Luhut: Mitigasi El Nino Cegah Inflasi
Pajak.com, Jakarta – Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan meminta kementerian/lembaga (K/L) dan pemerintah daerah (pemda) untuk segera mewaspadai dan melakukan upaya mitigasi dalam menghadapi El Nino yang diprediksi akan terjadi pada Agustus 2023 mendatang. Sebab berdasarkan pengalaman tahun 2015 yang terjadi di Indonesia, El Nino telah menyebabkan kekeringan, kebakaran hutan dan lahan yang berdampak pada turunnya produksi pertanian dan pertambangan. Kondisi itu akan berujung pada meningkatnya inflasi.
“Saya meminta seluruh K/L terkait juga pemerintah daerah untuk mulai bersiap sejak dini, memperhitungkan segala langkah yang mesti ditempuh agar pengalaman buruk 8 tahun lalu tidak terulang kembali. Setidaknya sejak saat ini kami menyiapkan teknologi modifikasi cuaca sebagai senjata menghadapi El Nino. Saat ini suhu di beberapa daerah sudah terasa begitu tinggi,” ungkap dalam unggahan di akun Instagram pribadinya @luhut.pandjaitan, dikutip Pajak.com, (27/4).
Ia mengutip pernyataan sekertaris jenderal organisasi meteorologi dunia, bahwa fenomena La Nina yang telah terjadi selama 3 tahun berturut-turut dan membawa cuaca lebih basah telah berakhir. Sebagai gantinya, El Nino akan membawa suhu menjadi tinggi sehingga membuat cuaca menjadi lebih kering. Berdasarkan data yang dihimpun Luhut, suhu laut telah mencapai rekor tertingginya setelah terakhir terjadi pada tahun 2016.
“Belum lagi gelombang panas yang mendorong rekor suhu tertinggi di Asia akhir-akhir ini. Dari pemodelan cuaca yang kami dapatkan, El Nino diprediksi akan terjadi pada Agustus 2023 meski ketidakpastian tingkat keparahan El Nino masih sangat tinggi,” ungkap Luhut.
Dengan demikian, mitigasi harus segera dilakukan oleh seluruh K/L dan pemda karena dampak luas El Nino terhadap inflasi Indonesia akan sangat signifikan.
“Karena besarnya kontribusi inflasi pangan terhadap inflasi keseluruhan. Hal ini terjadi karena diperkirakan 41 persen lahan padi mengalami kekeringan ekstrem di tahun tersebut,” ujar Luhut.
Ia juga mengutip, berdasarkan data World Food Programme, 3 dari 5 rumah tangga kehilangan pendapatan akibat kekeringan akibat El Nino. Kemudian, 1 dari 5 rumah tangga harus mengurangi pengeluaran untuk makanan akibat kekeringan.
“Untuk itu, kami akan bersiap dalam kondisi yang paling ekstrem sekalipun,” kata Luhut.
Pada kesempatan berbeda, dosen senior di Grantham Institute pada Imperial College London Friederike Otto memperingatkan, suhu yang dipicu El Nino dapat memperburuk dampak perubahan iklim yang sudah dialami sejumlah negara, termasuk gelombang panas yang parah, kekeringan, dan kebakaran hutan. Percepatan masa kemarau yang dipicu oleh El Nino dapat menyebabkan cuaca ekstrem akibat fase transisi yang tidak wajar.
“Jika El Nino terus berkembang, ada kemungkinan besar 2023 akan lebih panas ketimbang 2016, mengingat dunia terus menghangat karena manusia yang terus membakar bahan bakar fosil,” ungkap Otto.
Ia dan para ilmuan juga telah mewanti-wanti bahwa fenomena El Nino, salah satunya terjadi akibat pemanasan global yang semakin masif sebagai implikasi dari penggunaan bahan bakar fosil berlebih, seperti bahan bakar minyak (BBM) dan batu bara.
Comments