in ,

Imposition of E-Commerce Tax: Antara Masalah atau Potensi dalam Perpajakan

Imposition of  E-Commerce Tax: Antara masalah atau Potensi dalam Perpajakan

Oleh: Umi Kamilia

Di Indonesia pajak merupakan sumber pendapatan negara yang memiliki peran sangat penting dalam hal pembangunan. Pajak memiliki pengaruh yang besar untuk pembangunan ekonomi. Dimana semakin besar penerimaan pajak maka semakin besar pendapatan suatu negara, anggaran yang dialokasikan untuk pembangunan ekonomi juga semakin tinggi. Sehingga proses dalam pembangunan ekonomi dapat berjalan dengan optimal untuk kesejahteraan rakyat.

Pajak merupakan iuran yang dibayarkan oleh rakyat kepada Negara yang masuk dalam kas Negara yang melaksanakan pada undang-undang serta pelaksanaannya dapat dipaksakan tanpa adanya balas jasa (Mardiasmo, 2016). Sistem pembayaran pajak di Indonesia yaitu dengan self assessment. Sistem tersebut dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya mewajibkan Wajib Pajak untuk menghitung, menyetor dan melaporkan pajak terutangnya sendiri. Akan tetapi peran perpajakan yang begitu penting tersebut tidak di imbangi dengan kesadaran dan kepatuhan Wajib Pajak dalam pemenuhan kewajibannya. Kurangnya kesadaran akan pembayaran pajak ini diikuti dengan terus berekmbangnya e-commerce.

Dengan perkembangan teknologi yang terus berkembang, sistem e-commerce ini menjadikan perubahan terhadap perilaku konsumen. Perubahan perilaku konsumen ini berdampak pada  omzet yang dihasilkan oleh pelaku usaha konvensional. Jadi, konsumen lebih suka berbelanja melalui secara online yang lebih mudah dibandingkan harus berbelanja ke tempatnya langsung. Alhasil usaha konvensional menjadi sepi.

Bukan hanya masalah itu saja. Lalu apa lagi penyebabnya?

Masalah harga juga menjadi salah satu yang menyebabkan perubahan perilaku konsumen. Harga barang yang diperjualbelikan secara konvensional cenderung lebih mahal dibandingkan dengan harga barang yang dijual di platform e-commerce. Hal tersebut dikarenakan harga barang yang diperjualbelikan secara konvensional mempertimbangkan beban-beban yang lainnya, yaitu pengenaan pajak. Sedangkan pelaku usaha di platform e-commerce bisa lolos dari pengenaan pajak karena mereka beranggapan bahwa e-commerce masih belum memiliki payung hukum yang jelas.

Lalu, Apa kebijakan pemerintah atas masalah tersebut?

Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 210/PMK.010/2018 tentang Perlakuan Perpajakan atas Transaksi Perdagangan melalui sistem Elektronik. Dalam peraturan tersebut pemerintah tidak menetapkan jenis atau tarif pajak baru bagi pelaku e-commerce. Tetapi, dalam peraturan tersebut lebih menjelaskan tata cara dan prosedur pemajakan untuk memberikan kemudahan administrasi dan mendorong kepatuhan perpajakan untuk para pelaku e-commerce. Hal tersebut dimaksudkan agar tercipta perlakuan yang setara atau adil dengan pelaku usaha konvensional. Peraturan tersebut mulai berlaku efektif pada 1 April 2019. Namun, pada akhirnya pemerintah mencabut peraturan tersebut sebelum diberlakukan karena dirasa menimbulkan ambiguitas, yang mana seolah-olah pemerintah  mengeluarkan jenis pajak baru yang akan mengakibatkan kerugian kepada para pelaku dalam bisnis digital.

Tidak hanya berhenti disitu, pemerintah juga mengeluarkan kebijakan terbaru e-commerce yaitu PP Nomor 80 Tahun 2019 tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE). Kehadiran PP Nomor. 80 Tahun 2019 ini memberikan kepastian hukum bagi kegiatan industri e-commerce di Indonesia dan berorientasi pada perlindungan konsumen, namun peraturan ini masih terdapat beberapa ketentuan yang perlu diklarifikasi oleh pemerintah dalam pengimplementasianya, seperti melalui peraturan pelaksanaannya.

Pengenaan pajak atas transaksi di platform e-commerce ini jadi masalah atau potensi dalam perpajakan?

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan bahwa permasalahan pengenaan pajak dari perdagangan elektronik menjadi persoalan dunia yang perlu diatasi. Untuk mengatasi fenomena global atas transaksi perdagangan secara elektronik tersebut dilakukan agar para pelaku usaha dapat dikenakan pajak sesuai dengan aktivitas ekonominya. Perkembangan e-commerce yang semakin pesat itu berdampak pada usaha konvensional yang semakin sepi dan menjadikan omzet dan pajak yang dibayarkan semakin rendah. Disisi lain pengenaan pajak atas transaksi elektronik belum berjalan efektif.

Pajak e-commerce memang sulit diterapkan. Hal tersebut dikarenakan bisnis tersebut memiliki karakteristik tersendiri. Proses transaksi melalui e-commerce begitu cepat dan praktis. Perbedaan proses transaksi antara perdagangan melalui e-commerce dengan perdagangan konvensional menyebabkan problem, yaitu sulitnya menetapkan peraturan pajak yang jelas dan adil. Dimana yang menjadi masalah perpajakan dalam transaksi melalui e-commerce yaitu pajak langsung dan pajak tidak langsung.

Seperti halnya dengan pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang termasuk pajak tidak langsung, PPN ini biasanya dikenakan pada barang konsumsi. Ada kesulitan dalam menentukan dalam pengenaan pajak tidak langsung. Kesulitan tersebut disebabkan dengan adanya perkembangan teknologi, yaitu dengan munculnya barang-barang baru berupa produk digital. Hal tersebut jelas berbeda dengan perdagangan konvensional yang mana barang atau produknya dapat dilihat secara fisik. Selain itu transaksi jual beli melalui e-commerce dilakukan secara online yang hanya melibatkan dua belah pihak, tanpa diketahui sama sekali oleh negara atas kedua belah pihak dari pihak pembeli dan penjual. Jadi, masih sangat sulit untuk mengenakan pajak atas transaksi elektronik melalui e-commerce walaupun sudah ditetapkannya peraturan-peraturan yang mengaturnya.

Perdagangan melalui e-commerce membuat potensi pajak disektor ini cukup menggiurkan. Secara umum, pajak yang berlaku untuk transaksi e-commerce sama dengan pajak untuk pelaku perdagangan konvensional. Transaksi di dalam e-commerce ini dapat dibedakan menjadi empat, yaitu online marketplace, classified ads, daily deals, dan online retail. Sebagain besar pelaku bisnis online ini adalah pelaku usaha mikro, kecil,  dan menengah (UMKM). Sebagain pelaku usaha tersebut sudah ada yang memiliki NPWP dan ada juga yang belum memiliki NPWP. Hal tersebut lah yang menjadi tantangan Ditjen Pajak untuk menggali data pelaku transaksi perdagangan elektronik.

Dalam perdagangan elektronik terdapat potensi PPh yang dapat dilihat dari omzet setiap penjual yang terdaftar dalam online marketplace dan daily deals. Bagi Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto kurang dari Rp 4,8 miliar setahun maka Wajib Pajak dikenakan tarif PPh Final yang diatur dalam PP No. 23 Tahun 2018. Sedangkan Wajib Pajak yang dalam satu tahun memiliki peredaran bruto lebih dari Rp 4,8 miliar maka dikenakan tarif PPh sesuai pasal 17 UU PPh. Selain itu Wajib Pajak tersebut juga wajib mendaftrakan diri sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP).

Banyaknya tantangan yang harus dihadapi Direktorat Jenderal Pajak untuk menangani transaksi e-commerce, ada beberapa cara yang dapat ditempuh dalam menggali potensi pajak atas transaksi e-commerce.

Apa saja cara pemerintah dalam menggali potensi pajak atas transaksi e-commerce?

Cara yang dapat ditempuh pemerintah dalam menggali potensi pajak atas transaksi e-commerce yaitu pemerintah mewajibkan setiap online marketplace dan sosial media untuk memberikan data NPWP bagi akun terdaftar, membentuk task force untuk menangani transaksi e-commerce, meningkatkan kerjasama dengan asosiasi e-commerce Indonesia (iDEA) untuk memberikan sosialisasi dan edukasi aspek perpajakan bagi pelaku e-commerce, memberikan regulasi khusus yang mengatur transaksi perdagangan elektronik yang mana dalam hal-hal yang belum diatur secara jelas.

Dalam pengenaan pajak atas transaksi elektroni di platform e-commerce memang memiliki potensi yang sangan besar untuk pajak. Akan tetapi disisi lain banyak problem atau tantangan yang harus dihadapi oleh pemerintah khususnya Direktorat Jenderal Pajak dalam pengenaan pajak atas transaksi elektronik tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

https://www.kemenkeu.go.id/publikasi/berita/ini-ketentuan-pajak-bagi-pelaku-e-commerce/ (Diakses Pada 11 Agustus 2021)

https://www.pajakku.com/read/5dae8bda4c6a88754c08805e/Gali-Potensi-Pajak-e-Commerce-Tingkatkan-Penerimaan-Negara (Diakses Pada 11 Agustus 2021)

https://www.pajak.go.id/id/peraturan/pencabutan-peraturan-menteri-keuangan-nomor-210pmk0102018-tentangperlakuan-perpajakan (Diakses Pada 11 Agustus 2021)

PMK Nomor 210/PMK.010/2018 tentang Perlakuan Perpajakan atas Transaksi Perdagangan melalui Sistem Elektronik (E-Commerce)

PP Nomor 80 Tahun 2019 tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE)

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *