Menu
in ,

Inflasi dan Resesi Jadi tantangan Ekonomi Triwulan III 2022

Pajak.com, Jakarta – Krisis Rusia-Ukraina dan situasi COVID di Cina belum menunjukkan tanda-tanda akan berakhir. Menurut analisis DBS Bank, kedua faktor itu sudah dimasukkan ke dalam penghitungan biaya oleh pasar. Memasuki triwulan ketiga, tantangan utama yang dihadapi pasar adalah inflasi yang tak kunjung reda, sikap hawkish (kebijakan moneter cenderung kontraktif) bank sentral AS, serta meningkatnya risiko resesi dan penurunan peringkat keuntungan. Menurut kajian DBS, inflasi dan resesi menjadi tantangan ekonomi dunia pada triwulan III 2022 ini.

Chief Investment Officer DBS Bank Hou Wey Fook mengatakan, DBS menekankan pentingnya investasi alternatif bagi investor, termasuk emas dan aset swasta untuk mendiversifikasi risiko portofolio. Mengingat inflasi berlanjut, didorong oleh kelangkaan komoditas, DBS juga menekankan investasi di komoditas sebagai pendekatan “satelit”, yaitu membangun portofolio investasi dari gabungan dana investasi, saham dan obligasi yang memberikan imbal hasil lebih tinggi dalam jangka pendek.

“Kami yakin bahwa strategi ini akan membantu portofolio mengatasi inflasi,” kata Fook dalam keterangan tertulis Kamis (7/7/22).

DBS Bank juga menyoroti bahwa ekuitas tetap bullish di Cina. Negara Tirai Bambu itu menawarkan risiko-imbalan menarik. DBS  memandang positif terhadap Cina pada triwulan kedua 2022 karena menurut DBS, Pemerintah Cina menarik batasan dengan menyatakan komitmen mereka untuk mendukung pertumbuhan dan peraturan dunia usaha.

Fook meyakini bahwa dengan kinerja yang bagus Cina di sektor teknologi, dengan sendirinya pasar Cina secara umum akan terus berlanjut. Apalagi didukung oleh penerapan 3C di Cina, yakni cheap atau murah; clarity atau kejelasan.

“Kami telah mengamati tanda-tanda pelonggaran atas tindakan keras terhadap sektor teknologi Cina, dengan mendorong lebih banyak perusahaan teknologi lokal melantai di bursa untuk mengurangi konsentrasi kekuatan berlebihan di raksasa teknologi Cina.

Selanjutnya C yang terakhir adalah catalysts atau katalis. Dukungan kebijakan diindikasikan oleh alokasi sebesar 2,4 triliun dollar AS oleh regulator Cina untuk pengeluaran publik pada 2022 demi menghidupkan kembali perekonomian. Pertumbuhan laba perusahaan domestik diperkirakan akan pulih ke dua digit pada pertengahan 2023 mendatang.

Untuk menekan inflasi, DBS juga menyampaikan akan memerhatikan pandangan konstruktif jangka panjang mereka atas raksasa teknologi AS saat ini. DBS merekomendasikan agar perusahaan teknologi yang besar pada S&P500 (nilai saham 500 perusahaan dengan modal-besar di AS).

“Perusahaan besar teknologi AS didukung oleh laba kuat, dan kenaikan imbal hasil obligasi menekan dampak terhadap fundamental jangka panjang. Karakteristik perusahaan yang mampu mempertahankan keunggulan kompetitifnya (efek jaringan kuat, biaya peralihan merek tinggi, dan aset tak berwujud besar) akan terus memastikan laba tangguh,” kata Fook.

Fook menambahkan, data historis menunjukkan bahwa koreksi baru-baru ini sebagian besar didorong oleh kalibrasi ulang ekspektasi investor, dan valuasi menjadi menarik setelah aksi jual baru-baru ini.

Sejalan dengan strategi ekuitas DBS untuk mencari produk berkualitas dan penentu harga, Fook mengatakan, pihaknya akan meningkatkan peringkat Jepang ke overweight dan mengharapkan paparan  dari perusahaan- perusahaan besar dengan keunggulan kompetitif tahan lama secara global. Beberapa hal yang bisa menjadi katalis untuk kinerja Jepang lebih baik pada 3Q22 menurut DBS adalah ruang fiskal lebih besar, kondisi moneter lebih ringan dan Yen yang melemah, dan valuasi menarik untuk ekuitas Jepang.

Fook mengakui, di tengah kondisi ketidakpastian saat ini, wajar bagi investor yang menghindari risiko untuk mencari keamanan yang ditawarkan uang tunai. Namun, investor yang mengandalkan kenaikan suku bunga untuk meningkatkan pengembalian simpanan tunai mungkin merasa kecewa karena lintasan dana Bank Sentral AS yang secara historis menurun. Dengan demikian, beberapa elemen pengambilan risiko masih diperlukan bagi investor untuk mengatasi inflasi.

Pertama, tetap memperhatikan kualitas saat gejolak meningkat. Mengingat risiko resesi, investor yang mencari imbal hasil tambahan melalui risiko kredit harus tetap mempertahankan kualitas. Kedua, hasil asimetris menguntungkan investor. Jika bank sentral AS menekan tingkat kenaikan suku bunga, kredit jangka pendek dan berkualitas tinggi akan memberi investor potensi keuntungan modal.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version