Menu
in ,

Bukit Asam Kembangkan Hilirisasi Industri Batu Bara

Pajak.com, Jakarta – PT Bukit Asam Tbk (PTBA) tengah fokus melakukan pengembangan hilirisasi industri batu bara demi mewujudkan ketahanan energi nasional yang berkelanjutan. Hilirisasi itu berupa mengolah batu bara berkalori rendah menjadi coal dimethyl ether (DME) untuk menggantikan liquefied petroleum gas (LPG). Di sisi lain, perseroan juga tetap menggenjot produksi energi baru terbarukan (EBT) berupa pembangkit listrik tenaga uap (PLTU), pembangkit listrik tenaga surya (PLTS), dan sebagainya.

Pengembangan hilirisasi industri batu bara menjadi DME telah dilakukan PT Bukit Asam di Tanjung Enim, Sumatera Selatan. Pengembangan itu meliputi mengganti sumber energi alternatif menjadi LPG, mengurangi ketergantungan atas impor energi, dan tentunya meningkatkan ketahanan energi nasional dengan memanfaatkan sumber enegi lokal, yang diperkirakan akan menghasilkan sekitar 180 juta ton untuk 30 tahun,” jelas Direktur Utama PTBA Suryo Eko Hadianto dalam webinar Gatra Apresiasi Energi 2021 bertajuk Kemandirian Kebutuhan Energi sebagai Kunci Keberhasilan Kebangkitan Perekonomian, pada (30/9).

Untuk mengembangkan proyek itu, PTBA telah bekerja sama dengan PT Pertamina (Persero) dan Air Products and Chemicals Inc (APCI).

“Kami akan mengonversi 6 juta ton batu bara yang diubah menjadi syngas. Kemudian, diubah menjadi metanol, lalu diubah menjadi DME untuk menghasilkan 1,4 juta ton DME. Nilai tambah dalam proyek ini adalah adanya investasi yang bisa ditarik sebesar 2,1 miliar dollar AS. Ini ekuivalen dengan sekitar Rp 31 triliun. Pengembangan DME juga akan memberi manfaat berupa penerimaan negara, pajak dan nonpajak,” kata Suryo.

Dengan demikian, ia berharap seluruh proses pengembangan hilirisasi batu bara bisa mendapat dukungan penuh dari semua pihak, baik dari pemerintah, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), masyarakat, dan media. Sebab sejatinya, pengembangan ini telah tertuang dalam Proyek Strategis Nasional (PSN).

Untuk pengembangan EBT, PTBA sudah membangun PLTS bersama Angkasa Pura II di Bandara Soekarno-Hatta (Soetta), tepatnya di Gedung Airport Operation Control Center (AOCC). Kemudian, membangun pula PLTU berkapasitas 1.240 megawatt (MW).

“Saat ini progress konstruksi (PLTU) per Agustus 2021 sudah mencapai 89,4 persen, meskipun pembangunannya dikerjakan di tengah pandemi. PLTU mulut tambang terbesar di Indonesia itu proyek Sumsel (Sumatera Selatan) ke delapan. Unit 1 akan selesai akhir tahun ini dan unit 2 selesai Maret 2022,” ungkap Suryo.

Saat ini PTBA tengah berdiskusi secara intensif dengan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN untuk memanfaatkan lahan pascatambang di tiga wilayah, yaitu di Tanjung Enim, Ombilin Sumatera Barat, dan Kalimantan Timur.

“Jadi, kami akan membangun dengan kapasitas cukup besar. Mungkin kita bisa mulai 200 MW untuk ukuran EBT, khususnya pembangkit listrik tenaga surya,” tambah Suryo.

Di tahun 2022, Suryo optimistis perusahaan akan mencatatkan kinerja positif. Optimisme itu dilatarbelakangi oleh tingginya penjualan pada semester I-2021 karena meningkatnya permintaan diiringi dengan melonjaknya harga batu bara.

Pada semester I-2021, PTBA berhasil membukukan laba bersih sebesar Rp 1,8 triliun atau naik 38 persen dibandingkan periode yang sama di tahun lalu senilai Rp 1,3 triliun. Pencapaian laba bersih itu didukung oleh pendapatan sebesar Rp 10,3 triliun atau meningkat 14 persen dari capaian sebelumnya senilai Rp 9 triliun.

Perseroan juga menorehkan kenaikan 10 persen pada total aset, yakni menjadi Rp 27 triliun pada akhir semester I-2021. Di samping itu, produksi batu bara PTBA meningkat signifikan sebesar 94 persen.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version