in ,

Alur Pembuatan Undang-Undang di Indonesia

Alur Pembuatan Undang-Undang di Indonesia
FOTO: IST

Alur Pembuatan Undang-Undang di Indonesia

Pajak.com, Jakarta – Pemerintah dan Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) baru saja mengesahkan Undang-Undang Kitab Undang-undang Hukum Pidana (UU KUHP) dan menyepakati Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (RUU P2SK). Tahun lalu, pemerintah dan DPR juga mengesahkan UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Sebenarnya, seperti apa alur pembuatan UU di Indonesia?

Apa itu UU?

UU adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dengan persetujuan bersama presiden. Sedangkan peraturan perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.

Adapun, pembentukan peraturan perundang-undangan adalah pembuatan peraturan perundang-undangan yang mencakup tahapan perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan/penetapan, dan pengundangan.

UU adalah salah satu jenis peraturan perundang-undangan yang proses pembentukannya dapat membutuhkan waktu yang cukup lama. Ukuran lama atau tidaknya dapat dilihat dari proses pembentukan undang-undang itu sendiri, yang meliputi beberapa tahapan atau prosedur yang harus dilalui. Pada dasarnya, tahapan dimulai dari perencanaan dengan menyiapkan RUU. Adapun RUU dibuat harus disertai dengan naskah akademik, kemudian tahap pembahasan di lembaga legislatif hingga tahap pengundangan.

Guru Besar Hukum Tata Negara Jimly Asshiddiqie menyimpulkan, UU yang telah ditetapkan dan diundangkan, sudah melalui proses yang sangat panjang, serta pada akhirnya disahkan menjadi milik publik dan sifatnya terbuka serta mengikat untuk umum.

Baca Juga  Xiaomi Siap Kuasai Pasar EV dengan Peluncuran Sedan SU7

 

Siapa yang mengesahkan UU?

Berdasarkan UUD 1945 Pasal 20 Ayat 1, kekuasaan untuk menyusun UU ada di DPR. Kemudian pada Pasal 20 Ayat 2, disebutkan setiap rancangan UU dibahas oleh DPR bersama presiden untuk mendapatkan persetujuan bersama.

Bagaimana proses pengesahan UU?

Dalam UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan pasal 16 sampai 23, pasal 43 sampai 51, dan pasal 65 sampai 74, proses pembentukan sebuah undang-undang adalah sebagai berikut:

– RUU bisa berasal dari presiden, menteri, DPR, atau Dewan Perwakilan Daerah (DPD).
– RUU yang diajukan oleh presiden disiapkan oleh menteri atau pimpinan lembaga terkait.
– RUU dimasukkan ke dalam Program Legislasi Nasional (prolegnas) oleh Badan Legislasi DPR untuk jangka waktu lima tahun.
– RUU yang diajukan harus dilengkapi dengan naskah akademik, kecuali untuk RUU Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), RUU penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) menjadi UU, serta RUU pencabutan UU atau pencabutan Perpu.
– Pimpinan DPR mengumumkan adanya usulan RUU yang masuk dan membagikan ke seluruh anggota dewan dalam sebuah rapat paripurna.
– Di rapat paripurna berikutnya diputuskan apakah sebuah RUU disetujui, disetujui dengan perubahan atau ditolak untuk pembahasan lebih lanjut.
– Jika disetujui untuk dibahas, RUU akan ditindaklanjuti dengan dua tingkat pembicaraan.
– Pembicaraan tingkat pertama dilakukan dalam rapat komisi, rapat gabungan komisi, rapat badan legislasi, rapat badan anggaran, atau rapat panitia khusus.
– Pembicaraan tingkat II dilakukan di rapat paripurna yang berisi: penyampaian laporan tentang proses, pendapat mini fraksi, pendapat mini DPD, dan hasil pembicaraan tingkat I; pernyataan persetujuan atau penolakan dari tiap-tiap fraksi dan anggota secara lisan yang diminta oleh pimpinan rapat paripurna; dan pendapat akhir Presiden yang disampaikan oleh menteri yang mewakilinya.
– Apabila tidak tercapai kata sepakat melalui musyawarah mufakat, keputusan diambil dengan suara terbanyak.
– Bila RUU mendapat persetujuan bersama DPR dan wakil pemerintah, maka kemudian diserahkan ke Presiden untuk dibubuhkan tanda tangan.
– Dalam UU ditambahkan kalimat pengesahan serta diundangkan dalam Lembaga Negara Republik Indonesia.
– Dalam hal RUU tidak ditandatangani oleh presiden dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak RUU disetujui bersama.
– RUU pun sah menjadi UU dan wajib diundangkan.

Baca Juga  Menteri PUPR: Presiden Jokowi Akan Berkantor di IKN 17 Agustus 2024

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *