Menu
in ,

BKF: Sinyal Pemulihan Ekonomi, PMI Manufaktur Naik 52,2

Pajak.com, Jakarta – Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat indeks manajer pembelian atau purchasing managers’ index (PMI) manufaktur Indonesia naik ke posisi 52,2 pada September 2021. Sebelumnya, PMI manufaktur sempat turun pada Juli 2021 ke posisi 40,1 dari level 53,5 di Juni 2021. Kepala BKF Kemenkeu Febrio Nathan Kacaribu mengatakan, kenaikan itu merupakan sinyal tren pemulihan ekonomi yang semakin kuat.

Seperti diketahui, PMI manufaktur Indonesia di atas angka 50 mencerminkan sektor industri di suatu negara sedang ekspansif. Sebaliknya, bila di bawah 50 maka menggambarkan industri tengah mengalami kontraksi.

“Kenaikan indikator PMI yang cukup signifikan setelah varian Delta ini mengonfirmasi kinerja sektor manufaktur nasional yang akan terus meningkatkan produksinya dalam waktu dekat. Seiring dengan perbaikan ini, pelaku manufaktur nasional akan kembali membuka lapangan kerja serta meningkatkan stoknya demi memenuhi peningkatan permintaan yang sedang terjadi sejak September atau setelah dilonggarkannya kebijakan PPKM (pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat) di sejumlah daerah,” kata Febrio melalui keterangan tertulis yang diterima Pajak.compada (2/10).

Menurutnya, perbaikan aktivitas sisi produksi itu sejalan dengan kemajuan pengendalian pandemi Covid-19 yang juga berjalan sangat cepat dan efektif. Tambahan kasus harian Covid-19 menurun sangat signifikan dalam dua bulan terakhir, per 30 September 2021 tercatat 1.690 kasus per hari.

“Terkendalinya pandemi di tanah air seiring juga dengan vaksinasi yang mencapai 142,19 juta. Kendati demikian, pemerintah tetap menekankan agar masyarakat tetap menjalankan protokol kesehatan secara ketat untuk memperkuat percepatan pemulihan ekonomi,” kata Febrio.

Ia mengungkapkan, perbaikan PMI manufaktur Indonesia telah mendukung indikator ekspor, khususnya nonmigas yang terus mencatatkan pertumbuhan hingga 63,4 persen bila bandingkan dengan tahun 2020.

“Ruang pertumbuhan untuk ekspor produk-produk unggulan nasional masih sangat besar. Hal ini tercermin dari indikator subkomponen PMI manufaktur, permintaan ekspor baru yang masih belum optimal karena belum meratanya pemulihan ekonomi dunia dan adanya hambatan pengiriman (shipping),” kata Febrio.

Selain itu, sinyal pemulihan ekonomi dapat dilihat juga dari meningkatnya tingkat konsumsi yang berimplikasi pada inflasi. Di bulan September 2021, inflasi meningkat 1,60 persen dibandingkan periode yang sama di tahun 2020 atau meningkat tipis dari angka Agustus 2021 sebesar 1,59 persen.

“Inflasi September dipengaruhi oleh naiknya inflasi administered price seiring mobilitas masyarakat yang mulai meningkat. Meskipun demikian, peningkatan inflasi relatif terjaga dengan baik, khususnya merujuk kepada inflasi inti yang masih bergerak stabil serta komponen volatile food yang menurun seiring dengan masa panen. Beberapa komponen inflasi yang mulai meningkat meliputi sandang, penyediaan makanan dan minuman/restoran, rekreasi, perlengkapan rutin rumah tangga, dan transportasi. Berbagai komponen inflasi ini merupakan jenis barang dan jasa yang tingkat konsumsinya sempat tertahan di masa puncak varian delta,” jelas Febrio.

Eks Kepala bidang Makroekonomi dan Kebijakan Sektor Keuangan Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Indonesia ini mengatakan, anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) memegang peranan penting dalam meningkatkan konsumsi masyarakat itu.

Di tahun 2021, APBN mengalokasikan sebesar Rp 744,77 triliun untuk program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Anggaran ini meningkat dari alokasi awal karena untuk merespons eskalasi dampak varian Delta.

BKF mencatat, hingga kini alokasi anggaran PEN telah tersalurkan sebesar 54 persen untuk berbagai kebutuhan penanganan pandemi. Anggaran PEN yang sudah digunakan untuk bidang kesehatan sebesar Rp 214,96 triliun; pos perlindungan sosial senilai Rp 186,64 triliun; dukungan usaha mikro kecil menengah (UMKM) dan korporasi senilai Rp 162,4 triliun; insentif usaha sebesar Rp 62,83 triliun; program prioritas lainnya sebesar Rp 117,94 triliun.

“Secara keseluruhan, belanja APBN juga memiliki kinerja yang sangat baik dan telah terealisasi sebesar 56,8 persen per 31 Agustus 2021. Ini sangat membantu pemulihan aktivitas ekonomi,” kata Febrio.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version