in ,

Neraca Perdagangan dan Ekspor Catat Rekor Tertinggi

Secara rinci, kinerja positif ditunjukkan pada indikator ekspor yang mengalami surplus dengan nilai 27,32 miliar dollar AS yang juga mampu mengungguli rekor tertinggi sebelumnya pada Maret 2022 sebesar 26,50 miliar dollar AS. Kinerja surplus pada nilai ekspor itu, salah satunya dipengaruhi oleh tingginya harga komoditas unggulan, seperti harga Crude Palm Oil (CPO) sebesar 1.682,7 dollar AS per Metrik Ton (MT) atau tumbuh 56,09 persen dibandingkan tahun lalu; batu bara sebesar 302 dollar AS per MT atau tumbuh 238,83 persen, dan nikel sebesar 33.132,7 dollar AS per MT atau tumbuh 100,55 persen.

“Pencapaian tersebut kian membawa perekonomian Indonesia menjadi lebih tangguh mengingat neraca perdagangan merupakan salah satu indikator utama dalam meningkatkan cadangan devisa dan menjaga ketahanan sektor eksternal Indonesia,” kata Airlangga.

Baca Juga  Jaga Ekonomi Nasional, Wamenkeu Beberkan Strategi Hadapi Konflik Timur Tengah 

Selain itu, pencapaian itu tidak lepas dari program hilirisasi yang diterapkan pemerintah. Hilirisasi mendorong nilai tambah komoditas di tengah harga yang kian meningkat. Setidaknya, hal itu terlihat dari aktivitas manufaktur yang terus berada di level ekspansif dengan angka Purchasing Managers’ Index (PMI) April 2022 di level 51,9 naik dari posisi bulan sebelumnya di level 51,3. Adanya kenaikan itu, membawa nilai PMI Indonesia berada di atas level PMI negara Association of Southeast Asian Nations (ASEAN), seperti Vietnam (51,7), Malaysia (51,6), dan Myanmar (50,4).

“Ke depan, pemerintah kian gencar dalam memaksimalkan berbagai potensi kebijakan lainnya, seperti kerja sama bilateral dan multilateral dalam meningkatkan perdagangan, utamanya dalam peningkatan nilai ekspor Indonesia. Salah satunya dengan melakukan program promosi ekspor dengan peningkatan kerja sama bilateral dan multilateral. Forum G20 juga akan dioptimalkan untuk menggali berbagai potensi kerja sama perdagangan dengan berbagai negara,” jelas Airlangga.

Baca Juga  Pemerintah dan WRI Indonesia Susun Peta Jalan Dekarbonisasi Industri Nikel

Dari sisi impor, tercatat mengalami penurunan dari sebesar 10,01 persen (Maret 2022), menjadi sebesar 19,76 miliar dollar AS (April 2022). Namun, menurut Airlangga, penurunan ini tidak lantas menghambat kegiatan produksi karena komposisi utama impor didominasi oleh golongan bahan baku atau penolong dengan porsi sebesar 78,62 persen.

“Sehingga produksi barang baru yang bernilai tambah tinggi dapat terus dilakukan produsen yang akan mendorong peningkatan output nasional,” tambah Airlangga.

Ditulis oleh

Baca Juga  SMF Dorong Pembiayaan Perumahan Berkelanjutan dan Pengembangan ESG

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *