadapi kebijakan eksternal yang tidak menentu.
3. Diversifikasi Cadangan Devisa
Dengan mendiversifikasi cadangan devisa dan mengurangi ketergantungan pada dollar AS, BI dapat menjaga nilai tukar rupiah tetap stabil. Diversifikasi ini juga memberi perlindungan lebih baik terhadap tekanan eksternal yang bisa memengaruhi ekonomi, seperti krisis keuangan global.
4. Perluasan Kerja Sama Bilateral
Keuntungan lainnya dari dedolarisasi adalah Indonesia akan lebih aktif dalam membentuk kerja sama bilateral dengan negara-negara lain. Penggunaan mata uang lokal atau mata uang lain seperti yuan atau euro dalam perdagangan dapat memperkuat hubungan dagang bilateral, tanpa perlu bergantung pada dollar AS.
Potensi Ketegangan Ekonomi dengan AS Akibat Dedolarisasi
Meskipun dedolarisasi menawarkan banyak keuntungan bagi Indonesia, langkah ini juga berpotensi menimbulkan ketegangan ekonomi dengan AS, terutama jika kebijakan tersebut dianggap mengancam dominasi dollar AS dalam perdagangan global. Salah satu ancaman nyata datang dari pernyataan mantan Presiden AS Donald Trump, yang mengancam akan menerapkan pajak impor hingga 100 persen terhadap negara-negara yang melakukan dedolarisasi.
Ancaman ini sangat relevan karena Trump merupakan kandidat yang diunggulkan dalam pemilihan Presiden AS pada November mendatang. Jika Trump terpilih kembali, kebijakan pajak impor yang ekstrem tersebut bisa menjadi alat tekanan bagi negara-negara seperti Indonesia yang aktif dalam dedolarisasi.
Jika hubungan dagang Indonesia-AS memburuk akibat kebijakan dedolarisasi, Indonesia bisa menghadapi sejumlah tantangan serius. Betapa tidak, AS merupakan salah satu mitra dagang utama Indonesia, terutama dalam sektor ekspor seperti tekstil, produk elektronik, dan komoditas sumber daya alam. Gangguan pada akses ke pasar negara adidaya ini dapat menyebabkan penurunan ekspor yang signifikan, memengaruhi ribuan lapangan kerja serta pendapatan negara.
Selain itu, dampak lain dari ketegangan ekonomi dengan AS bisa mencakup peningkatan hambatan perdagangan, termasuk tarif tinggi atau bahkan sanksi ekonomi. Hal ini dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi Indonesia yang telah berusaha keras untuk meningkatkan ketergantungan pada pasar global.
Oleh karena itu, Indonesia perlu berhati-hati dalam melangkah, memastikan strategi dedolarisasi dilakukan secara bertahap dan dengan mempertimbangkan kepentingan diplomatik dan ekonomi global. Negosiasi diplomatik yang efektif akan menjadi kunci untuk menyeimbangkan upaya mengurangi ketergantungan pada dollar dengan tetap menjaga hubungan baik dengan AS, yang tetap menjadi salah satu kekuatan ekonomi global terbesar.
Comments