Menu
in ,

CORE: Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi 2,5-3,5 Persen

Pajak.com, Jakarta – Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan berada di kisaran 2,5 persen sampai 3,5 persen sepanjang 2021. Direktur Eksekutif CORE Indonesia Mohammad Faisal menjelaskan, proyeksi itu berlandaskan potensi ketidakpastian ekonomi akibat Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang akan kembali menghambat pertumbuhan. Menurutnya, sangat kecil kemungkinan pertumbuhan ekonomi akan sesuai prediksi pemerintah, yaitu kisaran 4,5 persen sampai 5,3 persen.

“Akan tetapi, proyeksi ini tidak terlalu rendah, sebab ada dua faktor, pertama karena tahun 2020 sudah minus secara year on year, potensi untuk meningkat menjadi lebih besar. Kedua, dari segi ekspor yang tumbuh luar biasa sehingga akan meredam dari kontraksi keterlambatan dari sisi konsumsi rumah tangga,” kata Faisal dalam webinar CORE Mid Year Review 2021 bertajuk Menahan Gelombang Ketidakpastian Ekonomi, pada (27/7).

Ekonom CORE Indonesia Ina Primiana menambahkan, dalam kondisi pandemi COVID-19, industri justru menunjukkan geliat yang ekspansif. Bahkan, menuju mandiri karena banyak kebutuhan dipenuhi dari dalam negeri. Hal ini terlihat dengan purchasing managers index (PMI) manufaktur Indonesia tercatat pada angka 53,5 di bulan Juni 2021.

“PMI sedang berada dalam tren positif dalam beberapa bulan terakhir. Bila dilihat pergerakan ekspor secara tahunan terus terjadi kenaikan dari Januari hingga Juni 202,” kata Ina.

Secara akumulatif, nilai ekspor Indonesia Januari sampai Juni 2021 mencapai 102,87 miliar dollar AS atau naik 34,78 persen dibanding periode yang sama tahun 2020. Demikian juga ekspor nonmigas mencapai 97,06 miliar dollar AS atau naik 34,06 persen.

Ina menganalisis, investasi juga meningkat pada industri prioritas, sehingga pemerintah perlu menjaga momentum ini. Dengan demikian, CORE Indonesia merekomendasikan sejumlah kebijakan agar industri manufaktur tetap tumbuh optimal di tengah kondisi pandemi COVID-19.

Pertama, pemerintah harus memberikan keberpihakan nyata pada industri dalam negeri. Misalnya, di masa pandemi seluruh kegiatan, termasuk pendidikan, dijalankan secara on-line yang akan berdampak pada tingkat permintaan komputer, laptop, atau tablet. Dalam kondisi ini industri terkait harus diberikan peluang-peluang baru.

“Langkah Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan dinilai sudah tepat agar Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim membeli komputer, laptop, atau tablet buatan lokal. Sebetulnya kebijakan seperti ini sangat ditunggu-tunggu oleh industri dalam negeri agar tidak selalu mengutamakan barang impor seperti selama ini terjadi,”kata Ina.

Kedua, menjaga agar industri esensial bisa tetap produksi dengan protokol kesehatan yang ketat. Poin ini penting dikomunikasikan kepada petugas keamanan agar tidak terjadi bentrok di lapangan.

Ketiga, pemerintah perlu memantau ketersediaan oksigen yang sangat dibutuhkan oleh sektor kesehatan. Upaya ini agar tidak menganggu rantai pasok industri yang sedang tumbuh relatif baik.

“Biasanya 70 persen untuk industri dan 30 persen untuk kesehatan sekarang dibalik, kalau ini berlanjut terus ini akan menganggu rantai pasok industri tersebut,” kata Ina.

Keempat, mengakselerasi program substitusi impor untuk meningkatkan penggunaan produk dalam negeri. Caranya, dengan menghemat belanja modal dan belanja barang, misalnya pada industri dengan nilai impor tinggi—industri mesin yang bernilai Rp 308 triliun, industri kimia Rp 299 triliun, industri logam Rp 242 triliun, industri elektronika Rp 231 triliun, industri makanan Rp 140 triliun, dan lain-lain.

“Total nilai impor pada tahun 2020 sebesar Rp 1.427 triliun, sekitar 88 persennya adalah industri pengolahan. Bagaimana kita menghemat yang impor agar ini bisa diolah menjadi devisa,” jelas Ina.

Kelima, melanjutkan insentif atau relaksasi bagi industri yang terkena COVID-19. Keenam, memprioritaskan belanja pemerintah pada industri yang sudah menerapkan tingkat komponen dalam negeri (TKDN).

CORE Indonesia menilai, bila pemerintah menjalankan keenam kebijakan itu, maka kapasitas produksi akan meningkat. Mengingat kapasitas produksi pada tahun 2020 belum mencapai 70 persen. Seperti diketahui, sektor industri merupakan salah satu andalan utama pemerintah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia.

“Peningkatan kapasitas produksi memiliki efek ganda terhadap perekonomian kita, akan berdampak pada penyerapan tenaga kerja, peningkatan ekspor, belanja produk dalam negeri, mengurangi devisa, dan meningkatkan kemandirian bangsa,” jelas Ina.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version