Menu
in ,

Indonesia Genjot Hilirisasi Nikel untuk Baterai Listrik

Pajak.com, Jakarta – Indonesia menjadi salah satu produsen nikel terbesar di dunia dalam bentuk Nickel Pig Iron (NPI). Hasil hilirisasi produksi nikel Indonesia saat ini mencapai 21 juta ton dalam setahun. Untuk itu, pemerintah akan terus mendorong investasi hilirisasi produk turunan nikel untuk memproduksi baterai listrik.

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menyatakan, dengan potensi sebesar itu, Indonesia memiliki posisi tawar yang kuat kepada investor. Oleh sebab itu, menurut Luhut, Indonesia memiliki hak untuk berkembang dan bekerja sama yang saling menguntungkan, sehingga harus terus memainkan perannya.

“Dengan ini (potensi nikel) yang besar kita lihat bahwa Indonesia punya bargaining position (posisi tawar) yang kuat. Kita juga enggak boleh baik-baik amat. Kita harus mainkan peran kita” ujar Luhut dalam keterangan tertulis, Jumat (18/6/2021).

Luhut mengatakan, Indonesia diproyeksi akan memasok 50 persen pasokan dunia pada tahun 2025. Angka ini meningkat dibandingkan tahun 2020 yang baru memasok 28 persen. Proyeksi itu sejalan dengan perkiraan produksi nikel Indonesia yang akan meningkat dengan adanya smelter High Pressure Acid Leaching (HPAL). Smelter ini akan mulai beroperasi pada 2021 yang akan menghasilkan Mix Hydroxide Precipitate (MHP).

Menurut Luhut, pemerintah saat ini tengah fokus pada lima hal untuk bisa menarik investasi. Terdiri dari hilirisasi sumber daya alam (SDA), pengembangan baterai litium, sektor kesehatan, infrastruktur konektivitas maritim, dan penurunan emisi karbon. Selain nikel, pemerintah juga berupaya dalam menarik investasi hilirisasi bauksit.

Luhut menyebut bahwa sudah ada tujuh kawasan industri yang mengembangkan produk turunan nikel dan bauksit. Ketujuh kawasan industri itu di antaranya, kawasan Galang Batang dengan nilai total investasi sebesar 2,5 miliar dollar AS dengan target operasi di 2021. Kawasan industri Morowali Utara dengan nilai total investasi 4.19 miliar dollar AS dan target operasi pada kuartal IV-2021. Selain itu, ada kawasan industri Tanah Kuning dengan total nilai investasi yang akan dikucurkan secara bertahap sebesar 60 miliar dollar AS dan target beroperasi di 2022.

Luhut juga menyebutkan, nilai investasi di Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) dan Indonesia Weda Bay Industrial Park yang masing-masing sebesar 10 miliar dollar AS. Menurutnya, dengan membangun berbagai kawasan industri yang terintegrasi maka diyakini akan memangkas ongkos produksi menjadi semakin murah, sehingga otomatis harga jual nikel olahan Indonesia jadi bersaing.

Sebagai informasi, sejak tahun lalu pemerintah telah menerapkan kebijakan larangan ekspor bijih nikel. Akibat kebijakan itu, setiap perusahaan tambang membangun smelter untuk mengolah bijih nikel. Pengoperasian smelter tersebut meningkatkan konsumsi listrik sehingga menjadi potensi pasar bagi PT Perusahaan Listrik Negara (PLN). Di Sulawesi, misalnya, sebelum pengoperasian smelter, normalnya beban listrik di Sulawesi rata-rata hanya 2.000 Megawatt (MW). Namun, dengan adanya larangan ekspor bijih nikel, beban puncaknya bisa naik tiga kali lipat dari normal menjadi sekitar 6.100 MW.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version