Menu
in ,

Yustinus: PPN Jasa Pendidikan Berlaku Pascapandemi

Yustinus: PPN Jasa Pendidikan Berlaku Pascapandemi

FOTO: IST

Pajak.com, Jakarta – Staf Khusus Menteri Keuangan (Stafsus Menkeu) Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo mengatakan, pengenaan pajak pertambahan nilai (PPN) atas jasa pendidikan sebesar 7 persen akan berlaku setelah pandemi COVID-19. Ia memastikan, pengenaan PPN untuk jasa pendidikan berprinsip pada asas keadilan.

Seperti diketahui, usulan PPN itu masuk dalam Rancangan Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP) yang tengah dibahas oleh pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Prastowo mengakui, selama ini draf RUU KUP yang diterima oleh publik itu tidak dalam konteks yang utuh, sehingga dipastikan menimbulkan perdebatan. Kini pemerintah telah menyerap aspirasi dari seluruh lembaga pendidikan maupun praktisi untuk menajamkan formulasi penerapan PPN 7 persen setelah pandemi.

“Saat ini kita tidak membicarakan lagi bagaimana menaikan pajak apalagi memajaki jasa pendidikan, memang betul saat ini sedang dibahas RUU KUP bersama DPR, tetapi fokusnya adalah menyiapkan landasan pendidikan yang lebih adil dan menyiapkan administrasinya untuk diterapkan pascapandemi,” kata Prastowo dalam acara B-Talk Kompas, pada (7/9).

Ia memastikan, pemerintah akan lebih fokus untuk meningkatkan anggaran kegiatan belajar dan mengajar yang baik di masa pandemi COVID-19, antara lain menyediakan infrastruktur pendidikan, dukungan pulsa, dan lainnya, Artinya, wacana penerapan pajak pendidikan masih sangat jauh diberlakukan karena pemerintah masih membuka dialog dari beragam pihak.

“Lebih penting lagi kami bukan fokus dalam mengenakan pajaknya, namun lebih dalam urusan administrasi dan mendorong supaya lembaga pendidikan taat atau komitmen dalam pendidikan nirlaba itu,” ujarnya.

Eks Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation (CITA) ini menekankan, sejatinya pemerintah tidak mempunyai intensi pada penerapan pajak pendidikan dalam RUU KUP. Sekali lagi, pemerintah hanya ingin mendorong prinsip keadilan. Jika ada jasa pendidikan yang tidak afirmatif pada misi nirlaba, maka akan dioptimalkan potensinya.

“Sebagai contoh, nanti kita bisa memasukkan kriteria, kalau ada lembaga pendidikan yang mengafirmasi beasiswa untuk pelajar tidak mampu, lalu juga memberikan subsidi silang untuk pendidikan di daerah tertinggal, maka akan didorong dan dikenakan pengecualian pajak. Itulah yang sedang didiskusikan saat ini,” kata Prastowo.

Di kesempatan yang sama, ekonom senior Universitas Indonesia Faisal Basri menilai, seharusnya pemerintah fokus pada transformasi ekonomi, baru setelahnya bicara tentang pajak. Menurutnya, pemerintah harus memprioritaskan kualitas sumber daya manusia (SDM) untuk berharap menghasilkan penerimaan pajak yang tinggi di masa depan.

“Mau yang (sekolah) mewah, mau yang (sekolah) tidak mewah. Tetap no tax for education. Apalagi untuk buku. Jangan karena pemerintah tidak sanggup (menghimpun pajak), maka upayanya diperluas ke private sector. Apalagi eksternalitas pendidikan itu tinggi buat kebangkitan bangsa, literasi, kemajuan teknologi, dan sebagainya. Bayangkan, 52,8 persen masyarakat Indonesia edukasinya masih insecure. Kalau gitu, dia enggak bayar pajak, utamanya PPh (pajak penghasilan),” kata Faisal.

Alumnus Universitas Vanderbilt Amerika Serikat ini justru mengusulkan, untuk menambah pendapatan negara, baiknya pemerintah membidik barang-barang non-esensial, seperti peningkatan tarif rokok. Faisal juga menyarankan agar pemerintah dapat mengurangi fasilitas perpajakan yang beragam dan tidak banyak dimanfaatkan dunia usaha saat ini.

“Jadi kita kembali ke visi Indonesia bangkit, pendidikan nomor satu. Setidaknya swasta sekalipun kalau luar negeri mau masuk ke sini, sudah tidak usah dipajaki dulu. Itu penghematan buat Indonesia, bisa sekolah di dalam negeri tapi standarnya internasional. Termasuk paling penting juga untuk buku, betapa sengsaranya pengarang di Indonesia, tidak ada insentif sedikit pun kepada pengarang yang buat buku, misalnya tentang tax (buku). Pengarang pajaknya luar biasa, berlapis-lapis,” kata Faisal.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version