Menu
in ,

Pemerintah Harus Investasi Literasi Digital dan Finansial

Pajak.comJakarta – Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Salahuddin Uno mengemukakan, untuk menyikapi berbagai tantangan modern yang terjadi, pemerintah di seluruh dunia harus mampu berinvestasi dalam usaha literasi digital dan finansial; serta mampu memberikan akses dan bantuan terhadap pangsa pasar juga ekonomi baru.

Pasalnya, menurut Sandiaga saat ini terdapat beberapa tantangan modern yang terjadi, salah satunya semakin luasnya kesenjangan digital di dunia dan perubahan modal kerja ke arah digitalisasi yang membuka peluang eksploitasi lebih lanjut. Karenanya, ia menilai perlindungan privasi, kesehatan, dan jaring pengaman sosial bagi pekerja kreatif dan digital juga diperlukan.

“Modal kerja digital membuka peluang eksploitasi. Batasan antara ‘rumah’ dan ‘kantor’ semakin buram, dengan jam kerja yang tidak masuk akal. Ini merusak kesehatan fisik dan mental kita. Selain itu, pekerja kreatif juga berpeluang untuk dibayar dengan tidak layak di banyak kesempatan,” kata Sandiaga saat menjadi pembicara pembuka di acara Creative Industries and Trade Digitization Forum secara virtual, dikutip Pajak.com, Sabtu (2/10).

Dan dengan kondisi yang semakin tidak menentu, ia menegaskan berinvestasi dalam usaha literasi digital dan finansial agar pemerintah harus dan butuh berada di sisi para pekerja ini. Sementara menyoroti isu industri kreatif dan digitalisasi perdagangan, Sandiaga menyampaikan bahwa perdagangan digital memberikan kesempatan bagi para pekerja kreatif dan pemerintah secara luas karena seniman dapat menunjukkan karya dan melindungi keasliannya melalui Non-fungible Tokens (NFT).

Dalam hal ini, ia berpendapat bahwa pemerintah dapat mulai merangkul blockchain untuk mempraktikkan tata kelola dan akuntabilitas yang adil dan transparan.

“Kata-kata ini mungkin tampak futuristik, tapi inilah masalahnya, masa depan kita sudah di depan kita. Suka atau tidak,” imbuhnya.

Pada akhir sambutannya, dia mengutip salah satu peribahasa Barbados, yakni ‘One Hand Can’t Clap’, yang berarti kerja sama dan kolaborasi yang aktif dibutuhkan untuk menyelesaikan semua permasalahan. Oleh karenanya, ia mengajak semua pihak untuk berkolaborasi agar dunia sejahtera.

“Inilah waktunya kita semua untuk kerja bersama, maju bersama, bertahan bersama, untuk dunia yang sejahtera, bersama,” tegasnya.

Dalam kesempatan yang sama, Sekretaris Jenderal United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD) Rebeca Grynspan menyampaikan pentingnya investasi digital secara inklusif dan luas.

“Perubahan sosial yang cepat seringkali berpengaruh pada industri kreatif. Kita harus berinvestasi pada infrastruktur digital dan harus dilaksanakan secara inklusif. Sangatlah krusial bagi dunia untuk menuju kenormalan yang baru, dan negara-negara harus mengadopsinya sesuai dengan kelayakan pembangunan mereka,” ujar Rebeca yang baru dilantik menjadi sekjen pada awal September lalu.

Mengamini hal itu, Perdana Menteri Barbados Mia Mottley menyatakan jika teknologi dan digitalisasi merupakan alat bagi dunia untuk menjaga keberlangsungan budaya dan kreativitas.

“Industri kreatif dan budaya adalah suatu hal yang membuat umat manusia menjadi manusia yang seutuhnya. Jika kita ingin mentransformasi sebuah bangsa, kita harus mulai dan akhiri dengan kreativitas, kebudayaan, dan pendidikan,” ujar Mia.

Untuk diketahui, Creative Industries and Trade Digitization Forum merupakan bagian dari Konferensi Kuadrenial Badan PBB untuk Perdagangan dan Pembangunan (UNCTAD) ke-15 atau UNCTAD15. Konferensi rutin UNCTAD ini mengumpulkan berbagai lapisan pemangku kepentingan dunia dalam bidang perdagangan dan pembangunan.

Setelah ditunda setahun akibat pandemi COVID-19, pelaksanaan UNCTAD15 tahun dimana Barbados sebagai ini juga bertepatan dengan momentum Tahun Internasional Ekonomi Kreatif untuk Pembangunan Berkelanjutan 2021, yang diinisiasi oleh Indonesia dan didukung oleh UNCTAD dan 81 negara co-sponsor.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version