7 Pokok Instruksi Mendagri tentang Pengendalian Pencemaran Udara
Pajak.com, Jakarta – Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menerbitkan Instruksi Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Nomor 2 Tahun 2023 tentang Pengendalian Pencemaran Udara di Wilayah Jabodetabek. Instruksi mendagri ini setidaknya memuat tujuh hal pokok yang harus dilakukan kepala daerah, baik gubernur DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten; serta bupati, dan wali kota se-Jabodetabek. Instruksi Mendagri Nomor 2 Tahun 2023 berlaku mulai 22 Agustus 2023.
Setidaknya, tujuh hal pokok dalam Instruksi Mendagri Nomor 2 Tahun 2023, yaitu pertama, mengatur sistem kerja hybrid. Direktur Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Safrizal ZA menjelaskan, instruksi pengaturan sistem kerja merupakan tindak lanjut atas arahan Presiden Joko Widodo dalam Rapat Terbatas Peningkatan Kualitas Udara di Kawasan Jabodetabek, di Istana Negara, pada (21/8).
“Kepala daerah diminta melakukan penyesuaian kebijakan pengaturan sistem kerja. Sedapat mungkin melakukan penerapan work from home (WFH) dan work from office (WFO), masing-masing sebanyak 50 persen bagi ASN (Aparatur Sipil Negara) di lingkungan perangkat daerah, karyawan BUMN dan BUMD (Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah),” jelas Safrizal dalam keterangan tertulis, dikutip Pajak.com (24/8).
Kendati demikian, kebijakan memberlakukan WFH dikecualikan bagi ASN yang memberikan layanan publik secara langsung kepada publik. Pemerintah daerah (pemda) di wilayah Jabodetabek juga diminta mendorong karyawan swasta dan dunia usaha untuk melakukan WFH dan WFO sesuai kebijakan instansi dan pelaku usaha terkait.
“Kebijakan WFH-WFO diharapkan dapat mengurangi mobilitas yang menyebabkan polusi udara. Hal itu diperlukan mengingat sebagian besar masyarakat menggunakan kendaraan bermotor baik mobil atau motor dalam beraktivitas seperti ke kantor,” tambah Safrizal.
Kedua, pembatasan kendaraan bermotor dan peningkatan pelayanan transportasi publik.
“Berdasarkan data, yang ada faktor penyebab polusi udara di Jabodetabek disumbang oleh sektor transportasi dan industri. Untuk itu, kepala daerah diinstruksikan untuk meningkatkan pelayanan transportasi publik dengan memastikan kapasitas jumlah kendaraan umum. Pemda perlu menambah rute dan titik angkut, mengatasi gangguan di jalur busway serta memberikan insentif atau potongan harga agar masyarakat terdorong untuk beralih dari kendaraan pribadi ke transportasi umum,” jelas Safrizal.
Ketiga, memperketat program uji emisi kendaraan. Secara simultan, diperlukan pula sosialisasi yang lebih intensif mengenai kemudahan bagi pengguna kendaraan yang tidak beremisi atau kendaraan listrik.
“Kepala daerah didorong untuk memberikan insentif bagi kendaraan listrik, seperti pembebasan dari ganjil genap, prioritas parkir, atau pengurangan biaya parkir,” kata Safrizal.
Keempat, optimalisasi penggunaan masker. Keenam, pengendalian emisi lingkungan, penerapan solusi hijau, serta pengendalian pengelolaan limbah industri.
“Pengendalian emisi lingkungan dan penerapan solusi hijau dilakukan melalui pelarangan pembakaran sampah secara terbuka. Selain itu, juga diberlakukan pengendalian polusi dari aktivitas konstruksi, penyiraman jalan untuk mengurangi debu, dan pengoptimalan penanaman pohon dan tumbuhan di ruang publik hingga ruang sempit,” jelas Safrizal.
Ketujuh, upaya pengendalian polusi udara di Jabodetabek perlu dilakukan dengan memperkuat koordinasi Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda). Kemudian, mengoptimalkan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) dalam penegakan peraturan daerah (perda) dan peraturan kepala daerah (perkada) mengenai pengendalian pencemaran udara.
“Pendekatan kolaboratif dalam soliditas Forkopimda menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam implementasi Inmendagri ini di lapangan,” pungkas Safrizal.
Comments